Nats : Yoh. 11 : 36 – 44

Reaksi para pemimpin agama Yahudi setelah menyaksikan Yesus membangkitkan Lazarus: resah, terancam dan mulai memikirkan strategi untuk membunuhNya. Sebenarnya niat itu sudah ada di Yoh.5 & 9, tapi di Yoh. 11 jadi meningkat, ingin merealisasinya. Memang, sebelum Lazarus dibangkitkan, kita tak habis mengerti: mengapa Yesus tak segera menyembuhkan Lazarus, orang yang dikasihiNya itu sebelum dia terlanjur mati, malah menunggu sampai setelah dia dikubur empat hari baru muncul di Betania? Karena itu adalah saat, Dia menyatakan mujizat terbesar diantara tiga puluh lima mujizat, yang Dia lakukan sepanjang hidupNya di dunia. Karena mujizat di Yoh.11 ini bukan sekedar mengisi kebutuhan jasmani ribuan orang, melainkan mujizat yang sekaligus juga perang dengan kuasa setan dan kuasa maut: merebut kembali orang yang dikuasai oleh maut. Membuktikan bahwa Dia adalah Penghulu hidup. Karena sesungguhnya, tidak pernah ada seorang manusia yang berkuasa mengalahkan maut. Sebab kuasa yang manusia miliki, termasuk kuasa yang dimiliki oleh negara adidaya: Amerika, Rusia… adalah sama: kuasa untuk membunuh. Bahkan seiring dengan kemajuan tehnologi, senjata yang manusia pakai untuk membunuh juga terus berkembang: dari batu, panah, panah berapi, senapan, bom atom, bom hydrogen, bom nuklir…. Semakin besar kuasa seseorang, bukan semakin besar kemampuannya untuk mengubah orang jahat jadi orang bermoral, melainkan semakin besar kemampuannya untuk menghancurkan; membunuh.

Itu juga yang kita saksikan dalam diri orang Parisi, setelah mereka menyaksikan Yesus membangkitkan Lazarus, justru semakin berniat untuk membunuh Yesus. Mengapa? Karena orang berdosa hanya memikirkan kesenangan dan keuntungan diri. Bahkan tak segan-segan menyingkirkan sang Penghulu hidup. Istilah yang terdapat di Kis.3:15, “kau telah membunuh Penghulu hidup. Tapi Allah membangkitkan Dia dari kematian”. Mengerikan, bukan? Dan yang lebih mengerikan adalah: berani memperalat agama, yang seharusnya memberi pengharapan, cinta kasih, damai, rasa saling menghormati…. pada manusia itu untuk membunuh sang Pemberi hidup. Di Yoh. 11, kita menemukan beberapa statemen penting yang Yesus ucapkan sebelum dan sesudah Dia membangkitkan Lazarus: “singkirkan batu itu!” “Lazarus, keluar!” “Bukalah ikatan yang membelenggu dia, agar dia dapat berjalan”. Tiga point itulah yang kita implimentasikan dalam penginjilan, minta Tuhan menyingkirkan batu yang menghalangi manusia, agar mereka mampu keluar dari kematian dan melepaskan mereka, agar mereka dapat menikmati hidup bebas di dalam Roh Kudus. Selain ketiga statemen diatas, juga ada statemen yang Yesus katakan pada Allah; BapaNya: “Aku bersyukur padaMu, karena Kau sudah mendengarkan Aku….”. Di seluruh Alkitab terdapat belasan catatan tentang orang mati dibangkitkan. Di P.L., dua orang nabi: Elia dan Elisa, masing-masing pernah membangkitkan seorang anak di masa hidupnya. Setelah Elisa mati, pernah ada satu mayat yang terkena pada tulang-belulangnya dan bangkit. Yehezkiel melihat akan visi orang-orang yang dibangkitkan. Lalu di P.B., Yesus membangkitkan tiga orang: Anak perempuan Yairus yang berusia 12 tahun. Anak dari janda di kota Nain, seorang pemuda, yang jasadnya sedang diusung ke kubur. Lazarus yang sudah dikubur empat hari. Saat Yesus disalib, ada sekelompok orang yang bangkit, menyatakan diri pada banyak orang di Yerusalem. Yesus sendiri bangkit dari kematian. Setelah Yesus naik ke sorga, Petrus membangkitkan Dorkas, wanita Kristen dewasa yang sangat murah hati, suka mendermakan uangnya pada orang-orang miskin. Paulus membangkitkan Eutikhus, pemuda yang mengantuk saat mendengar khotbah dan terjatuh dari lantai tiga. Di hari Kiamat, ada dua orang yang akan dibangkitkan. Jadi, sebelum Yesus inkarnasi ada dua orang nabi yang pernah membangkitkan tiga orang. Dan setelah Yesus naik sorga, ada dua rasul yang pernah membangkitkan dua orang. Tapi Yesus sendiri, membangkitkan tiga orang; rekor tertinggi di sejarah. Bukan saja demikian, saat Yesus membangkitkan orang mati juga sangat berbeda dengan saat Elia dan Elisa, Petrus dan Paulus. Karena sebelum keempat orang itu membangkitkan, selalu berdoa dulu pada Allah. Mengapa? Karena mereka bukan Allah, hanya manusia Allah cipta dan Allah panggil jadi hambaNya, melayani Dia. Maka sebelum mereka membangkitkan harus minta pertolongan, konfirmasi, penyertaan Allah dulu. Apakah sebelum Yesus Kristus membangkitkan juga perlu berdoa? Tidak pernah dan tidak perlu. Karena Dia adalah Allah. Maka, kalau kita tak dapat membedakan Yesus dan pendiri agama, nabi, rasul, iman kita buta adanya. Ingat: Christ need not to pray for the power to rais the death. Because He Himself is God, Dia dapat mengerjakan pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh Allah. Maka saat Dia membangkitkan anak Yairus, cukup mengatakan: “talitakum”; Aku memerintahkan kau bangun! Dan kepada anak tunggal dari janda di kota Nain, yang sedang diusung ke kubur itu, Dia cukup dengan memegang kayu pengusung sambil berkata: hai anak muda, Aku memerintahkan kau bangkit. Demikian juga saat membangkitkan Lazarus, orang ketiga yang Dia bangkitkan, Dia juga tak berdoa. Mungkin kau berdalih: bukankah Dia mengatakan sesuatu yang cukup panjang pada BapaNya (ay.41)? Perhatikan: what did Jesus say, before He raises Lazarus, who had buried for four days? Dia menengadah ke atas dan berkata: “Bapa, Aku mengucap syukur kepadaMu….” — Dia bukan berdoa tapi bersyukur. Apa bedanya berdoa dan bersyukur? Doa seorang panjatkan saat dia membutuhkan sesuatu. Tapi syukur adalah pernyataan terimakasih seorang. Bandingkan dengan doa Elia sebelum menaikkan korban bakaran: “Tuhan, turunkan api sorga dan bakar habis korban bakaran ini. Show Your people, that You are the only God and I am Your servant”. Yesus bukan berdoa, tapi bersyukur, karena Bapa selalu mendengarkan Dia.

Kita pernah membahas tentang tata bahasa yang Alkitab pakai dalam menuliskan janji Tuhan, yang Dia sampaikan dalam bentuk nubuat; prophecy: sesuatu yang belum terjadi (not yet happen) tapi pasti akan terjadi (will happen in the future). Alkitab bukan menggunakan future tense tapi past tense — indah luar biasa, bukan? Karena saat Allah mengatakan: “Aku akan…” yang seharusnya mengacu pada future itu justru menggunakan past tense; bagai kita sudah mendapatkannya. Mengapa begitu? Guna menegaskan bahwa janjiNya tak akan pernah berubah. Sama seperti hal-hal yang telah terjadi di sejarah, yang sudah lewat, tak ada yang dapat mengubahnya. Begitu juga janji Tuhan, pasti akan terwujud. Itulah yang Yesus maksudkan: “you had heard Me” — Lazarus pasti bangkit, maka Aku tak perlu berdoa minta untuk hal itu. Itu sebab, banyak kebenaran yang tersimpan di dalam peristiwa besar ini, yang harus kita pelajari. Ada kalanya kita juga bertanya-tanya: Tuhan, mengapa Kau tunggu sampai anakku sudah mati baru Kau kirim hambaMu datang?…. karena kita tak mengerti apa yang sedang Tuhan kerjakan dan tak sabar menunggu, langsung marah-marah padaNya, mengeritik Dia, dan menuding Dia salah. Begitu juga dalam pelayanan saya, kadang-kadang saya harus “sabar” terhadap orang-orang yang berkata: “pak Tong mesti begini – begitu”, karena pikirnya, saya tidak tahu. Padahal sesungguhnya, sebelum saya mengerjakan sesuatu, sudah lama memikirkan dan mempertimbangkan semua kemungkinan. Jadi, apa yang saya kerjakan sekarang sebenarnya sudah saya rencanakan tiga puluh tahun silam. Dan apa yang saya rencanakan sekarang, kelak, kau yang mewujudkan. Jadi, saat kau melihat saya mengconduct Symphony Orchestra, mungkin kau kira saya baru mempelajarinya. Padahal empat puluh lima tahun silam, saya sudah menghafalnya. Dengan kata lain, saya sudah mempersiapkan secara matang baru mewujudkannya. Contoh, setelah sepuluh tahun bekerja-sama dengan Pelayanan Bagi Yesus di Surabaya menyelenggarakan Surabaya Seminar. Baru memulai SPIK (Seminnar Pembinaan Iman Kristen) di Jakarta. SPIK pertama, kedua dan ketiga diadakan di Gedung Granada. SPIK keempat baru pindah ke Balai Sidang. Begitu juga rencana mendirikan Gereja Reformed. Awalnya, hanya saya lontarkan pada nyonya saya. Kapan? Th. 1979. Kapan baru diwujudkan? Th. 1989 — selang sepuluh tahun. Mengapa begitu lama? Menunggu waktu Tuhan. Itu sebab, meski saya lambat dalam banyak hal: menikah, mendirikan gereja, sekolah Kristen….. Tapi, hampir tak ada yang saya sesali di kemudian hari. Karena tidak terlalu cepat melangkah, tapi juga tak menunda-nunda terus. When the God’s time is up, do it with no hesitate, no delay, no compromise. Dari mana saya dapatkan cara kerja ini? Pasal ini, setelah Yesus Kristus mendengar Lazarus sakit, terkesan menunda-nunda waktu. Sebenarnya tidak! Tapi His time is not yet up. His timetable is different from us. Dan ketika waktuNya tiba, Dia datang di kuburnya. Meski bagi manusia, Dia datang terlambat; sudah tak ada yang bisa Dia perbuat. Tapi Dia tahu, You have heard Me; rencana Allah pasti digenapi. Maka saat Marta mengeluh: “Tuhan, dia sudah dikubur empat hari….”, Dia tidak minta maaf. Karena Dia tahu, semua itu terjadi guna membuktikan: Lazarus memang sudah betul-betul mati. Kalau Lazarus baru mati dua menit lalu dibangkitkan, orang pasti mengira dia hanya mati suri; tak percaya akan kuasa kebangkitanNya. Dunia medis pernah beberapa melakukan hal yang konyol: terlanjur melakukan sesuatu yang sangat fatal atas orang yang dikiranya sudah mati.

Pernah ada seorang menulis surat wasiat: setelah aku mati, aku ingin mendonorkan mataku untuk orang buta. Maka suatu hari, saat dia menunjukkan tanda-tanda kematian, orang tak mengeceknya lebih lanjut, langsung mencungkil matanya. Membuatnya dia bangun dalam keadaan buta. Maka setelah mendengar keluhan Marta, Yesus justru menegur dia: “bukankah Aku pernah mengatakan padamu: if you got faith, you will see the glory of God?” He did not say, if you see the glory of God, then you should have faith — konsep Karismatik, kaum injili yang dangkal. Sementara Reformed presupposition is: you should have faith, then you will…; you should have faith first. Iman harus mendahului pengetahuan, pengalaman, perasaan, mujizat… taat dulu, pegang janjiNya, baru Dia menyatakan kemuliaanNya, penyertaanNya, anugerahNya dan kuasaNya pada kita. Mengapa Tuhan Yesus menegur Marta, bukankah setiap kali Dia berkunjung, Marta selalu sibuk menjamuNya? Karena Marta sama dengan banyak orang Kristen lain, mengaku diri cinta Tuhan, giat melayani, tapi tak mengerti doktrin Reformed; imannya kacau. Maka Yesus menegur dia: “I’d told you already…What does it means? You never listen carefully to the word of God. Jadi, dengarlah firman Tuhan dengan seksama, jangan sambil mendengar firman sambil menoleh ke sana – ke mari: siapa yang hari ini tak hadir, pakaian siapa yang paling bagus.., mana mungkin dapat mendengar dengan konsentrasi? Biar kita meneladani Maria: mendengar firman dengan teliti, sungguh-sungguh ingin mengerti, agar firman Tuhan masuk ke dalam hati kita, membuat kita tidak terus mengulang-ulang kegagalan yang pernah kita perbuat. Saat Yesus ingin ke kubur Lazarus, Marta sempat berpikir: untuk apa ke sana, jasadnya saja sudah berbau busuk? Tapi Yesus tak peduli akan apa yang Marta pikirkan. Karena He had His schedule. Dia tetap ke kubur, dan wibawaNya yang besar membuat orang-orang Yahudi tak bisa tak mengikut Dia. Meski mungkin ada juga yang berpikir dalam hatinya: gila! Lazarus sudah dikubur empat hari, apa yang bisa Dia lakukan? Hanya saja tak berani bicara. Begitu Yesus tiba di kubur, Dia memerintahkan: “singkirkan batu itu!”. Karena orang Yahudi meletakkan jenazah di dalam gua dan menutup rapat-rapat dengan batu besar, yang paling sedikit harus didorong oleh tujuh orang, sehingga bau bangkai tak merebak ke luar. Jadi, untuk menjalankan perintah Yesus itu paling sedikit membutuhkan tujuh orang. Tentu tidak mudah, bukan? Karena ketujuh orang itu selain harus sehati, juga harus siap untuk tahan napas, karena setelah batu digulingkan, bau bangkai yang sangat menyengat pasti akan keluar dari sana. Tapi karena Yesus yang memberi perintah, ada saja orang-orang yang siap menjalankan perintahNya. Setelah batu disingkirkan, Yesus mengatakan statemen yang kedua: “Lazarus, keluar!” — perintah yang Dia tujukan pada orang mati. Mungkinkah orang yang sudah mati mendengar perintahNya? Ini adalah sesuatu yang transcend logic, illogical. Tapi itu adalah fakta, Tuhan memanggil kita pada saat kita masih mati. Dan itu juga merupakan paham dari Reformed theology: the grace of God is prior to human’s response. Orang Kristen Baptis mengeritik: “Reformed, Presbiterian salah: membaptis anak yang belum bisa percaya” Kalau ditanya: “salahnya dimana?” “Alkitab mengatakan, barangsiapa percaya dan dibaptiskan, dia diselamatkan” “baca kalimat berikutnya” “tetapi barangsiapa tak percaya, dia binasa” “Jadi, apa yang ditekankan: baptis atau percaya?” “Percaya. Tapi seorang anak toh belum dapat menyatakan percaya pada Tuhan” “Mana mungkin dia, yang mati rohani dapat berrespon pada Tuhan? Kecuali kita beroleh anugerahNya. Maka Tuhan Yesus memanggil Lazarus, waktu dia mati; terbaring di kubur. Mana mungkin dia mendengar? Ingat: di hadapan Allah, tak ada orang mati; semua orang hidup. Hanya saja: ada yang hidup di dalam kematian, ada yang hidup di dalam kehidupan? Apa maksudnya? Ada yang hidup di dalam kematian; dosa, ada yang hidup di dalam hidup baru yang Roh Kudus karuniakan. Maka saat kita mati di dalam dosa: berzinah, berjudi, pencandu narkotik….. Tuhan memanggil kita dan kita dan harus memberikan respon. Sama seperti Lazarus, waktu dia mati, Tuhan Yesus memanggil dia: “Lazarus, keluar!” dan kata Alkitab: orang mati itupun keluar — mengandung arti yang sangat dalam. Ini adalah kali keempat dalam hidup saya membahas Injil Yohanes. Dan semakin membahas justru semakin kagum akan firman Tuhan: Jesus did not say to the living one, He cried to the death Lazarus. Dan Dia bukan mengatakan: Lazarus bangkit. Karena jika Lazarus tak bangkit, tentu dia tak akan keluar dari kubur, bukan? Lazarus keluar dari kubur adalah bukti bahwa kuasa kebangkitan sudah berlaku atasnya. Mengapa bisa begitu? Karena You have heard Me: You had done your part, and now, I called upon his name. And the death one listen to My calling, keluar dari kubur. Sekali lagi membuktikan, di hadapan Allah, tak ada orang mati! Juga perhatikan, Yesus bukan berseru: hai orang mati, keluar, maka Lazarus keluar. Tapi “Lazarus, keluar!” dan orang mati itupun keluar. Karena kalau Dia berseru: hai orang mati, keluar! semua orang mati akan keluar dari kubur. Maka Dia memanggil namanya: Lazarus…. menegaskan soal individual calling. Not as Karl Barth said: we are collectively called in Christ. Paulus juga mengatakan: “pada waktu aku masih di rahim ibuku, Dia memanggilku” – panggilan pribadi. Petrus juga dipanggil secara pribadi, saat dia di pantai. Jadi, Tuhan memanggil kita satu per satu; He called upon your name: Lazarus….! sehingga tak mungkin ada orang lain yang bisa ikut-ikutan. Karena panggilan Tuhan pada Stephen Tong adalah panggilan pribadi. Dan Stephen Tong should respond to God individually. Because we are created individually, distinctively, so we should react to God individually. Jadi saat Yesus memanggil Lazarus, hanya dia yang mendengar panggilan itu, dan hanya dia yang keluar dari kubur. Mungkinkah ada yang ikut-ikutan dengannya? Tak mungkin! Karena yang Tuhan Yesus panggil adalah Lazarus, bukan yang lain. Jadi, waktu panggilan Tuhan tiba pada seseorang, dia harus berrespon. Bahkan Lazarus yang sudah dikuburkan empat haripun harus bangun dan keluar dari kubur. Menandakan kuasa kebangkitan Tuhan sudah berlaku atasnya, memampukan dia berdiri dan keluar dari kubur — mengindikasikan dia sudah diselamatkan. Hanya saja, tubuhnya masih dibalur dengan empat puluh lima kilo rempah-rempah, dililit pula dengan kain kapan yang + empat puluh lima meter panjangnya. Jadi, masih terikat. Begitu juga saat kita diselamatkan, belum terlepas dari dosa-dosa berzinah, berjudi…. Karena kita memang dibangkitkan pada saat kita mati. Persis seperti yang tertulis di Ef. 2:1, when we die in sin, and He call us. So we have to react to His calling, bukan atas kemauan kita, namun atas anugerahNya, datang padaNya dan mengakui diri kita yang Dia panggil itu masih terbelenggu.

Dua minggu lalu, papa dari Ev. Alwi Syaaf, rekan yang kita kasihi meninggal dunia. Saya percaya, di saat-saat terakhir, dia menerima Tuhan Yesus. Mengapa menunggu sampai saat terakhir? Karena dia adalah  orang baik. Dan orang baik sering kali merasa diri kurang baik; tak layak. Masalahnya, apakah Tuhan memang menunggu kita sudah suci mutlak baru memanggil kita? Tidak, itu adalah konsep yang salah. Ingat: Dia memanggil kita waktu kita mati; masih di dalam dosa. Bagaimana keadaan Lazarus saat keluar dari kubur: apakah masih terikat? Ya. Mengapa? Karena dia sudah mati, jasadnya dililit dengan kain kapan dan dimasukkan ke dalam kubur. Dan ingat, orang yang membutuhkan hidup baru, yang harus memberi respon pada panggilan Tuhan adalah orang yang terbelenggu. Maka setelah seorang bangkit; selamat, dia perlu mendengar firman. Karena mendengar firman yang benar dapat membuat dia yang tadinya belum Reformed pelan-pelan tergugah dan jadi Reformed. Sebab Reformed is in making, not Reformed already. Begitu juga orang-orang yang belum mengenal Kristus harus dibawa mengenal Dia lewat penginjilan. Karena Christianity in making. And Reformed Christian is in making. Di antara kita pasti banyak orang yang dulunya bukan Reformed, tapi semakin hari semakin sadar akan pentingnya teologi Reformed. Kata Os Guinness: we speak only to the thingking people. Tapi Stephen Tong: we speak to people and cause them to think. Bedanya: already – fix and in making – process. God is always doing everything in process, to make something which is not possible become possible, to make whom, who are non Reformed become Reformed, non Christian become Christian. So you do not need to wait untill everything is fine then you do something for God. You do God’s work to make something to be done, to create a chance, an improvement, and that is a changing process. Ini penting sekali. Adakah Yesus memerintahkan orang-orang membukakan ikatan Lazarus dulu baru menyuruhnya keluar? Tidak! Tapi menyuruh dia keluar dulu. Begitu juga saat kau percaya Yesus, mungkin masih terikat dengan perjudian, perzinahan….. dosa-dosa. Yang penting, saat kau mendengar firman Tuhan, kau yang masih terikat, bukan memegangi ikatan dan membuang firman Tuhan, tapi peganglah firman Tuhan dan buanglah ikatan — proses. Ingat: kita memang tak sempurna, tapi we are in making, kita diubah dan diubah, sampai saat bertemu dengan Tuhan di sorga, Dialah yang akan menyempurnakan kita. Teologi John Wesley mengajarkan: manusia bisa jadi sempurna, saat dia di dunia. Tapi teologi Reformed mengajarkan: we are not able to be perfect with our own effort. But we shall be made perfect at that day — pasif. Jadi saat kita mendengar firman, Seminar, mempelajari filsafat, biar kita terus bertumbuh, jadi semakin kudus, semakin dekat Tuhan. Sampai saat di sorga, we will be made perfect. Saat Yesus membangkitkan Lazarus, Dia berseru: 1. singkirkan batu itu! 2. Lazarus, keluar! Dan Lazaruspun berreaksi. Maka man is not what he thinks or what he acts or what he feels, man is what he reacts before God. Lazarus keluar — dia sudah hidup lagi. Tapi apakah dia bisa bebas bergerak? Belum; karena ikatannya belum dilepas. Maka 3. release him. Jadi, not only removed the stone, but remove all things which had bounded him, agar dia dapat berjalan dengan bebas. Inilah langkah-langkah kau jadi orang Kristen: mendengar firman saat kau masih mati, dan firman akan menghidupkanmu, memberimu kekuatan untuk keluar; bukan terus di dalam kubur. Jadi jangan terus berkutat di dalam dosa, tapi melangkah dengan berani. Meski sulit, karena masih terikat. Yesus akan membebaskanmu dari belenggu; kebiasaan berjudi, berzinah, kecanduan narkotik, malas, ragu…. Dan Dia menyuruhmu berjalan; bukan dipapah. Sudah berapa lama kau jadi orang Kristen, mengapa kau masih belum berani berjalan: menginjili orang-orang di sekitarmu, memberi perpuluhan, menolong sesamamu? Yesus menginginkan kau: walk. So you should practise your faith in your daily life. Minggu depan kita teruskan dengan: apa yang terjadi sesudah Lazarus dibangkitkan?

(ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – EL)

 

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/jakarta/MRI1122.pdf