Ibrani 1:1-3

Ibrani adalah sepucuk surat yang terletak di hampir akhir Kitab Suci, judulnya: surat yang dikirimkan kepada orang Ibrani, namun judul ini bukan ada dari awalnya. Menurut tradisi gereja, judul ini mungkin ditambahkan kemudian, jadi judul ini tidak mempunyai keabsahan untuk membuktikan bahwa surat ini ditujukan kepada orang-orang Ibrani. Salah satu penyebab mengapa surat ini dianggap sebagai surat yang ditujukan kepada orang Ibrani adalah ay. 1: nenek moyang kita telah menerima wahyu dari Tuhan, yang dimaksud nenek moyang tentu adalah para nabi di Ibrani.

Istilah Ibrani mempunyai arti: Orang yang datang dari seberang sungai besar sana, yaitu keturunan Abraham. Abraham dipanggil keluar oleh Tuhan dari kota Ur yang terletak di Mesopotamia, yang mempunyai sebutan the center point of ancient civilization. Mesopotamia terletak di antara dua sungai: Efrat dan Tigris. Tuhan memanggilnya keluar dari tempatnya, dari rumah bapaknya, dari tanahnya, dari negara asalnya, untuk pergi ke mana? Tuhan berfirman, pergilah ke tempat yang akan Ku tunjukkan kepadamu. Itu sebabnya dia disebut sebagai Bapak bagi Orang Beriman, karena dia bersandar kepada Tuhan yang berbicara, tapi tidak memberitahukan hal-hal detail kepadanya, tidak memberitahukan bagaimana jadinya nanti. Dari P.L. sampai P.B. terdapat tuntutan yang sama, ikutlah Tuhan dan jangan banyak tanya; ikutlah Tuhan dengan iman, serahkanlah hidupmu kepadaKu, karena Akulah Tuhan yang akan memimpinmu.

Sampai di mana saja, hal pertama yang Abraham lakukan adalah mendirikan mezbah untuk berbakti kepada Tuhan. Itu menandakan kemanapun dia pergi, dia tidak pernah lupa Tuhan, karena dia tahu, dia mengikut Tuhan, jadi pergi ke mana adalah soal kedua, yang penting adalah di mana saja dia berada, dia berbakti kepada Tuhan. Karena Abraham sadar dewa yang disembah orang Kanaan bukanlah Allah. Allah satu-satunya adalah Allah yang memanggil dirinya keluar dari Ur, itu sebabnya dia taat kepadaNya. Abraham disebut sebagai bapak orang beriman, karena dia menjadi contoh bagi kita semua. Waktu Tuhan memanggilnya, dia menyampaikan semuanya.

Siapakah penulis surat Ibrani? Orang-orang yang mempelajari Alkitab dari abad pertama terus memperdebatkan hal ini. Ada yang berpendapat:

  1. Penulisnya adalah Paulus. Namun karena cara penulisannya, istilah-istilah yang dipakainya, bentuk kalimat dan tata bahasanya, cara pembahasan dan pemikirannya sama sekali berbeda dengan gaya Paulus, sehingga pendapat ini tidak mempunyai alasan yang cukup untuk menegaskan bahwa surat ini ditulis oleh Paulus. Misalnya, Paulus sering menggunakan istilah Injil, tapi surat Ibrani satu kalipun tidak memakai istilah Injil, meskipun seluruh isinya berbicara tentang Injil. Yang ada hanyalah: anugerah keselamatan. Selain itu, istilah kebangkitan Kristus yang mendominasi hampir 30% P.B. hanya muncul satu kali di dalam surat Ibrani. Sebab itu, mungkin sekali, surat Ibrani ini bukan ditulis oleh Paulus.
  2. Penulisnya adalah Barnabas yang pernah melayani bersama-sama dengan Paulus, yang sangat mahir tentang P.L. Tapi pendapat inipun tidak memiliki bukti yang cukup.
  3. Penulisnya adalah Timotius. Tapi pendapat ini juga tidak bisa diterima, karena surat Ibrani ada menyebut soal Timotius.
  4. Penulisnya adalah Apolos, seorang yang sangat mahir dan teliti dalam menjelaskan P.B. Memang sebelum Paulus pergi menginjili di Efesus dan memerintahkan mereka menerima Roh Kudus, Apolos ke sana (Kis. 19). Tapi pendapat ini juga dirasa tidak terlalu mungkin.
  5. Penulisnya adalah Stefanus. Karena menurut mereka, pembahasan surat Ibrani begitu mirip dengan cara khotbah Stefanus sebelum dia dirajam batu sampai mati (Kis. 7). Tetapi pendapat ini pun ditolak.

Tertulianus, seorang bapak gereja berkata, mari kita dengan rendah hati dan terus terang mengakui bahwa kita tidak mengetahui siapa penulis surat Ibrani, kita hanya tahu buku ini diwahyukan oleh Tuhan melalui seseorang yang tidak menuliskan namanya dan tidak memberitahukan kepada kita siapa dirinya.

Mengapa ada kitab yang tidak mencantumkan nama penulisnya, salah satu sebab yang dipikirkan oleh bapak-bapak gereja adalah karena penulisnya begitu rendah hati, dia menyembunyikan nama dirinya agar segala kemuliaan kembali kepada Tuhan. Sebab penulis Ibrani tidak mencantumkan namanya, maka sampai abad ke-2 barulah surat ini dikanonisasikan. Clement dari Roma, pada th. 94-95 untuk pertama kalinya mengutip surat ini di dalam buku yang ditulisnya, maka orang memperkirakan surat ini ditulis sebelum abad pertama berakhir. Tapi karena surat Ibrani sama sekali tidak menyinggung nasib kota Yerusalem yang dibakar oleh Jendral Titus, maka orang memperkirakan, surat ini ditulis sebelum kota Yerusalem jatuh ke dalam tangan orang Roma pada th. 70.

Namun perkiraan ini juga tidak mendapatkan kepastian. Dengan demikian ada begitu banyak misteri yang tidak kita ketahui dari kontennya tentang siapa penulisnya, siapa penerimanya kapan dan di mana buku ini ditulis. Maka, pada akhirnya kita menyerahkan keempat hal tersebut kepada Tuhan.

Kepentingan surat ini di dalam Kitab Suci: ada berita-berita surat Ibrani tidak terdapat di kitab lain, seperti Kristus sebagai Imam yang mempersembahkan korban imamat kepada Tuhan lebih tinggi dari semuanya. Dia adalah Imam besar yang mendoakan kita di tempat yang tertinggi. Maka surat Ibrani memang unik adanya. Ada orang berpendapat, dari kontennya kita tahu surat Ibrani ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang sudah menjadi orang Kristen, tapi pendapat ini juga dibantah. Ada orang berpendapat, bahwa surat ini dituliskan kepada keturunan orang supaya mereka tahu segala kemuliaan Kristus sudah tersimpan di P.L., dan mereka mau berpaling kepada kekristenan. Pendapat inipun bisa dibantah. Ada juga yang berpendapat surat ini ditujukan kepada orang percaya yang tinggal di Qumran karena beberapa sebab:

  1. Mereka percaya ada dua Mesias: Mesias yang adalah Imam dan Mesias yang adalah Raja. Dan Mesias Imam lebih besar dan lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan Mesias Raja. Maka surat Ibrani menyebutkan, Kristus adalah Raja sekaligus Imam untuk mengoreksi konsep mereka: bukan dua Mesias melainkan hanya satu Mesias.
  2. F.F. Bruce berpendapat bahwa mereka percaya segala upacara keimaman akan berhenti untuk sementara, sampai perang dunia yang terakhir terjadi, kaum pilihan akan ditolong dan menang. Baru setelah itu upacara memberi korban kepada Tuhan akan dilanjutkan. Tapi rupanya pendapat itu hanya bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan namun tidak bisa disahkan sebagai sesuatu yang mutlak.
  3. Mereka percaya para malaikat mempunyai derajat yang berbeda-beda: ada yang tinggi, ada yang rendah. Malaikat yang tinggilah yang akan menolong kaum pilihan meraih kemenangan di dalam peperangan yang terakhir.

Ada juga yang berpendapat surat ini dituliskan kepada orang Kristen yang terpengaruh oleh pengajaran Gnosticism yang tidak percaya bahwa dunia materi dicipta oleh Allah. Karena menurut mereka Allah itu Mahasuci dan dunia materi maha najis. Ajaran ini sangat salah dan telah ditolak oleh kalimat pertama dari pengakuan iman Rasuli: Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi.

Gnostisisme adalah ajaran dualisme yang mendapat pengaruh dari ajaran Persia, Zoroasterisme, dan digabung dengan konsep keselamatan di dalam kekristenan: mereka percaya dunia ini terdiri dari unsur rohani (suci seluruhnya), dan unsur materi (jahat seluruhnya). Ajaran ini telah ditolak oleh Alkitab karena Alkitab mengajarkan adanya roh jahat, dan juga materi itu ada baiknya. Surat Ibrani beberapa kali menyebutkan materi dicipta oleh Kristus, berdasarkan itu orang berpendapat surat ini dituliskan untuk orang Kristen yang terpengaruh oleh ajaran Gnostisisme.

Sekali lagi, kita tidak tahu kepada siapa surat ini ditulis.

Baca Ibr. 1:1-3. Adakah surat yang lebih kental, lebih bermutu dari surat Ibrani? Mari kita membahas satu tema yang penting, yaitu Allah kita adalah Allah yang berbicara. Our God is a speaking God. Ini adalah suatu pemikiran, dasar kepercayaan, prinsip iman yang sangat penting. Allah berbicara dan sampai puncaknya Dia berbicara kepada kita melalui Kristus.

Abraham adalah bapak bagi orang beriman dan bapak bagi orang beriman ini berkata kepada kita: dia mendengar suara panggilan Tuhan. Ibr. 1:1 juga menegaskan satu presuposisi dan dasar iman yang penting: our God is a speaking God, dan Dia bukan hanya berbicara kepada pada nenek moyang Israel saja, bukan hanya berbicara satu kali saja, karena dikatakan di sini: Dia pernah berbicara kepada nenek moyang Israel: Abraham, Ishak, Yakub, Musa, Daud dan seterusnya.

Ditegaskan pula bahwa pada zaman dahulu Allah berulang kali bersabda kepada nenek moyang dengan pelbagai cara, dua hal ini penting sekali, untuk menegaskan bahwa Allah sungguh-sungguh berbicara, hal itu disaksikan oleh nenek moyang Israel.

Kedua, Allah yang berbicara adalah Allah yang berbijaksana. Karena di dalam zaman yang berbeda Dia menggunakan pelbagai cara berulang kali berfirman kepada orang yang tidak sama.

Ketiga, Allah yang berbicara adalah Allah yang sabar. Dia mewahyukan firmanNya sedikit demi sedikit, tidak menuangkannya sekaligus karena Dia tahu manusia tidak akan mampu menerimanya.

Bukan saja demikian Allah yang berbicara adalah Allah yang kaya dengan kebenaran. Itulah yang membuat kita bisa terus menerus menerima kebenaran. Tuhan yang kaya berulang-ulang dan memakai pelbagai cara untuk menyampaikan kebenaranNya kepada nenek moyang kita. Itu berarti Dia adalah Tuhan yang kekal. Meskipun nenek moyang dan semua orang yang mendengar kata-kataNya sudah mati Dia tetap berbicara sampai hari ini, dan akhirnya Dia akan stop pembicaraanNya. Apa artinya? Ada saatnya wahyu Tuhan menjadi komplit: Allah memakai AnakNya yang tunggal untuk berbicara kepada kita. Baca Ibr. 1:1-3. Allah berbicara melalui “perantara,” yang pertama melalui siapa? Nabi-nabi. Adakah Allah berbicara tanpa melalui siapa-siapa? Ada. Kapan? Pada waktu Allah berbicara kepada Adam dan Hawa, Allah langsung berbicara kepada mereka. Selain itu, kadang-kadang Allah juga berbicara secara Theophani, seperti waktu Allah datang ke dalam dunia dengan bentuk manusia dan berkata-kata kepada Abraham. Bentuk manusia adalah sebuah perantara, padahal sebenarnya Oknum kedua dari Allah Tritunggal sebelum inkarnasi pernah menyatakan diri dengan wujud manusia. Demikian juga pada waktu Musa menatap Tuhan secara muka dengan muka (arti kiasan) yang berarti personal relationship, personal encounter; Allah tidak menampakkan parasNya melainkan bagian belakangNya saja kepada Musa. Semua itu membuktikan Allah pernah berbicara, tapi seluruh P.L. menyimpulkan: Allah berbicara melalui perantaraan nabi-nabi.

Terakhir, Dia berbicara melalui AnakNya sendiri, inkarnasi. God spoke in Christ in history, God was in Christ; sehingga Yesus yang ada di dalam sejarah adalah klimaks yang mengakhiri semua anak panah yang ditujukan pada penggenapan dari wahyu yang tertinggi, yang telah disampaikan sejak zaman nenek moyang. Maka Yesus berkata, kau melihat Aku, sebenarnya kau bukan melihat Aku melainkan melihat Bapa yang mengutus Aku. Kau percaya kepadaKu, sebenarnya bukan percaya kepadaKu melainkan percaya kepada Bapa yang mengutus Aku. Semua pembicaraan nabi terfokus pada Kristus, karena puncak dari wahyu Allah kepada manusia adalah Kristus. Kalau Kristus adalah pumcak dari wahyu, bagaimana dengan berita yang disampaikan oleh rasul-rasul di dalam P.B.? Rasul-rasul dipilih oleh Anak Allah sendiri, agar mereka mempunyai personal encounter with Christ, Dia memberikan rohNya kepada mereka untuk menjelaskan. Dari sini kita menemukan cara Allah berbicara menjadi tiga tahap:

  1. Tahap persiapan, semua pembicaraan ditujukan kepada Kristus yang akan datang.
  2. Penggenapan di dalam diri Kristus.
  3. Penjelasan yang diberikan rasul-rasul, agar manusia bisa mengerti apa yang Allah beritahukan kepada mereka.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong, 10 Oktober 1999

(Ringkasan kotbah ini belum dikoreksi oleh Pengkotbah, W.H.)

Sumber : https://www.mriila.org/pustaka/eksposisi-ibrani/pendahuluan-surat-ibrani/