Bagi pegawai pajak tentu sangat paham pelaksana yang bernama Penelaah Keberatan (PK), apa tugas dan fungsinya. Namun bagi wajib pajak tentu akan ada banyak pertanyaan tentang eksistensi PK tersebut, kenapa? Karena salah satu cara untuk mencari keadilan atas suatu Ketetapan Pajak yang dikenakan pada mereka adalah melalui pekerjaan yang dilakukan oleh PK.

Khalayak umum mengatakan istilah PK tersebut dengan “Hakim Kecil” karena mereka harus dapat memutuskan secara independen tanpa adanya tekanan baik penerimaan pajak ataupun perintah, begitu kan?. Walau sudah 16 tahun bekerja sebagai petugas pelaksana di kantor pajak dan baru kali ini 3 (tiga) bulan bertugas sebagai pelaksana PK walaupun tidaklah sulit menterjemahkan tentang tugas dan fungsinya apalagi bagi petugas PK seperti ogut ini, hal ini dikondisikan karena konon diwajibkan menjalani On the Job Training (OJT) terlebih dahulu :(, bolehlah kiranya saya menceritakan sedikit tentang hal-hal sehubungan pekerjaan ogut sekarang ini.

Penelaah Keberatan adalah pegawai yang diangkat pada setiap Seksi dan Bidang Keberatan dan Banding atau Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Penelaah Keberatan mempunyai tugas melakukan penelaahan terhadap permohonan keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar yang diajukan oleh Wajib Pajak (Tentang ini dapat dilihat dalam tulisan sebelumnya yang berjudul Sekilas Tentang Sengketa Pajak).

Beruntung sebelumnya saya sudah pernah menjadi pemeriksa, mengetahui bagaimana beratnya meneliti kembali apa yang telah dilaporkan benar menurut wajib pajak tentang kewajiban perpajakannya. Pernah pula menjadi Juru Sita Pajak Negara (JSPN) sehingga memahami bagaimana macam keluhan wajib pajak atas dasar ketetapan yang menjadi sengketa dan pelunasan tunggakan pajak yang ditagih, dan beruntung pula pernah menjadi Account Representative (AR) baik di tingkat Pratama maupun Madya sehingga saya memahami kenapa seorang AR menerbitkan suatu ketetapan pajak (STP). Nah, setelah kali ini saya menjadi petugas PK ada banyak hal tentang pola pikir (Mindset) yang harus diolah dengan baik, sehingga saya dapat mengedepankan keadilan bagi wajib pajak (Itulah yang diharapkan dan disampaikan oleh Kepala Bidang Keberatan dan Banding yang menjadi atasan ke-2 ketika pertama kali bertugas). Lalu coba kembali saya renungkan dan mantapkan langkah untuk melaksanakan tugas dengan baik dan benar. Lalu saya mencoba menguraikan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan ini yaitu diantaranya :

  1. Apakah mungkin memiliki opini yang berbeda dengan apa yang dilakukan Pemeriksa maupun AR sehingga dapat mengubah suatu ketetapan ?
  2. Apakah PK memiliki kewenangan mewakili Tuhan dalam memberi keadilan kepada wajib pajak sekaligus Pemeriksa atau AR tersebut jika dasarnya dari Kitab yang sama (Peraturan Perpajakan maksudnya 🙂 ) ?
  3. Apakah etis PK menyampaikan kesalahan-kesalahan pemeriksa atau AR dalam melakukan penetapan yang mengakibatkan adanya sengketa pajak.
  4. Apakah tidak menimbulkan polemik jika saya mengabulkan permohonan keberatan wajib pajak sementara Pemeriksa telah melakukan pekerjaannya dengan baik?
  5. Apakah pantas seorang yang penghargaannya lebih kecil dapat mematahkan opini dari seorang yang lebih dihargai di institusinya sendiri?

Sebenarnya masih banyak hal-hal lain yang perlu dijelaskan agar independensi seorang PK dapat bekerja dengan luar biasa, namun ke 5 (lima) poin diatas coba saya uraikan dan pahami sendiri dengan menurut versi nalar saya yang sempit ini.

1. Apakah mungkin memiliki opini yang berbeda dengan apa yang dilakukan Pemeriksa maupun AR sehingga dapat mengubah suatu ketetapan ?

Berbicara tentang kata mungkin, jelas sangatlah mungkin seorang PK memiliki opini yang berbeda dengan apa yang dilakukan Pemeriksa maupun AR, dan hal ini dapat mengubah suatu ketetapan yang dilakukan oleh Pemeriksa maupun AR. Sebagai contoh seorang PK pasti akan dipengaruhi hal-hal diluar Aspek Formal semisal substansi Aspek Material yang benar namun aspek formal yang salah dimana wajib pajak memang real melakukan transaksi bisnis namun tidak mengadministrasikan dokumentasinya dengan baik. Walaupun seorang PK tidak bisa bermanufer layaknya seorang pemeriksa akibat limitasi dimana  sumber data yang dipergunakan antara proses Pemeriksaan oleh Pemeriksa harus sama pada proses penyelesaian tingkat Keberatan sehingga PK hanya berkutat pada sengketa wajib pajak dan hasil kerja pemeriksa atas permasalahan yang menjadi sengketa dengan dasar hukum yang sama namun persepsi suatu ketentuan bisa berbeda pula. Dalam suatu obrolan dengan seorang PK senior yang kini menjadi AR mengatakan pada saya  jika seorang PK harus memaknai  aturan dengan makna semantik dalam membaca suatu peraturan.

2. Apakah PK memiliki kewenangan sehingga dapat memberi keadilan kepada wajib pajak sekaligus Pemeriksa atau AR tersebut jika dasarnya dari Kitab yang sama (Peraturan Perpajakan maksudnya 🙂 ) ?

Hahay…. jangankan kewenangan, bahkan PK tidak diperkenankan meneliti dokumen atau data yang tidak diperlihatkan pada saat pemeriksaan. Jadi saya tidak melihat ada kewenangan karena itu kata “hakim kecil” pun tak layak disandang oleh seorang PK. Tentang bekerja secara independen mungkin dapat dilakukan tentu dengan keterbatasan keterbatasan. Peran wajib pajak sangatlah penting sehingga keadilan yang diminta oleh wajib pajak dapat dipenuhi, karena seorang PK harus mempresentasikan kepada beberapa atasan tentang kelayakan suatu keberatan diterima.

3. Apakah etis saya menyampaikan kesalahan-kesalahan Pejabat Pemeriksa atau Pelaksana AR dalam melakukan penetapan yang mengakibatkan adanya sengketa pajak.

Dalam meneliti suatu sengketa, seorang PK melalui Kepala Kantor Wilayah mengundang Tim pemeriksa yang terdiri dari Supervisor, Ketua Tim dan anggotanya. Terlihat memang yang mengundang Kepala Kantor Wilayah namun faktanya dilapangan tim tersebut hanya bertemu dengan seorang PK, dapat dibayangkan bagaimana suasana pertemuan tersebut karena masing-masing baik PK maupun Tim pemeriksa akan beradu argumen atas dasar peraturan yang sama. Dan lagi sang supervisor sudah sangat senior dan malang melintang dalam dunia pemeriksaan.

Jadi memang sangat dibutuhkan hikmat yang baik dari seorang PK dalam menghadapi hal tersebut sampai akhirnya dapat membuat keputusan yang berbeda maupun konfirm pendapat pemeriksa.

4. Apakah tidak menimbulkan polemik jika seorang PK mengabulkan permohonan keberatan wajib pajak sementara Pemeriksa telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan benar?

Pada prinsipnya seharusnya tidak, jika memiliki alasan dan penjelasan yang komprehensif serta benar (dapat dipertanggungjawabkan), namun faktanya, untuk institusi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berkembang menuju institusi yang bersih dan berwibawa tentu hal wajar jika banya timbul sikap saling curiga yang tinggi terhadap rekan yang satu dengan yang lainnya terlebih jika menyetujui keberatan wajib pajak. Sebagai contoh saya memiliki rekan PK yang menurut saya pekerja yang baik dan mumpuni pengetahuan akuntansi dan perpajakannya namun justru dipindahkan ketempat yang menurut saya tidak ubahnya seperti hukuman hingga akhirnya dia merasa kecewa dan keluar dari institusi yang membesarkannya, kenapa? katanya konon dia berani berargumen terhadap atasannya tentang suatu opini atas suatu sengketa. Secara pribadi saya sedih dan kecewa, bagi saya yang telah modern (istilah perubahan menuju baik dalam institusi kami)) sejak pertama kali sebaiknya tidak perlu lagi dipelihara sikap curiga, karena sudah banyak ditempatkan pengawas-pengawas (Istilah kerennya Spy atau Agent), jadi serahkanlah kepada pengawas2 rasa itu.

5. Apakah pantas seorang yang penghargaannya lebih kecil dapat mematahkan opini dari seorang yang lebih dihargai di institusinya sendiri?

Alangkah kagetnya saya ketika ada wajib pajak mengantar berkas berkardus-kardus kepada petugas PK, ada apa… aya naon? walah ternyata berkas tersebut adalah berkas yang harus diperiksa kembali oleh petugas PK untuk membuktikan bahwa opini pemeriksa salah…. awalnya saya berfikir bahwa berkas yang diberikan itu adalah khusus berkas yang menjadi sengketa, ternyata tidak juga, bahkan dari obrolan dengan wajib pajak dikatakan bahwa berkas tersebut baru diambil dari KPP dimana tempat dia diperiksa… seluruhnya.. alamaaak???

Dalam struktur oranisasi sangatlah jelas, bahwa pemeriksa adalah pejabat fungsional dimana semua mengakui dan menerima bahwa mereka mendapat lebih terhadap suatu tunjangan karena tugas dan fungsi mereka konon katanya lebih berat, berbeda halnya dengan petugas PK, namun petugas PK meneliti kembali apa yang sudah dilakukan oleh pejabat fungsional tersebut.

Tulisan ini hanya sekedar gambaran buat PK baru macam saya ini, karena yang saya pahami jikalau seorang Fungsional Pemeriksa bekerja dengan petunjuk pelaksanaan yang diatur dalam kebijakan pemeriksaan berupa program pemeriksaan berbeda halnya dengan PK… walau sampai saat ini secara otodidak saya mencari rumusan untuk bekerja dalam bidang yang benar2 baru buat saya ini, karena saya tidak ingin mendapat gaji buta dengan mengikuti secara total hasil pemeriksaan artinya hanya menyalin kembali yang berujung ditolaknya keberatan atau pengurangan yang diminta wajib pajak. Dan coba saya uraikan apa yang menjadi gambaran saya beberapa tahun kedepan terhadap bidang saya ini.

Data Dan Aturan  Khusus Yang Menjadi Sengketa

Dari beberapa sengketa yang masuk, terdapat suatu sengketa dimana semua koreksi pemeriksa tidak disetujui oleh wajib pajak, sempat hati bertanya apakah demikian adanya, tentu wajib pajak paham akan konsekuensinya. Dari berkas warisan yang saya terima (tentu juga berkas baru) saya tegaskan kepada wajib pajak untuk menunjukan data dan aturan yang menunjukan bahwa sengketa mereka layak untuk dipertimbangkan.

Fokus Pada Bidang Pekerjaan

Konon pernah terdengar khabar bahwa petugas PK cenderung bersikap lebih baik menolak keberatan wajib pajak dan membiarkan proses berlanjut ke tingkat banding, daripada menerima keberatan yang diajukan wajib pajak dengan alasan yang sudah saya sebutkan diatas yaitu alasan pengamanan penerimaan yang dikuatkan perintah atasan. Sepenuhnya saya tidak pernah setuju dengan khabar tersebut walau memang bisa terjadi akhirnya  seperti rekan saya yang memutuskan keluar tersebut.

Hal ini mungkin akan dapat dihindari jika saja wajib pajak dapat menunjukkan dokumen  yang telah diperiksa bahwa pemeriksa lalai dalam mengolah data dan mengartikan suatu aturan serta responsif memberikan masukan kepada petugas PK tentu dengan hal-hal yang beres. Saya percaya bahwa para pemikir disana sudah cukup baik hingga menelurkan suatu bidang dimana di dalamnya ada petugas PK, karena masih tetap sinergi dengan fairness dan good governance dimana persoalan keberatan dilakukan di unit yang berbeda sehingga seorang PK dapat bersikap netral dalam suatu penelitian  keberatan yang menjadi sengketa .

Bersambung

🙂