THE WORD (Part-7)


Injil Yohanes, dapat disebut Injil di dalam Injil. Injil ini merupakan kesaksian Yohanes, yang ia tulis lebih dari dua puluh tahun setelah Paulus dan Petrus meninggal. Oleh karena itu, Injil ini memiliki kesiapan yang matang dalam menyaksikan Kristus; “Logos jadi manusia” merupakan proklamasi yang tidak pernah muncul dalam buku, ajaran agama, kebudayaan, atau filsafat manapun.

Di sepanjang sejarah, hanya ada tiga kebudayaan besar yang membahas tentang “logos”, yaitu Tiongkok, India, dan Yunani. Namun, konsep “logos” yang mereka bahas bukanlah wahyu Tuhan, melainkan respons manusia terhadap wahyu umum. Lao Zi mengatakan, “Manusia hidup menurut prinsip dunia; dan dunia menurut prinsip langit; dan langit taat pada pengaturan firman (logos); dan firman bersandar pada dirinya sendiri menuruti aturan ‘Akulah Aku’”. Namun yang dimaksud dengan “Akulah Aku” adalah suatu kebersandaran pada diri secara kekal, cukup pada dirinya sendiri, dan tak bergantung pada pihak lain. Maka “logos” yang ia bicarakan berasal dari pikiran dan imajinasi manusia, tanpa sedikit pun mengaitkan atau menyebut Allah. Demikian juga di dalam kebudayaan India, Atman (logos) berusaha kembali kepada Brahman. Dan logos dalam filsafat Gerika adalah bagaimana logikos ingin kembali kepada logos. Yang dimaksudkan dengan logos di sini adalah pikiran universal (universal mind). Pemikiran Stoiksisme ini memang sudah melampaui pikiran Heraklitos (aliran Heraklitianisme), namun mereka tetap tidak mengetahui apa itu logos yang sebenarnya.

Sampai Yohanes menulis, “Pada mulanya adalah Firman (Logos). Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Dari sini kita baru melihat perbedaan kualitatif antara Firman Tuhan dan filsafat manusia. Firman memberikan jawaban yang paling akurat karena firman merupakan wahyu Allah sendiri. Kecuali kita menyadari betapa indah dan berharganya firman Tuhan yang jauh berbeda secara kualitas dari semua filsafat manusia, kita tidak bisa bersyukur kepada Tuhan. Firman Tuhan yang Allah wahyukan kepada umat pilihan-Nya mencerahkan kita bahwa pada mulanya adalah Firman (Logos).

Di dalam kitab Yohanes 1:2, dinyatakan bahwa Logos tidak setara atau setingkat dengan alam. Di dalam kitab Efesus 4 tertulis: Allah melampaui segala sesuatu, melintasi segala sesuatu, berdiam di dalam segala sesuatu. Ini adalah pernyataan transendensi Allah. Logos adalah Allah. Itu sebabnya kita mengakui bahwa segala kebenaran adalah kebenaran Allah. Kebenaran itu adalah satu Pribadi. Jadi, Allah adalah subjektivitas kebenaran, keadilan, kasih, dan kesucian dalam pribadi. Konsep ini tidak pernah ada dalam pemikiran Lao Zi, Konfusius, Buddha, Hindu, Upanishad, Zoroasterisme, Stoiksisme Gerika, ataupun aliran Heraklitianisme, karena semua filsafat ini berada di tingkat bawah, di tataran dunia. Paulus menggambarkan: di manakah hikmat dunia? Semua itu hanyalah pelajaran kecil di dunia. Itu sebabnya Paulus sangat meninggikan Kristus jauh di atas filsafat yang diproduksi oleh rasio manusia yang Tuhan cipta. Allah bukanlah produk dari rasio manusia yang dicipta. Rasio manusia yang adalah rasio yang dicipta, terbatas, dan tercemar. Maka, rasio sedemikian tidak mungkin bisa menjangkau Allah. Allah adalah Pencipta rasio yang melampaui rasio, maka manusia tidak mungkin mengerti firman seperti yang diajarkan oleh Panentheisme ataupun ajaran Paul Tillich. Saya tidak tahu sampai di mana pengertian Saudara tentang Allah. Apakah Anda memperalat Dia atau mempermainkan Dia, sambil memuji Tuhan sambil melanggar hukum-Nya? Ataukah Saudara betul-betul sudah bertobat dan berkata dengan serius, “Tuhan, Engkau adalah Tuhanku. Kuasailah aku, kuduskan aku. Buat aku berpaling pada-Mu dengan ikhlas dan sungguh sehingga saat bertemu dengan-Mu nanti, aku mendengar kata-Mu: Engkau adalah hamba-Ku yang baik dan setia.”

Yohanes 1:3 terkesan merupakan paparan yang mengulang. Setelah dikatakan, “Segala sesuatu dicipta oleh Dia” mengapa perlu “tanpa Dia tidak ada suatupun ciptaan yang ada”? Di sini Yohanes secara singkat dan jelas memaparkan suatu kebenaran yang sangat mendalam. Yesus tidak memanggil murid dari Yerusalem karena sering kali dunia akademis sedemikian arogan. Yohanes adalah nelayan Galilea, yang dari kecil mempelajari Kitab Suci dan menantikan kedatangan Mesias. Kerohanian mereka belum tentu kalah dengan para lulusan sekolah tinggi di Yerusalem. Allah bukan menolak orang akademis karena Ia juga memanggil Paulus. Tetapi Paulus harus pergi ke padang belantara dulu untuk dibentuk selama tiga setengah tahun. Terkadang Tuhan memindahkan kaki dian dan memakai kita yang mau menaati perintah-Nya. Saya sangat peka akan hal ini dan senantiasa gemetar dan berlutut di hadapan-Nya. Tuhan memanggil Yohanes yang begitu muda agar setelah Petrus dan Paulus mati, Yohanes bisa melanjutkan pekerjaan-Nya. Hal itu nyata di dalam sejarah gereja, yang melanjutkan pelayanan adalah murid-murid Yohanes seperti Polikarpus, Irenaeus, Hippolitus.

Kalimat “tanpa Dia tidak ada suatupun yang dicipta” menyimpan rahasia besar, yang sering tidak disadari oleh banyak penafsir Alkitab. Saat Yohanes tua, ada empat musuh kekristenan, yaitu: (1) Penganiayaan pemerintah Roma, di sini kita melihat begitu banyak martir. Jika orang Kristen abad I rela mati demi imannya pada Kristus, maka orang Kristen abad XXI ingin kaya dengan nama Kristus; (2) Penghinaan dan serangan filsafat. Politik, ekonomi, dan sastra Romawi dipengaruhi oleh filsafat Gerika. Mereka menganggap orang Kristen tidak mempunyai pengetahuan, tidak masuk akal, sampai Agustinus memproklamirkan relasi iman dan pengetahuan: credo ut intelligas (percaya maka mengerti); (3) Fitnah, umpat, dan pemutarbalikan fakta dari musuh orang Kristen; dan (4) Orang non-Kristen yang pura-pura menjadi Kristen, menyusup masuk ke dalam gereja. Inilah bidat-bidat yang berkembang saat itu. Mereka memalsukan Injil sehingga muncul banyak injil palsu, seperti injil Gnostik, injil Filipus, injil Maria Magdalena, injil Thomas, dan lain-lain. Sebelum abad I berakhir, puluhan injil palsu beredar. Hanya empat Injil yang asli, yaitu: Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Yang pertama ditulis adalah Injil Markus, lalu Matius, Lukas, dan terakhir Yohanes. Maka Injil Yohanes sangat penting. Yohanes yang sudah tua harus melawan semua musuh kekristenan. Saya bisa membayangkan betapa berat kesulitan dan tantangan yang dia hadapi. Ia dibuang ke pulau Patmos, di mana Tuhan memberikan wahyu tentang akhir zaman kepadanya. Tanpa Yohanes, Kitab Suci tidak lengkap. Ada banyak orang yang studi theologi tetapi mau tetap kaya. Saya lebih menghargai mereka yang rela meninggalkan perahunya hancur, meninggalkan posisi yang bagus, lalu mengikut Yesus menjadi hamba-Nya.

Ayat ini ditulis oleh Yohanes untuk menghadapi serangan ajaran Gnostisisme. Mereka mengajarkan bahwa “dunia ini bukan dicipta oleh Allah, tetapi dicipta oleh pencipta yang kurang sempurna, karena Allah yang sempurna tidak mungkin mencipta sesuatu yang tidak sempurna”. Banyak orang bisa terkecoh dan setuju dengan pandangan ini. Bagaimana mungkin Allah yang sempurna bisa menciptakan bumi yang sedemikian bobrok dan penuh kekurangan. Dunia ini sedemikian tidak sempurna, ini menunjukkan bahwa penciptanya juga tidak sempurna. Di sini kaum yang mengaku intelektual justru sering menerima bisikan setan sehingga pikirannya menjadi kacau. Kelihatannya begitu logis sehingga perlu ada allah ranking dua. Gnostik mengajarkan adanya allah kecil yang tidak sempurna yang menciptakan dunia ini. Teori ini tidak mungkin karena, kalau tidak mungkin Allah yang sempurna mencipta dunia yang tidak sempurna, maka Allah yang sempurna juga tidak mungkin mencipta allah kecil yang tidak sempurna. Hal ini baru terjawab 1.800 tahun kemudian ketika filsuf Jerman, Leibniz mengatakan, “Jika Allah yang sempurna mencipta allah lain yang juga sempurna maka akan terjadi dua Allah. Berarti Allah yang mencipta akan sama dengan allah yang dicipta. Ini tidak mungkin.” Maka harus ada perbedaan kualitatif antara yang mencipta dan yang dicipta. Kalau penciptanya sempurna maka yang dicipta tidak mungkin sama sempurnanya dengan Allah yang mencipta. Di sini sebenarnya yang dinyatakan di dalam ayat 3 ini. Injil Yohanes sedemikian mendalam dan teliti. Banyak orang menganggap firman Tuhan begitu sederhana seolah-olah tanpa isi dan tanpa berita. Saat ini begitu banyak pendeta yang berkhotbah asal-asalan, menghancurkan iman, meracuni kerohanian, dan menipu orang-orang Kristen. Saya akan berjuang untuk melihat dan mengupas setiap kebenaran Injil dengan seteliti dan seakurat mungkin untuk kita bisa mengetahui kedalamannya.

Yohanes 1:3 sedemikian rumitnya. Ia mengatakan, “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” wahyu tentang akhir segalanya dicipta melalui Logos (Firman).” Jadi Allah mencipta melalui Logos. Jadi yang mencipta Allah atau Logos, Allah atau Firman? Kalau yang mencipta adalah Allah maka Firman hanya alat. Kalau yang mencipta adalah Firman maka Allah hanya dalang. Sampai mana peranan Firman? Lalu tertulis, “tanpa Dia tidak ada yang jadi dari semua yang telah dijadikan.” Bagi Yohanes, Logos itu adalah Allah. Melalui ayat ini, Yohanes mau masuk ke dalam doktrin Tritunggal. Segala sesuatu dicipta oleh Allah melalui Firman. Nanti baru dalam Yohanes 14, Yohanes membicarakan Pribadi yang ketiga yang adalah Parakletos. Barulah Tritunggal menjadi lengkap, yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Disini kita melihat bahwa Allah Bapa dan Allah Anak, yaitu Firman, mencipta bersama. Bukan Allah mencipta allah kecil yang mencipta segala sesuatu. Di sini kita perlu dengan saksama mempelajari dan meneliti firman Tuhan.

Allah mencipta segala sesuatu melalui Logos, dan Logos adalah Allah. Jadi Logos adalah Pencipta. Oleh karena itu, kita tidak boleh menerima konsep adanya pencipta yang tidak sempurna. Ayat 3 ini langsung menyatakan perang menentang Gnostisisme. Dari ayat ini, kita melihat bahwa secara konsisten Allah Tritunggal bekerja:

1. Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus bekerja sama dalam hal mencipta.

2. Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus bekerja sama dalam hal menebus.

3. Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus bekerja sama dalam hal memberikan wahyu.

Allah Bapa adalah pribadi utama dalam mencipta, melalui Anak dan dengan kuasa Roh Kudus, segala sesuatu dicipta. Allah Bapa merencanakan penebusan; Allah Anak menggenapkan penebusan; dan Allah Roh Kudus mengerjakan penebusan di dalam diri umat pilihan-Nya. Karena Allah Bapa adalah Allah, Allah Anak adalah Allah, dan Allah Roh Kudus adalah Allah, maka Allah Tritunggal bekerja bersama di dalam penciptaan, penebusan, dan memberikan wahyu bagi umat pilihan-Nya. Karena Allah Anak juga merupakan Pencipta maka Dia bukan ciptaan seperti yang diajarkan oleh kaum Gnostik. Kalau Dia dicipta maka Dia hanya salah satu dari antara ciptaan. Tetapi Dia adalah Pencipta bukan yang dicipta. Maka, Yohanes dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada yang dicipta tanpa melalui Dia. Dialah Pencipta dan Dia tidak dicipta karena Dia adalah Allah. Di sini kita melihat bahwa yang terlihat seperti pengulangan adalah suatu keharusan yang tidak boleh tidak ada. Kalimat ini sedemikian penting untuk menunjukkan fakta bahwa Yesus adalah Sang Pencipta, Dia tidak dicipta, Dia adalah Allah yang sempurna.

Allah yang sempurna memang menciptakan dunia yang tidak sempurna. Merupakan keharusan mutlak adanya perbedaan kualitatif antara Pencipta dan ciptaan. Ciptaan tidak pernah bisa identik sekualitas dengan Pencipta. Karena hanya Sang Pencipta, satu-satunya Keberadaan yang ada pada diri-Nya, penuh sempurna pada diri-Nya, kekal, dan tidak fana. Ia adalah Allah yang tidak bergantung pada siapapun, Allah yang selama-lamanya. Di lain pihak, semua keberadaan ciptaan selalu bersifat contingent dan bergantung pada yang lain. Setelah kita mengetahui semuanya ini, barulah kita dapat berkata, “Tuhan, sekarang aku tahu bahwa aku hanyalah ciptaan. Engkaulah Pencipta. Logos yang beserta dengan Allah, Dia adalah Allah. Kini, apa yang harus aku perbuat?”

Di dalam kitab Yohanes 1:4 dikatakan, “Di dalam Dia ada terang.” Terang Yesus itu adalah terang dunia. Kita adalah ciptaan yang tidak sempurna maka kita butuh terang. Terang apakah itu? Terang hidup. Tidak satu pun agama di dunia yang membicarakan tentang “terang hidup” ini. Agama-agama berbicara tentang kebajikan (baik atau jahat), sains bicara tentang pengetahuan (tahu atau tidak tahu), filsafat bicara tentang kebijaksanaan (bijak atau bodoh), hanya Kristus yang berbicara tentang kehidupan (hidup atau binasa). Karena begitu besar Allah mengasihi dunia ini sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal (logos), supaya barangsiapa yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Di sini Yohanes menuliskan tema Kristus, yaitu kasih, firman, hidup, dan terang, yang muncul terus di sepanjang Injil ini. Tema “terang” sangat penting di dalam Injil Yohanes karena dalam ajaran Gnostik, terang dan gelap adalah dua keberadaan yang dualistik. Dunia ini gelap maka terang masuk ke dunia. Iman Kristen tidak pernah jatuh ke dalam pikiran dualisme seperti ini. Pikiran dualisme ini berasal dari Media-Persia, yaitu Zoroasterisme, yang percaya adanya dewa terang yang baik, yaitu Ahura Mazda; dan dewa gelap yang jahat, yaitu Angra Mainyu. Pikiran ini kemudian juga masuk dalam ajaran Manichaeisme. Ajaran bidat ini terus berusaha masuk ke dalam gereja dan menyesatkan ajaran Kristen untuk menghancurkan agama Kristen. Kita tidak percaya ajaran seperti ini. Kita percaya adanya “Yang Asli”, yang utama dan pertama ada hanyalah Allah dan Allah ini adalah Allah yang mutlak baik. Karena ciptaan-Nya tidak taat dan memberontak maka timbullah kegelapan. Pikiran ini beda dari pikiran Gnostisisme yang mengatakan gelap dan terang itu ada sejak awal. Yohanes menentang ajaran seperti ini.

Di sini kita melihat betapa seriusnya Yohanes di dalam menulis Injilnya untuk memerangi ajaran bidat yang berniat menghancurkan kekristenan. Dia seorang diri berani melakukan perlawanan yang sengit atas kejahatan yang mewujudkan diri dalam ajaran yang “pintar”. Gnostisisme menganggap diri lebih tahu dan lebih pintar. Mereka membagi manusia dalam tiga kategori, yaitu: (1) sarkikoi (orang yang hidup menuruti nafsu kedagingan); (2) psykikoi (orang yang hidup menurut jiwa); dan (3) pneumatikoi (orang yang hidup menurut roh). Pikiran ini kemudian diadopsi oleh Watchman Nee dengan memakai 1 Korintus 2-3. Jadi, ini bukan pemikiran orisinil dari Watchman Nee, tetapi sebenarnya pemikiran Gnostik. Kita harus mengikuti dan taat pada pimpinan Roh Kudus, namun bukan Roh Kudus seperti yang diajarkan Karismatik, yang sesat, dan merusak. Saat ini ajaran tentang roh yang palsu sedang merajalela di mana-mana sehingga kita sulit untuk memelihara iman yang sejati. Alkitab mengajarkan bagaimana seluruh hidup kita harus mengikuti dan taat pada Roh Kudus, bukan Roh Kudus yang harus mengikuti roh kita, keinginan kita, dan seterusnya. Orang Gnostik mengategorikan orang Kristen sebagai psykikoi, sedangkan mereka pneumatikoi. Mereka menyebut diri pneumatikoi karena mereka percaya bahwa esensi yang dari atas turun hanya kepada orang-orang Gnostik, sehingga mereka memiliki pengetahuan yang membawa mereka kepada keselamatan. Jadi orang-orang Gnostik selalu merasa mereka lebih tahu, lebih pandai, karena memiliki esensi dari sorga, dan dengan unsur itu mereka mendapat keselamatan. Mereka menolak darah Yesus, mereka tidak mengakui sifat keilahian Kristus, maka dengan Injilnya, Yohanes membawa gereja kembali kepada ajaran Injil yang benar. Hanya di dalam Yesus, melalui darah-Nya, salib-Nya, dan kebangkitan-Nya kita bisa diselamatkan.

Siapkanlah hatimu dengan sungguh untuk mau taat akan pengoreksian yang dari Tuhan. Kalau engkau menemukan apa yang dibahas adalah kebenaran, jalankanlah dengan sungguh. Kalau teguran yang diberikan memang benar, bertobatlah! Tuhan memberkati kita.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/the-word-part-7