Socrates menekankan manusia perlu mengerti dirinya sendiri, baru ia bisa hidup dengan baik. Apa gunanya manusia mengerti segala sesuatu di luar dirinya tetapi tidak mengenal dirinya sendiri? Manusia ingin mengetahui banyak hal, tetapi gagal mengetahui dirinya sendiri. Sembilan ratus tahun kemudian, Agustinus mengatakan, “Aku hanya ingin mengetahui dua hal dalam hidupku: mengenal Allah dan mengenal jiwa (diri).” Perkataan-perkataan ini telah menggugah para pemikir untuk memikirkan Doktrin Allah dan Doktrin Manusia.
Namun manusia hanya bisa mengenal Allah jika Allah mewahyukan diri-Nya. Tidak mungkin manusia mengenal Allah dari usahanya sendiri. Juga tidak mungkin manusia mengerti apa arti dan natur manusia itu sendiri. Kita bersyukur hanya di dalam Alkitab kita menemukan pengertian Imago Dei. Allah dalam kedaulatan-Nya yang bebas mencipta manusia menurut peta dan teladan-Nya. Maka manusia dicipta juga dengan sifat kebebasan. Kedaulatan Allah yang mutlak tidak menjadi kedaulatan yang sewenang-wenang. Kunci kemenangan di dalam kebebasan adalah “penguasaan diri.” Manusia selalu gagal menggunakan kebebasannya secara bertanggung jawab, kecuali jika dikontrol dan dipenuhi oleh Roh Kudus. Ketika seseorang dipenuhi Roh Kudus, ia akan menghasilkan buah Roh Kudus, yaitu penguasaan diri. Allah tidak berdosa, tetapi manusia berdosa, karena manusia menggunakan kebebasan yang Allah berikan untuk bebas dari Allah. Inilah kerusakan manusia. Manusia harus meletakkan kebebasan yang dicipta kembali kepada Allah Pencipta. Inilah teladan Yesus di Getsemani: “Bukan kehendak-Ku, tetapi kehendak-Mu terjadilah.” Di situlah manusia mencapai nilai hidup yang sungguh berharga dan terhormat, karena dia belajar dari Yesus Kristus.

Allah Pencipta dan manusia dicipta menurut peta teladan Allah, sehingga manusia menjadi satu-satunya makhluk yang berdaya cipta. Manusia menjadi begitu penting dan berharga melebihi semua ciptaan lain, karena tidak ada makhluk lain yang berdaya cipta seperti manusia. Allah tidak mencipta musik, tetapi memberikan daya cipta pada manusia untuk mencipta musik. Allah tidak mencipta lukisan, tetapi memberikan daya cipta kepada manusia untuk melukis. Allah tidak menciptakan bahasa, tetapi manusia diberi kemungkinan berbahasa. Begitu banyak hal yang memerlukan daya cipta yang luar biasa. Ini yang menghasilkan kebudayaan manusia. Tidak ada binatang membuat pakaian. Tidak ada binatang menulis karya-karya literatur yang indah. Tidak ada tikus yang mencipta dan memainkan alat musik. Mencipta adalah membuat ide menjadi realita. Kita memikirkan sesuatu, lalu menjadikannya. Ini merupakan imitasi dari penciptaan Tuhan Allah.

Kebudayaan terbentuk dan disempurnakan oleh orang-orang yang mempunyai daya cipta yang kuat. Bangsa yang memiliki orang-orang dengan daya cipta yang kuat akan menjadi bangsa yang maju. Orang-orang ini akan mengubah lingkungan sekitarnya. Setiap orang memiliki daya kreativitas, karena ia dicipta menurut peta teladan Allah. Ketika Picasso melukis, ia mau melawan dalil alam. Di situ ia sedang memainkan peran sebagai Allah dan ia sedang menciptakan dunianya sendiri di atas kanvasnya. Semua pencipta sedang berperan seperti Allah, dengan menjadi allah kecil untuk mencipta dunia ciptaannya menurut daya cipta yang diberikan oleh Allah Pencipta. Hal ini dimungkinkan karena manusia dicipta menurut peta teladan Allah.

Filsuf Denmark, Kierkegaard, menulis kritik begitu keras, akhirnya dia diserang dan terpaksa menggunakan nama samaran. Tchaikovsky, profesor musik dari Moskow, menulis piano concerto, yang ketika diberikan ke rektornya, Anton Rubinstein, dikritik luar biasa. Tetapi ketika kemudian dipentaskan oleh Chicago Symphony, sukses luar biasa. Kreativitas yang baik seringkali ditolak atau tidak mudah diterima oleh orang lain. Ketika engkau memiliki kreativitas dan memperkembangkan kreativitasmu, belum tentu engkau akan diterima oleh orang lain.

Kita semua dicipta secara unik dan individu oleh Tuhan. Engkau berbeda dari orang lain dan orang lain berbeda dari engkau. Dengan demikian engkau tidak perlu merasa rendah diri. Kita harus mengembangkan individu dan kreativitas kita sendiri. Sebaliknya, dalam Roma 12:3 ditulis bahwa jangan ada orang yang melihat diri lebih dari yang seharusnya. Kita harus bisa mengukur diri kita, tidak lebih tinggi, tidak lebih rendah, mengekspresikan kreativitas yang Allah berikan kepada kita. Jangan membuang kesempatan yang diberikan Tuhan kepadamu, jangan menginjak-injak masa mudamu, dan jangan menghamburkan kesempatan yang ada.

Penggunaan kreativitas memang suatu hal, tetapi penggunaan kreativitas yang tidak benar adalah dosa. Siapa yang lebih kreatif dari Yudas, yang bisa menjual bukan baju, tetapi gurunya. Kita harus tahu bagaimana mempergunakan kreativitas yang Allah berikan kepada kita dengan baik sesuai kehendak Allah.

Ketika Sang Pencipta mencipta yang dicipta menurut peta teladan-Nya sendiri, yang di dalamnya mengandung unsur penciptaan sebagai daya kreativitas, maka dia menjadi makhluk yang memiliki daya cipta seperti Sang Pencipta. Ketika ia menggunakan daya cipta tersebut, ia berperan seperti Allah. Ini disebut sebagai imitasi. Seorang anak mirip dengan orang tuanya, karena ada kode-kode rahasia di dalam tubuhnya yang menjadikan dia mirip orang tuanya. Manusia kini mengimitasi Tuhan Allah dengan memakai daya ciptanya.

Ketika manusia memakai daya ciptanya, sampai berapa jauh ia mungkin bisa berbuat salah? Manusia bisa menjadi begitu jauh memakai daya cipta. Manusia bisa menggunakan daya cipta yang diberikan oleh Pencipta untuk mencipta pencipta yang dicipta. Inilah penciptaan allah palsu. Ketika saya mencipta allah palsu, maka allah palsu itu adalah pencipta yang dicipta. Allah asli adalah Pencipta yang mencipta.

Sekitar tahun 1970 saya berjalan-jalan di tengah kota Taipei, di tempat pembuatan patung yang akan dimasukkan ke dalam kuil. Lalu saya melihat seorang anak kecil sedang kencing ke arah muka salah satu muka dewa yang sedang dibuat di situ. Ketika saya melihat, terkesan ironis sekali. Wajah dewa yang begitu galak ternyata tidak bisa berbuat apa-apa kepada anak kecil itu. Patung itu menjadi bau, tetapi dewa itu tidak bisa berespon karena patung itu benda mati. Saya mulai berpikir bahwa yang mencipta patung tidak tahu kalau patung itu barang ciptaan. Kita menggunakan barang ciptaan untuk mencipta pencipta yang dicipta, untuk mencipta allah ciptaan. Karena dia allah ciptaan, maka ia pasti bukan Pencipta, karena Pencipta pasti sendirinya tidak dicipta.

Ketika saya mencipta “pencipta” lalu saya berlutut di depannya dan mengaku bahwa ia adalah Sang Pencipta, itu merupakan suatu kemelaratan kreativitas yang paling besar. Maka Tuhan melarang manusia untuk membentuk segala macam patung lalu menyembahnya. Selain Diri-Nya, tidak ada pencipta lain. Dosa terbesar yang dilakukan Israel saat Musa berada di gunung Horeb, mereka mengumpulkan semua emas dan dicairkan untuk dibuat patung seekor anak lembu, lalu mereka menyembahnya. Mereka senang karena patung itu kelihatan, dan dianggap lebih baik dari Yahweh yang tidak kelihatan. Orang Israel yang tadinya percaya kepada Allah di sorga yang memimpin mereka, kini mereka percaya pada seekor lembu dari emas yang dibuat tangan manusia. Inilah kerusakan kreativitas. Inilah kerusakan manusia.

Siapakah Tuhan? Siapakah Sang Pencipta? Apakah Sang Penciptamu adalah karya ciptaanmu sendiri? Apakah Engkau sedang menciptakan pencipta yang dicipta untuk mengganti Sang Pencipta yang mencipta kamu menurut peta teladan-Nya? Mao Zedong memerintahkan agar orang tidak percaya kepada Allah, karena dia sendiri mau menggantikan peranan Allah. Pada waktu Anda melihat orang seperti Picasso atau pencipta musik yang luar biasa yang melawan segala sesuatu, Engkau mengerti bahwa mereka sedang memakai daya cipta yang diberikan oleh Tuhan untuk mencipta sesuatu ciptaan yang melawan sang Pencipta yang asli. Dari sini Engkau mengetahui sampai di mana kelemahan kebudayaan, di mana kesalahan agama, dan sampai di mana penyalahgunaan daya cipta manusia yang membuat dunia makin lama makin melarat. Kita harus kembali kepada Tuhan yang asli. Dan kita harus menyerahkan daya cipta kita kembali kepada Allah untuk dipakai menjadi berkat bagi orang lain.

Pada waktu saya masih muda, saya menyerahkan seluruh yang ada di dalam diri saya untuk Tuhan. Semua yang mungkin dihasilkan melalui karya saya, adalah milik Tuhan. Sang Pencipta hanya satu, kita hanya memakai potensi-potensi sebagai peta teladan Allah untuk memuliakan Tuhan dan membawa manusia kembali kepada Sang Pencipta yang asli. Kiranya Tuhan memakai kita dan mulai menggali diri kita mempergunakan daya cipta yang ada pada kita dengan sesungguhnya demi memuliakan Tuhan. Amin.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen tong (Nopember 2007)

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/manusia-peta-teladan-allah-bagian-5#hal-1