Seperti biasa apa yang menjadi tulisan saya kali ini adalah berhubungan dengan kasus sengketa pajak yang sedang saya kerjakan. Kali ini adalah akibat dikoreksinya Faktur Pajak Masukan dimana jawaban konfirmasi faktur pajak yang dilakukan pemeriksa dijawab dengan “tidak ada” dan atau belum dijawab sesuai batas waktu. Sementara wajib pajak dapat membuktikan bahwa telah melakukan pelunasan/pembayaran didukung dengan dokumen arus uang/kas dan arus barang.

Kondisi kali ini sangat menarik karena wajib pajak sangat optimis mengatakan bahwa sengketa yang menjadi keberatannya akan diterima, mungkin tidak untuk Kantor Wilayah namun pasti menurut pengadilan pajak. Hal ini membuat saya garuk-garuk kepala yang tidak gatal. Apakah memang demikian adanya? karena jujur saja saya tidak pernah mengikuti/mengalami kasus seperti ini (maklum ogut masih baru didunia Penelaah Keberatan), karena yang saya pahami adalah Faktur Pajak adalah wilayah yang rawan penyimpangan sehingga banyak syarat ketentuan yang mengaturnya. Memang konon saya mendengar bahwa Pengadilan Pajak tidak menerima alasan koreksi seperti ini, hal ini terbukti seperti yang dikatakan wajib pajak yang sedang mengalami sengketa dalam kasus saya kali ini  (Artinya tidak perduli apakah Penjual itu tidak melaporkan penjualan/PK-nya, cacat, atau apalah itu sepanjang pembeli membuktikan arus uang/kas dan barang dapat dipastikan benar dan lengkap maka permohonan diterima di pengadilan pajak tersebut). Dan akhirnya disitulah saya ingin menuliskan kembali permasalahan ini untuk menggugah apa yang diatur dan implementasinya menurut yang saya pahami.

Berawal Dari Penyimpangan

Berdasarkan kondisi dilapangan, setiap wajib pajak yang mengajukan restitusi akibat Lebih Bayar (PPN) cenderung menjadi Kurang Bayar atau Lebih bayarnya menjadi lebih kecil, kenapa? karena setelah melalui pemeriksaan ditemukan banyak penyimpangan dimana wajib pajak cenderung meninggikan Pajak Masukan  tentu dengan cara-cara yang tidak beres  misalnya :

  • Melaporkan pembelian barang dari non-PKP menjadi pembelian dari PKP atau dengan cara mendapatkan faktur pajak masukan yang tidak dilakukan dalam transaksi perolehan BKP/JKP
  • Melaporkan pembelian dari PKP maupun non-PKP yang atas pembelian tersebut Faktur Pajak Masukannya bermasalah
  • Mengkreditkan secara berulang-ulang Pajak Masukan yang masa pajaknya tidak sama sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (9) UU PPN
  • Mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak sesuai dengan dokumen pendukung perolehan barang dan/atau pembayarannya
  • Mengkreditkan Pajak Masukan yang transaksi perolehan BKP/JKP-nya tidak ada
  • Mengkreditkan faktur pajak bermasalah
  • Mengkreditkan Pajak Masukan atas barang-barang modal yangdiperhitungkan juga sebagai salah satu komponen harga perolehan (cost) harga yang disusutkan dan/atau diperhitungkan juga sebagai salah satu komponen biaya (expense) yang dibebankan pada periode terjadinya.

Akibat hal-hal tersebut di atas, salah satu cara untuk meminimalisir penyimpangan dibuatlah suatu mekanisme cross check yang dikenal dengan nama Konfirmasi Faktur Pajak.

Sejarah Konfirmasi Faktur Pajak Masukan

Jika kita merenungkan SE-35/PJ.5/1989 tanggal 06 Juli 1989 Tentang Pengamanan Pemberian Restitusi PPN/PPnBM. Spiritnya adalah memastikan penerbit faktur pajak  telah  dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan mempertanggung-jawabkan PPN yang tercantum dalam faktur pajak keluaran (PK). Sejalan dengan spirit tersebut maka diperlukan konfirmasi atas faktur pajak masukan yang diminta kembali. Dalam ketentuan ini bahkan batasan yang dikonfirmasi tidak absolut terikat atas jumlah dibawah  Rp. 2.000.000,- jika memiliki kecurigaan yang beralasan. Dan apabila atas hasil konfirmasi yang dijawab tidak ada maupun jawaban konfirmasi belum diterima maka fiskus akan memberikan restitusi hanya sebatas yang dijawab ada.

Sejalan dengan ketentuan tersebut diatas beberapa penegasan diatur kembali dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, lebih menjelaskan secara detail hal-hal yang dilakukan dalam pelaksanaan konfirmasi. Misalkan atas konfirmasi yang dikirimkan dijawab dengan klarifikasi “tidak ada” dengan penjelasan bahwa Faktur Pajak tersebut belum dilaporkan oleh PKP Penjual dan KPP domisili PKP Penjual telah menerbitkan SKPKB/SKPKBT atas Faktur Pajak yang belum dilaporkan PKP Penjual tersebut maka Faktur Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

….. Loading

Dasar hukum

  1. KMK No. 1083/KMK.01/1984  tanggal 24 Oktober 1984 Tentang tata cara pengembalian kelebihan pembayaran PPN.
  2. KMK No. 615/PJ.5/1989 tanggal 05 Juni 1989 Tentang tata cara pengembalian kelebihan pembayaran PPN dan PPnBM.
  3. SE-35/PJ.5/1989 tanggal 06 Juli 1989 Tentang Pengamanan Pemberian Restitusi PPN/PPnBM.
  4. Loading…