Sebagai masyarakat tentu mengetahui bahwa dalam jual beli properti (real estate) pasti akan  bersinggungan dengan pajak-pajak yang dikenakan/dibayar, tentang apa pajak-pajak yang dikenakan mungkin  kadang kita tidak paham secara keseluruhan apa saja yang  pajak-pajak yang dipotong dalam bidang properti tersebut. Disini ogut mencoba menguraikan sedikit tentang yang berhubungan dengan bisnis properti khusus ttg pajak-pajaknya. Tulisan ini semoga bermanfaat buat pebisnis properti,  baik pemilik tanah, pengusaha real estate, pengusaha perseorangan, calon pembeli maupun segala yang terlibat didalamnya termasuk di sini ogut sendiri sebagai seorang account representative (AR) yang salah satu wajib pajak dalam pengawasan ogut adalah pengusaha real estate.

Jenis Usaha Properti

Jika dikelompokkan maka terdapat 6 (enam) bentuk properti real estate yang biasa dikenal yaitu :

  1. Real Estate Jenis Properti Apartemen, properti yang berada dalam sebuah bangunan megah yang menjulang tinggi seperti hotel. Perlu diingat karena bentuknya seperti rumah maka dapat dimiliki secara pribadi maupun disewakan.
  2. Real Estate Jenis Properti Perumahan, sebuah kompleks perumahan yang dapat dihuni berbagai macam keluarga biasanya dilengkapi sarana prasarana oleh pengelola.
  3. Real Estate Jenis Properti Rukan dan Office Space, dibuat kepada pebisnis  yang ingin membuka cabang perusahaan . Kawasan ini bisa dikatakan kawasan perkantoran yang bentuknya menyerupai rumah namun fungsinya sebagai kantor.
  4. Real Estate Jenis Properti Ruko dan Mall, Biasanya Ruko untuk jenis ini biasanya sebagai hunian dan  sekaligus umumnya perdagangan sementara Mall berisi bermacam toko yg biasanya memiliki nama besar.
  5. Real Estate Jenis Properti Tanah Kavling, merupakan tanah yang sudah memiliki konsep pembangunan .
  6. Real Estate Jenis Properti Town House, rumah dengan rancangan dan tempat yang eksekutif dan disisi kota besar, dan khusus untuk rumah dengan kategori lux dan mewah.

Pengelompokan di atas masih dapat dibagi-bagi lagi perjenisnya semisal Perumahan, kita mengenal kategori rumah sederhana (RS), rumah sangat sederhana (RSS), rumah sederhana kecil (RSK) dll.

Instansi-Instansi Terkait

Dalam hal pebangunan bisnis properti, diperlukan perijinan maupun hal-hal yang berkaitan dengan dokumentasi maupun tata kelola lingkungan dalam daerah tersebut, sehingga sebagai pebisnis pasti akan berhubungan dengan beberapa instansi pemerintah seperti :

  1. Departemen Perdagangan dan Perindustrian, sehubungan dengan ijin untuk  pembangunan pusat perbelanjaan dan kawasan industri.

  2. Badan Pertanahan Nasional (BPN), sehubungan dengan  rencana pembebasan tanah dan pengurusan sertifikat pemilikan produk yang akan dijual.

  3. Departemen Pemukiman  dan Prasarana Wilayah ( dulu PU) sehubungan dengan pengurusan SIUJK ( Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi).
  4. Pemerintah Daerah (Tk. I dan Tk. II), sehubungan dengan ijin pembebasan tanah, ijin membangun (IMB) dan pengurusan AMDAL.

Pajak Pajak Yang Dikenakan

Secara umum jenis-jenis pajak yang melekat pada bisnis properti khusus real estate dapat pula dikelompokkan seperti :

1. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

PBB merupakan pajak kebendaan yang melekat pada objeknya yang dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik properti). Pada awalnya pajak ini merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun 2014 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik properti). Tagihannya dilayangkan pemerintah setiap bulan Maret, melalui aparat desa setempat, dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Adapun pembayarannya harus dilakukan paling lambat enam bulan setelah SPPT diterbitkan ke loket-loket terdekat yang disediakan, atau ke kantor-kantor bank yang ditunjuk pemerintah. Setelah melakukan pembayaran, harap bukti pembayarannya disimpan. Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan wajib pajak belum membayar, maka akan didenda 2 persen per bulan hingga maksimal 24 bulan.

Cara perhitungan PBB:

  • PBB = 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
  • NJKP = 20% dari Nilai Jual Objek Kena Pajak (NJOPKP) untuk properti dengan NJOP dibawah Rp. 1 miliar dan 40 % untuk NJOP diatas 1 miliar
  • NJOPKP = NJOP – NJPOKTP. Perlu dicatat, besarnya NJOPTK ini berbeda-beda setiap daerah.

2. Bea Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

BPHTB akan dikenakan kepada Pembeli dan dibayarkan ketika terjadi peralihan hak atau penandatanganan akta jual beli di Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pembayaran dapat dilakukan di Bank yang ditunjuk sebagai tempat pembayaran pajak dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat.

Cara menghitung BPHTB adalah sebagai berikut :

BPHTB = (Harga Jual – Faktor Tidak Kena Pajak*) x 5%
)* Faktor Tidak Kena Pajak di setiap daerah berbeda.

3. Pajak Penghasilan Bersifat Final (PPh Final)

PPh Final akan dikenakan kepada Penjual apabila Penjual adalah perseorangan atau Sertifikat Hak Milik (SHM). Untuk Penjual adalah Perusahaan atau Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), maka tidak dikenakan PPh Final apabila nilai transaksi dibawah Rp. 60.000.000,-. PPh Final hanya dikenakan apabila nilai transaksi jual beli lebih dari dari Rp. 59.999.999,00 (Enam Puluh Juta Rupiah).

Sama dengan BPHTB, PPh Final dibayarkan ketika terjadi peralihan hak atau penandatanganan akta jua beli di Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pembayaran dapat dilakukan di Bank yang ditunjuk sebagai tempat pembayaran pajak dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat.

Cara menghitung PPh Final adalah sebagai berikut :

PPh Final = Harga Jual x 5%

4. PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

a, Terutang PPN

PPN akan dikenakan kepada Pembeli, dipungut oleh Penjual dengan catatan Penjual adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan atau penghasilan dari penjualan properti melebihi Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) per tahun. PPN dipungut pada saat penerimaan uang muka maupun pelunasan dan dibayarkan selambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.
Cara menghitung PPN adalah sebagai berikut :

Apabila harga jual TIDAK TERMASUK PPN
PPN = Harga Jual x 10%

Atau

Apabila harga jual TERMASUK PPN
PPN = (Harga Jual : Dasar Pengenaan Pajak*) x 10%
)* Dasar Pengenaan Pajak adalah faktor pembagi harga jual sebesar 1,1 atau 110%

Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak). NJOP dapat dilihat pada lembar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Apabila NJOP lebih besar dari nilai transaksi maka dasar perhitungan pajak menggunakan NJOP begitu pula sebaliknya.

Penyerahan produk  tidak seluruhnya terhutang PPN, yaitu untuk penyerahan  rumah murah PPN nya ditanggung pemerintah  sebagaimana ketentuan dalam KEPPRES  No. 42 tahun 1995 tanggal 19 Juni 1995 tentang Perubahan atas KEPPRES No. 18 tahun 1986 tentang PPN yang terhutang atas impor dan Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak tertentu yang ditanggung pemerintah sebagaimana telah beberapa kali dirubah terakhir dengan KEPPRES No. 8 tahun 1988 .

b. Tidak Terutang PPN

Batasan mengenai rumah murah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 310/KMK.04/1989 tanggal 3 April 1989, yaitu mengacu kepada surat Menteri Keuangan kepada Menteri Perumahan Rakyat No. S-462/MK.04/86 tanggal 6 Mei 1986 sebagai berikut :

  1. Penyerahannya harus melalui kredit pemilikan rumah (KPR)
  2. Type bangunan adalah type 70 kebawah dengan luas tanah maksimal 200 M2 dan 165 M2 untuk rumah maisonet.
  3. Perusahaan pembangunan perumahan yang melakukan penyerahan rumah murah wajib menyampaikan laporan bulanan kepada Direktorat Jendral Pajak (KPP setempat) mengenai : Jumlah dan type rumah mujrah yang dijual, Harga jual rumah, jumlah PPN yang tidak dipungut (PPN yang ditanggung pemerintah), nama perusahaan yang memberi kredit dan jangka waktu kredit.

Menentukan apakah suatu bangunan masuk dalam kategori rumah murah atau tidak harus memperhatikan surat Menteri Negara Urusan Perumahan Rakyat kepada Menteri Keuangan RI No.60/BT.01.01/M/4/1985 tanggal 9 April 1985, yaitu :

  1. Harga jual bangunan rumah per M2 tidak melebihi 75% dari harga rumah dinas kelas C di daerah yang bersangkutan.
  2. Harga jual tanah matang per M2 tidak melebihi perhitungan luas bangunan rumah dikalikan harga jual tertinggi bangunan per M2 dan dibagi dengan luas kapling.
  3. Harga jual rumah beserta tanah adalah 2 (dua) kali luas bangunan rumah dikalikan dengan harga jual tertinggi bangunan rumah per M2.

Pedoman harga per M2 rumah dinas kelas C ditetapkan oleh Bappenas dan Departemen Keuangan setiap tahun anggaran.

5. PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah)

Disamping rumah murah ada juga produk properti yang terhutang PPn BM, yaitu atas penyerahan apartemen, town house, rumah mewah dan kondominium, sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2003 tanggal 20 Januari 2003 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 145 tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan PPn BM. Menurut ketentuan dalam PP ini penyerahan apartemen, town house, rumah mewah dan kondominium terhutang PPn BM sebesar 20 %.

Mulai tanggal 1 Juni 2009 penyerahan bangunan yang terutang PPnBM hanya berdasarkan luas bangunan yaitu luas bangunan sebesar 350M2 atau lebih. Perlu dilakukan pengawasan terhadap penyerahan bangunan yang kurang atau mendekati luas bangunan 350M2 karena terdapat kemungkinan luas bangunan yang sebenarnya lebih dari luas yang tercantum dalam dokumen.

Pengujian kebenaran harga bangunan PerM2  dapat menggunakan pendekatan harga pokok ditambah dengan margin, atau apabila harga jual tanah dan bangunan diketahui maka harga jual bangunan dapat dihitung secara proposional antara harga NJOP bangunan dibandingkan dengan NJOP tanah.

PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dibeli dari developer dan memenuhi kriteria sebagai barang mewah. PPnBM tidak berlaku untuk transaksi antar perorangan. Sebagai contoh Sebuah Apartemen/town house dengan kriteria tertentu dan menjualnya ke konsumen B, maka konsumen B akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM 20% (bila memenuhi kriteria yang dipersyaratkan).

Mekanisme Penjualan/Pembelian Properti (Real Estate)

a. Penjualan secara tunai

Penjualan secara tunai pada umumnya terjadi atas rumah, apartemen, Ruko dan sebagainya yang memang telah tersedia  atau siap huni. Pembeli langsung melunasi harga jual dari bangunan, ditambah PPN, PPn BM, BPHTB dan biaya untuk mengurus akte jual beli.

b. Kredit Pemilikan Rumah/ Apartemen

Sebagian dari harga jual dibiayai oleh bank pemberi kredit. Pembeli cukup membayar uang muka sedangkan sisanya dibiayai dari kredit yang akan diangsur oleh pembeli setiap bulan. Jika bank menyetujui permohonan kredit nasabah, maka akan dibuatkan akad kredit antara bank dengan nasabah. Selanjutnya bank akan mentransfer seluruh dana kredit tersebut ke perusahaan pengembang sebagai pelunasan harga jual bangunan. Pembayaran uang muka dari calon pembeli (baik sekaligus maupun diangsur) terhutang PPN.

c. Sewa

Untuk gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan biasanya dilakukan dengan cara sewa. Besarnya biaya sewa dihitung berdasarkan tarip sewa per M2 per bulan. Selain biaya sewa, penyewa juga akan dibebankan service charge . Biaya sewa biasanya dibayar dimuka oleh penyewa untuk beberapa bulan sekaligus  sedangkan service charge akan ditagih setiap bulan.

d. Cicilan Tunai

Pembeli mencicil harga jual bangunan mulai saat pembangunan dimulai sampai dengan selesainya pembangunan, biasanya masa cicilan kurang dari satu tahun.

Hal-Hal Lainnya

Permasalahan dalam bisnis properti (real estate) sangatlah kompleks jika kita memperbincangkan dalam konteks kewajiban perpajakannya. Seorang pengusaha properti (real estate) akan memiliki kewajiban perpajakan PPh Pasal 25/29 disamping PPh Final (Pasal 4 ayat 2)  sepanjang bergerak dalam bidang real estate jenis properti perumahan/town house karena pada umumnya pengelola juga menangani sport center, fasilitas hiburan dll.

Dalam hal kepemilikan tanah, sering pula  terjadi  kerjasama antara pemilik tanah dengan pengembang dalam bentuk kuasa jual sehingga kepemilikan tanah tetap atas nama pemilik tanah dan pengembang hanya membangun bangunan di atas tanah yang bersangkutan. Fakta ini menyebabkan secara formal terjadi penyerahan dari pemilik tanah kepada pembeli tanah dan bangunan (konsumen), padahal  bangunan tersebut merupakan milik pengembang. Pada umumnya transaksi ini dapat terjadi karena adanya perjanjian kuasa jual antara pemilik tanah dan pengembang yang di dalamnya berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hal ini   ini diketahui  setelah adanya permohonan mutasi  atau pemecahan SPPT  dari pemilik tanah kepada konsumen di kantor pajak setempat.

Untuk menghindari kecurigaan terhadap harga jual properti yang dilaporkan pengusaha properti ada baiknya seorang AR melakukan konfirmasi harga yang sebenarnya kepada konsumen secara langsung dari rumah ke rumah atau memperoleh bukti transfer dari konsumen atau pengembang  apabila transaksi dilakukan melalui bank atau pernyataan secara tertulis di atas materai.

Beberapa hal yang juga perlu diperhatikan adalah terdapat beberapa perusahaan yang bekerjasama dengan pihak lain membangun fasilitas jalan atau fly over yang akan diserahkan pada pihak lain sehingga penyerahan tersebut termasuk kategori pemakaian sendiri dan terutang PPN dengan DPP nilai lain sebesar harga pokok.

(Bersumber dari  catatan-catatan seputar penggalian potensi perpajakan dibidang properti (real estate)

Dasar Hukum

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tanggal 16 April 1996 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 Tanggal 04 Nopember 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
  4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
  5. Keputusan Menteri Keuangan  N0. 635/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.
  6. Keputusan Menteri Keuangan  N0. 392/KMK.04/1996 tanggal 05 Juni 1996 tentang Perubahan KMK N0. 635/KMK.04/1994 Tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 243/KMK.03/2008 Tentang Perubahan Kedua Atas KMK No. N0. 635/KMK.04/1994 Tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.
  8. SE-04/PJ.33/1996 tanggal 26 Agustus 1996 Tentang Pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
  9. SE-02/PJ.33/1997 tanggal 30 Juli 1997 Tentang Tindak Lanjut Ketentuan Peralihan Pasal 11 A PP No. 27 Tahun 1996.
  10. SE-55/PJ.42/1999 Tentang PPh WP Badan Yang usaha pokoknya melakukan transaksi penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
  11. SE-80/PJ/2009 tanggal 27 Agustus 2009 Tentang pelaksanaan PPh yang bersifat final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.