Sudah merupakan kebiasaan Julio Diaz setiap malam pulang kerja naik kereta dalam kota (subway) dan turun di Bronx, New York. Tapi  malam itu ia ketiban sial –sekaligus keberuntungan, tergantung darimana melihatnya.

Baru saja ia turun dari kereta dan berjalan menuju tangga ketika seorang remaja tanggung mendekatinya sambil mengeluarkan belati. “Dia meminta uang. Karena itu langsung saja saya serahkan dompet saya kepadanya. ‘Nih, ambil saja,'” demikian Diaz menceritakan pengalamannya.

Ketika Diaz melihat remaja itu melangkah pergi, Diaz memanggilnya lagi. “Hei, tunggu dulu. Kamu mungkin lupa sesuatu. ‘Jika kamu masih mau menodong lagi malam ini, kamu mungkin butuh jaketku ini agar kamu tidak kedinginan,” kata Diaz sambil menyerahkan mantelnya.

Remaja penodong amatiran itu terperangah. “Maksudmu apa?” ia bertanya.

Diaz menjawab, “Jika kamu nekad menodong dengan kemungkinan kehilangan kebebasanmu, berarti kamu memang benar-benar membutuhkan uang. Dan sekarang aku akan makan malam. Jika engkau mau gabung, nggak apa-apa lho, kehadiranmu sangat ditunggu,” kata Diaz.

Dari pengamatannya Diaz dapat menduga anak remaja ini sebenarnya bukan benar-benar penodong profesional. Ia mungkin hanya kehabisan uang saja dan butuh pekerjaan untuk hidup.

Anak remaja itu akhirnya melayani permintaan Diaz. ‘Penodong’ dan korbannya itu akhirnya pergi bersama untuk makan malam. Ketika para manajer dan staf resoran itu bergantian menyapa Diaz sambil mereka menikmati makanan, anak remaja itu bertanya, “Kok semua orang kenal Anda. Apakah Anda yang punya restoran ini?”

“Tidak, cuma saya memang sering makan di sini,” jawab Diaz

” Betul kah? Tapi kenapa Anda begitu ramah, bahkan kepada pencuci piring?”

“Lho, apakah kamu tidak pernah diajari untuk berlaku baik kepada semua orang?” tanya Diaz.

“Ya, saya memang pernah dengar, tetapi tak pernah percaya ada mausia yang sungguh-sungguh seperti itu.”

Sejenak kemudian Diaz menanyakan anak itu apa sesungguhnya yang ia inginkan dari hidupnya. Anak itu segera menampakkan wajah sedih. Ia tidak bisa menjawab.

lalu ketika pegawai restoran itu datang membawa lembar tagihan, Diaz berkata kepada anak itu, ” Kelihatannya kamu yang harus mentraktirku malam ini, sebab aku tidak punya uang, dompetku ada padamu. Tetapi jika kamu mengembalikan dompetku, aku akan dengan senang hati mentraktirmu.”

Tanpa banyak berpikir anak itu mengembalikan dompet Diaz.

Sebelum berpisah, Diaz memberi anak itu US$20. “Saya tidak tahu apakah uang itu cukup berguna baginya,” kata Diaz.  Ketika kemudian Diaz meminta anak remaja itu memberikan pisau belatinya, anak itu juga menyerahkannya.

“Dari sini saya belajar, jika kita memperlakukan orang dengan baik, kita dapat berharap mereka juga akan memperlakukan kita dengan baik. Sesederhana itu,” kata Diaz.

True Story

Sumber : https://www.weboflove.org/inspiring_stories_08/081028_victim_treats_mugger_right