Roma 13:8-9

Di dalam Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, menuntut kita supaya menjadi manusia sempurna karena Ia adalah Tuhan yang penuh dengan anugerah. Tuhan Allah menuntut Abraham dengan tuntutan yang begitu tinggi, “Jadilah sempurna di hadapan-Ku”. Mungkin tidak? Kalau kesempurnaan tidak mungkin dicapai dan tidak ada orang yang pernah mencapainya, lalu apa gunanya tuntutan ini? Apakah Allah menuntut kita melakukan sesuatu yang tidak mungkin? Siapa di sepanjang sejarah yang pernah mencapai kesempurnaan ini? Adakah orang yang sempurna selain Kristus? Jawabannya tidak ada. Orang yang dianggap paling rohani dan agung pun ada kelemahannya. Meskipun Daniel, Yusuf, dua pemuda dalam Perjanjian Lama ini, tidak pernah dicatat kesalahannya, kita percaya mereka pun tetap adalah manusia berdosa. Demikian pula, Nuh, Musa, Petrus, Paulus, Daud, rasul-rasul dan nabi-nabi lain semua ada kelemahannya. Jika demikian apa artinya kesempurnaan? Mari kita merenungkan hal ini dengan serius dan menanggapinya dengan benar.

Dalam teologi Reformed kita percaya bahwa kita tidak mungkin mencapai satu kesempurnaan secara kuantitas selama di dunia ini (berbeda dengan kelompok kaum Methodist (John Wesley) yang percaya bahwa orang Kristen mungkin mencapainya). Dalam kitab Filipi kita percaya kesempurnaan yang bersifat paradoks yaitu bahwa kita semua mengarah pada satu kesempurnaan sebagai satu eskatos sebagai titik akhir di mana kita sedang bergumul dan menuju pada poin yang ingin kita capai. Kesempurnaan itu merupakan pemberian Allah sendiri dan bukan usaha kita. Kristus menjadi poin eskatos (terakhir) yang tertinggi sehingga kita selalu dengan gentar menghadapi diri kita yang tidak sempurna, dengan pergumulan yang tidak habis-habis, menuju pada titik telos (tujuan) yang terakhir itu. Kesempurnaan dengan sasaran tertinggi menjadi daya tarik, dorongan dalam hidup kita untuk tidak henti-hentinya maju. Dorongan ini menjadikan kita memiliki motivasi kesempurnaan. Kita terus tidak puas pada diri, terus memecut diri, menginginkan kesempurnaan yang sudah diwujudkan dalam teladan Kristus yang mendorong kita. maka kesempurnaan dalam teologi Reformed bukan sesuatu yang bisa kita capai. Hal ini akan membuat kita menjadi sombong. Kesempurnaan ada pada Kristus dan Kristus menjadi motivasi dan tujuan kita untuk terus–menerus mau menjadi seperti Kristus yang adalah teladan kesempurnaan kita. Jika kita mengerti prinsip ini maka tidak heran jika Paulus yang paling menjadi teladan dan tinggi rohaninya justru berkata bahwa ia tidak merasa memiliki kesempurnaan itu.

Selain itu, kesempurnaan dalam diri orang Kristen adalah kesempurnaan yang berada dalam proses. Ini adalah perfection in progress (kesempurnaan dalam proses yang sedang maju). Saat kita dalam keadaan yang secara kuantitas belum sempurna, kita sudah memiliki proses yang pada dirinya sendiri sempurna. Misalnya: Waktu telur ayam belum menjadi ayam, apakah dia sempurna? Ia sempurna sebagai telur tetapi bukan dalam proses yang sepenuhnya. Anak ayam yang sudah memiliki organ-organ yang lengkap apakah dia sempurna? Ia sempurna sebagai ayam kecil. Lebih sempurna mana, telur atau anak ayam itu? Masing-masing adalah sempurna pada tahapannya. Pada waktu ayam ini menjadi dewasa, apakah disebut ayam yang sempurna? Ia sempurna setelah mengalami proses pertumbuhan itu. Tuhan juga tidak mau kita menyerah dalam proses pertumbuhan kita. Tidak ada seorang pun dapat mengatakan saya sudah sempurna. Ayam kecil tidak boleh menghina telur, ayam dewasa tidak boleh menghina ayam kecil karena masing-masing ada dalam tahapannya sendiri dan tidak boleh dihina.

Dalam sejarah kekristenan Paulus mengatakan bahwa di antara rasul ia adalah yang paling kecil. Dalam bagian lain Paulus juga mengatakan bahwa ia tidak lebih kecil dari rasul yang paling besar siapapun. Apa maksudnya? Paulus mau mengatakan bahwa barangsiapa menganggap ia rasul besar dan berani menyeleweng, mengubah pengajaran dari Tuhan maka ia berhak ditegur. Sebagai seorang rasul yang adalah murid Tuhan, Paulus tetap menganggap dirinya paling kecil dari semua rasul. Paulus menasihatkan supaya orang Kristen tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain, lalu iri atau menganggap orang lain lebih rendah. Superioritas dan inferioritas dua-duanya adalah sifat yang egois dan penghinaan terhadap ciptaan Tuhan yang lain. Ini adalah gangguan yang menghancurkan sinkronisasi tubuh Kristus.

Paulus berkata jangan berhutang apapun kepada siapapun tetapi di dalam hal cinta kasih harus selalu rasa diri berhutang, paradoks lagi. Dalam Alkitab banyak sekali pengajaran-pengajaran yang begitu indah yang tidak mungkin ada dalam buku-buku moral manapun. Kita tidak boleh berhutang namun dalam hal kasih kita harus selalu rasa diri hutang karena saat itu menunjukkan bahwa kita memiliki mental kesempurnaan. Ada 3 dalil yang dapat disimpulkan di sini: 1) Orang yang sempurna tidak pernah merasa diri sempurna, 2) Barangsiapa merasa diri tidak sempurna, memang dia tidak sempurna, 3) Barangsiapa merasa diri sudah pasti sempurna, dia adalah orang yang tidak mengenal ketidaksempurnaan dan kekurangan dirinya. Orang yang berhutang tetapi tidak rasa berhutang adalah orang yang kurang ajar. Tidak ada orang yang sempurna tetapi barangsiapa merasa diri berhutang padahal sebenarnya ia tidak pernah berhutang, itulah orang yang sempurna. Dalam kasih kita harus selalu merasa berhutang tetapi dalam fakta kita tidak boleh berhutang.

Ada tiga perasaan berhutang:
1. Terhadap Tuhan; 2. Terhadap orang lain; 3. Terhadap dunia.

Jika kita memiliki tiga perasaan hutang ini maka akan menjadikan kita terus tidak berhutang dan menjadi orang yang sempurna. Sejak semula kita adalah orang yang hutang kemuliaan terhadap Allah. Kita sudah mengurangi kemuliaan Allah (make short the glory of God), kita hutang kemuliaan Allah (we owe the glory of God). Kemuliaan Allah yang sempurna adalah kemuliaan yang diberikan pada waktu manusia pertama kali diciptakan. Cacat adalah sebagian yang tidak berada. Agustinus mengatakan bahwa dosa adalah eksistensi yang non-eksistensi, dosa bersifat tidak ada, karena kemuliaan Allah hilang, cahaya Allah tidak ada. Ketidaksempurnaan disebabkan karena kesempurnaan sudah mengalami kekurangan. Pada waktu kita merasa hutang kemuliaan pada Allah maka hidup kita akan makin suci dan menyatakan kemuliaan Allah. Hal ini adalah merupakan akibat dari orang yang sempurna dalam hal interpersonal relationship terhadap Allah. Kesempurnaan bukan sesuatu yang sudah kita capai tetapi suatu kesadaran di mana kita tidak sempurna dan terus menuju pada titik yang sempurna yang sudah digenapi oleh Kristus. Kita hutang kemuliaan terhadap Allah.

Kedua, orang yang sempurna adalah orang yang merasa dirinya berhutang kasih pada orang lain. Maksudnya kita merasa diri kurang mengasihi. Human relationship will be more perfect, improve when every subject feel that he is a debtor to others. Inilah rahasia di mana manusia memiliki relasi interpribadi yang lebih sempurna. Misalnya setiap orang merasa diri kurang sopan, kurang kasih, kurang hormat, kurang mendoakan, kurang melayani orang lain maka hubungan interpribadi antara manusia akan semakin indah. Kita akan lebih menuntut diri daripada menuntut orang lain. The secret of mutual love hanya terjadi jika kita selalu merasa diri tidak cukup dan berhutang kepada orang lain serta ingin melunasinya. Jangan menjadi orang yang terus menghakimi tetapi tidak mau introspeksi diri. Saat kita terus memeriksa dan menuntut diri, hidup kita akan menjadi berkat bagi orang lain. Orang yang terus menyalahkan orang lain dan tidak pernah mau menerima teguran adalah orang bodoh menurut Alkitab. Alkitab juga mengajar kita tidak perlu banyak bicara kepada orang bodoh.

Ketiga, orang yang sempurna adalah orang yang merasa dirinya berhutang Injil pada dunia. Maka kita akan menjadi orang yang turut memperlebar kerajaan Allah. Paulus sadar akan hal ini. Ia mengatakan bahwa ia berhutang pada orang Yahudi, Yunani, Barbar, orang Intelektual dan orang yang bodoh. Paulus paling mengerti predestinasi tetapi ia tidak membiarkan dirinya longgar untuk memberitakan Injil. Perasaan ini membuatnya berani memberitakan Injil kepada siapapun. Dalam mental Paulus, tidak ada satu bangsa pun yang tidak membutuhkan Injil. Jika semua perlu Injil maka saya harus belajar semua supaya dapat memberitakan Injil pada mereka.

Jika kita memiliki tiga perasaan berhutang ini maka Allah akan berkenan kepada kita. Tidak ada orang yang sempurna di dalam dunia ini. Daud berzinah, Abraham berbohong, Paulus mengatakan dirinya adalah orang yang paling berdosa. Tetapi Tuhan tuntut kita menjadi sempurna. Lalu bagaimana manusia bisa menjadi sempurna? Jawabannya: Orang sempurna adalah orang yang selalu rasa tidak sempurna dan terus mengarah ingin serupa seperti Kristus. Orang yang sempurna adalah orang yang merasa dirinya hutang kemuliaan pada Allah, hutang kasih pada sesama dan hutang Injil pada dunia. Bagaimana dengan kita? Maukah kita menjadi orang yang sempurna menurut versi ajaran Kitab Suci?

(Ringkasan belum diperiksa pengkotbah. VP)

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://www.grii-ngagel.org/index.php?option=com_content&view=article&id=212:ringkasan-khotbah&catid=6:ringkasan-khotbah&Itemid=15