Firman : Yoh. 11 : 45 – 54

Minggu lalu kita sudah membahas tentang mujizat terbesar yang Yesus Kristus lakukan dalam pelayananNya selama tiga setengah tahun: membangkitkan orang mati. Dan kuasa IlahiNya dalam mengalahkan kuasa maut juga semakin dan semakin nyata. Karena anak Yairus Yesus bangkitkan saat dia baru mati. Anak tunggal dari janda di kota Nain Yesus bangkitkan waktu diusung ke kubur. Dan Lazarus, Yesus bangkit setelah dikubur empat hari. Membuat orang tak mungkin menyangkali kuasa kebangkitanNya dengan mengatakan: “Lazarus hanya mati suri”. Saat Yesus di kubur Lazarus, Dia memerintah mereka menyingkirkan batu penutup kubur. Mengisyaratkan pentingnya pre-evangelistic work. Apa itu pre-evangelistic work? Melunakkan hati manusia, agar dia siap menerima pemberitaan injil. Meski untuk menyingkirkan batu penutup butuh tenaga + tujuh orang yang kuat. Tapi harus dikerjakan, tanpa itu, Lazarus yang bangkit tak dapat keluar dari kubur. Begitu juga sebelum menginjili, perlu menyingkirkan rintangan yang menghalangi seorang menerima injil. Tiga minggu lalu, di Seminar Keluarga, saya menyinggung akan tiga hal yang menghambat orang Islam menerima ajaran Kristen: 1. Doktrin Allah Tritunggal, how can the only God consists of three persons? 2. Doktrin Allah jadi manusia: Allah itu Allah, manusia itu manusia. Manusia bukan Allah dan Allah bukan manusia. Jadi, Allah tak mungkin jadi manusia dan manusia tak mungkin jadi Allah. Karenanya mereka tak bisa menerima doktrin inkarnasi, bahkan menganggapnya sebagai omong kosong atau bidat. 3. Doktrin darah Yesus menyucikan dosa banyak orang. Karena dosa adalah kesalahan dalam kelakuan seorang. mana mungkin disucikan dengan darah? Maka jangan terlalu cepat mengatakan: Puji Tuhan, aku sudah memenangkan sekian banyak orang. Karena evangelistic work is not easy. But there are many innoncent Christians think everything so naive: merasa diri menerima panggilan untuk mengabarkan injil lalu pergi mengatakan pada orang: “Yesus mencintaimu, terimalah Dia sebagai Juruselamatmu. Karena Dia adalah Allah yang jadi manusia”, maka orang itu percaya. Padahal mungkin orang itu menertawakan di hati: omong kosong! Mengapa? Karena batu yang ada di depan kuburnya belum disingkirkan. Itu sebab Yesus memerintah mereka remove the stone. Jadi, have you removed the stone before the tomb of every soul, agar dia dapat menerima injil? Saya takut akan orang Kristen yang giat menginjili, tapi tak punya strategi, pengertian firman dan kemampuan berpikir yang memadai dan menuai cemooh orang. Sayangnya, Karismatik hanya antusias menarik orang, tapi tak suka memakai logika, hanya berseru-seru dengan nyaring sambil mengira itulah pekerjaan Roh Kudus.

Ada satu tulisan yang menertawakan orang Tionghoa: saat berkelahi selalu bersuara nyaring, karena pikirnya, dengan bersuara nyaring, kebenaran berpihak padaku. Padahal, truth is truth, nothing to do with how loud is your voice. Begitu juga saat kita mau memenangkan jiwa seseorang dengan injil, perlu tuntunan Roh Kudus dan hikmatNya untuk menyingkirkan hambatan di hatinya. Tanpa itu, kita tak berkuasa memenangkan dia. Banyak pengabar injil yang bodoh luar biasa, tapi menganggap diri hebat: asal aku bicara, Allah pasti bekerja. Saya percaya, saat kita mengabarkan injil dengan sungguh-sungguh, Allah pasti bekerja. Tapi ingat: Allah bekerja lewat bijaksana yang Dia berikan pada pemberita firman yang menyampaikan firman dengan tanggungjawab, yang taat pada pimpinan Roh Kudus, punya pemahaman akan kebenaran yang menyeluruh. Maka sebelum Lazarus dibangkitkan, statemen pertama yang Yesus Kristus kumandangkan: “singkirkan batu itu!”, mengingatkan kita harus melakukan preevangelistic work. And only Reformed theology consider about the importance of the culture mandate in removing the stone. Jadi, sebelum menginjili seseorang, kita harus mencaritahu dulu akan batu perintang yang menghambat dia: kebudayaan, filsafat, agama lain, dosa atau adat istiadat…. memahami dan coba untuk menyingkirkan batu itu. Itu adalah pekerjaan yang sangat menyita waktu. Sejak muda, Tuhan mendidik saya lewat menjawab pertanyaan orang dengan pengertian logika dan epistemologi yang sangat kuat. Maka saya memakai filsafat…. untuk membawa orang mengenali dan mengoreksi konsepnya yang dia yakini benar padahal salah.

Tapi banyak orang mengeritik: lihat, Stephen Tong bukan berkhotbah, tapi pidato filsafat, agar terlalu dirinya hebat. Dua puluh tahun kemudian, setelah mereka menyaksikan banyak kaum intelektual yang saya menangkan bagi Kristus. Baru mereka mengakui: actually, he does something, that we can not do. God is blessing His work so obviously. So remove the stone, before you call people to reseive Jesus Christ. Bukan hanya berseru-seru: “percaya Yesus”, menunjukkan antusiasmu dalam penginjilan, it does not work. Setelah batu itu disingkirkan, baru Yesus mengatakan statemen kedua: “Lazarus, keluar!” Is He mad, why did He give command to a death? Bukankah orang yang sudah mati tak lagi bisa mendengar, berjalan…., mana mungkin menuruti perintahNya? Ingat: justru karena dia mati, dia perlu dibangkitkan (Ef. 2:1). Maka He shouted to the death with the power from above, dan bangkitlah orang yang sudah mati itu. Tapi hari ini, ada banyak khotbah yang hanya mengisi audience dengan pengetahuan, bukan membangkitkannya. Kemarin, saya mengatakan pada rekan-rekan: mengapa pendeta-pendeta di Amerika berkhotbah tak beda dengan membaca buku? Selama enam puluh tahun ini, satu-satunya pengkhotbah yang berkhotbah dengan suara nyaring adalah: Billy Graham. Meski teologinya tak kuat, pengertiannya tentang Reformed sangat dangkal, khotbahnya tak terlalu berbobot, tapi dia berteriak. Bukan maksud saya mengatakan, kalau kau berkhotbah dengan berteriak, maka kau jadi Billy Graham. Saya hanya mengatakan, saat Billy Graham berteriak: “God speaks in history, God speaks through our conscienceHe is not teaching but preaching. What is the difference between preaching and teaching? To preach is to shout; cry out, to awaken the death or the sleeping peole. And to teach is to transmit your knowledge to your students, membuat mereka yang tadinya tak tahu jadi tahu. Tapi preaching adalah memberitakan sesuatu dengan beban dan api. Jumlah hamba Tuhan yang saya didik sudah lebih dari dua ribu lima ratus orang. Dan saya tahu, banyak dari antara mereka yang good as a teacher, but not good as a preacher. Karena kalau seorang menyampaikan firman dengan nada membaca, pendengarmu toh bisa membacanya sendiri di Google, di Kitab Suci, di perpustakaan…. Tapi kalau kau berteriak dengan kuasa, dibarengi dengan konten khotbah yang memadai, pendengar akan terbangun. Contoh, kalau kau tahu, di dalam rumah yang sedang terbakar itu ada seorang yang sedang tidur, mungkinkah kau membangunkan dia dengan suara lembut: “hai saudara, aku mengasihimu dan memberitahumu, api sedang ke mari, ayo keluar, jangan terus tidur”? Tidak! kau akan berteriak: “ayo keluar, ada api!”. Karena kau sedang menyampaikan message not knowledge. Maka kita harus memisahkan knowledge dan message, sampaikan berita yang urgent itu dengan dinamis dan demands. Banyak dosen teologi yang tak menyampaikan berita yang urgen dengan dinamis dan rasa tanggungjawab yang sungguh, juga tak memberikan tuntutan pada mahasiswanya. Sehingga banyak lulusan Sekolah Teologi Reformed hanya dapat menyampaikan khotbah yang rapi dan bagus, bukan menyampaikan berita yang mendesak; menyadarkan pendengarnya: aku hampir mati, butuh pertolongan. Karena mereka memang dalam keadaan tidur, bahkan terbius. Kalau tak dibangunkan akan terlena sampai mati. Bagai katak yang tidur, kalau kau masukkan ke dalam kuali yang berisi air dingin, dan kau nyalakan api kompor, kecil saja, dia akan tidur terus sampai mati. Tapi kalau kau masukkan dia ke kuali yang berisi air panas, dia langsung melompat keluar.

Setan memang menginginkan orang berdosa tidur terus sampai mati. Itu sebab pengkhotbah harus punya awakening power. Sama seperti Yesus yang berseru: “Lazarus, keluar!” Dan setelah Lazarus keluar, baru Yesus mengatakan statemen ketiga: “buka ikatan di tubuhnya”. Inilah hal-hal yang harus kita kerjakan: preevangelism: to prepare, evangelism: to preach, and post-evangelism: to follow up. Sama seperti di ay. 35, sebelum membangkitkan Lazarus, Jesus cry (ayat terpendek di seluruh Kitab Suci), bukan karena Dia tak berdaya, melainkan karena Dia mencintai orang yang Dia layani, dengan cinta yang dalam bahkan dapat dirasakan oleh orang-orang yang ada di sana. Maka barangsiapa tak mencintai jiwa orang yang dia layani, jangan dia melayani. Saya tahu, gerakan Reformed di seluruh dunia kurang kasih yang sejati dan passion yang mendalam. Jadi contohlah Yesus Kristus, He takes part in our passion, suffering, bitter experience…, so He knows how to comfort us, how to bear our burdon, how to solve our problem with true love and true sympathy. Yesus bukan hanya menyatakan diri sebagai pendeta yang pandai berpidato, juga seorang hamba Tuhan yang menangis bersama dengan orang yang menangis. Maka Dia menyuruh orang menyingkirkan batu, memanggil Lazarus dan menyuruh orang melepaskan ikatan yang membelenggu dia. Karena memang ada banyak orang yang sudah diselamatkan, tapi tetap berjudi, lemah dalam hidup seksualnya…. ada dosa-dosa yang masih membelenggunya, perlu dibebaskan. Jadi jangan stop sampai menginjili, membawa orang menerima Yesus saja, masih perlu follow up. Kiranya Tuhan memberkati kita mengerti akan seluruh rahasia yang terkandung di persitiwa ini.

Ay. 45, …. many Jewish people, who witnessed the miracle believe in Him. Alkitab sering mencatat, setelah orang melihat mujizat, maka dia percaya. Tapi jangan menjadikan hal itu sebagai satu keharusan, sampai dan beranggapan tanpa mujizat, orang tak akan dapat percaya Yesus. Gereja Pentakosta dan Karismatik jatuh di dalam kesalahan ini, memandang mujizat sebagai satu-satunya cara untuk membawa orang percaya Yesus. Perhatikan: Islam tidak melakukan mujizat, tapi berhasil membawa + seperempat penduduk dunia menjadi penganut agama Islam. Selain Kristen, dialah agama yang tersebar di seantero dunia. Mengapa orang Karismatik malah “tahayul” pada mujizat, mati-matian minta mujizat, bahkan menggunakan kesembuhan Ilahi untuk menarik orang percaya? Benarkah if there is no miracle, then no one will believe in Jesus Christ? That is non sense! Keyakinan seperti itu justru membuat kekristenan dicemooh, juga membuat kita tak melakukan pekerjaan Tuhan dengan benar, hanya minta dan minta mujizat. Bahkan tak segan-segan membuat mujizat “palsu”, membuat seorang sepertinya sembuh, padahal dua hari kemudian kambuh lagi. Celakanya, saat orang-orang sakit itu memperlihatkan gejala “sembuh”, difoto dan diedarkan lewat email ke seluruh dunia. Membuat orang memandang mereka hebat, bisa melakukan mujizat. Mengapa kekristenan jadi seperti itu? Karena sebagian orang Kristen berasumsi, mujizat adalah cara yang paling ampuh untuk membawa orang percaya. Dan tanpa mereka sadari sudah menerima strategi penginjilan yang setan sodorkan. Strategi yang mana? Ingat: pada waktu orang kaya yang di neraka itu mengusulkan pada Abraham, bangkitkan Lazarus, dan kirim dia menginjili lima orang kakakku, tentu mereka akan percaya. Itulah strategi penginjilan yang disodorkan dari neraka: if you want to win more people in evangelization, then sent one who had been resurrected to preach the Gospel — setan selalu menganggap dirinya pintar, bahkan lebih pintar dari Allah. Tapi Abraham menerima usulan itu? Tidak; dia menolak. Mengapa? Karena saudara saudaranya punya dan sudah membaca firman Tuhan, kalau mereka masih tak mau bertobat. Meski Lazarus bangkit dan memberitakan injil pada mereka, mereka tetap tak mau bertobat. Jadi, jangan berkhayal, mujizat bisa langsung mempertobatkan seseorang. Karena dalil iman yang Tuhan berikan bukan datang dari melihat mujizat, tapi faith comes by hearing. If you preach the word of God, which concerning the death and the resurrection of Christ – Gospel, people who listen carefully with the submissive mind, will accept the word and have faith in Him. Jadi, firman Tuhan Yesus Kristus yang mati dan bangkit adalah benih yang akan melahirkan iman sejati. Iman bukan lahir dari menyaksikan atau mengalami mujizat, tanda ajaib. Gereja yang tidak lagi setia pada Alkitab; firman Tuhan selalu mengira diri pintar, padahal sebenarnya tanpa dia sadari telah menerima strategi yang sodorkan neraka. Di Injil Yohanes terdapat dua ayat yang mengisahkan ada banyak orang percaya, tapi tak ada kaitannya dengan mujizat: 1. Yohanes pembaptis tak pernah melakukan mujizat. Tapi karena kesaksiannya terang Yesus Kristus benar adanya. Banyak orang percaya Yesus. So without miracle, divine healing, sign or wonders, but because of the true and honest witness about Jesus Christ, many people believe in Him. 2. Karena Yesus mengatakan: “Aku senantiasa melakukan hal yang berkenan pada Bapa”, banyak orang percaya padaNya. Maka GRII tidak mengutamakan mujizat, melainkan mengutamakan pemberitaan firman yang jujur, yang sungguh-sungguh, maka saya percaya, Tuhan akan memberkati GRII terus bertumbuh, amin? Tapi saya minta pendeta, penginjil, majelis dan semua jemaat, beritakanlah firman dengan dinamis, penuh tanggungjawab dan kasih, membuat orang merasakan urgensi dari firman yang kau beritakan dan Tuhan akan bekerja. Ay. 45, banyak orang yang menyaksikan Lazarus dibangkitkan jadi percaya Yesus. Tapi ay. 46, ada orang yang malah pergi melapor pada Kayafas; imam besar: “Lazarus dari Betania yang sudah dikubur empat hari itu baru saja dibangkitkan” “Oleh siapa?” “Yesus” “wah, Dia sudah menyembuhkan orang sakit, sekarang, membangkitkan orang mati pula. Kalau terus dibiarkan begini, semua orang pasti akan mengikut Dia. Dan kami, sepi pengikut” — mulai benci dan iri pada Yesus. Jadi, ingat: jangan mengira, kalau kau sudah melayani Tuhan dengan baik, semua orang akan senang, hormat padamu. Atau kalau kau sudah menjalankan kehendak Tuhan, semua orang akan meneladanimu. Karena rasa iri, benci, dengki, fitnah, umpat…. selalu membuat orang berupaya mencari kesempatan untuk mendongkel, merusakmu. Itulah yang mereka lakukan pada Yesus, menfitnah Dia: pembelot Yahudi, perusak agama Ibrani. Jadi, conflict of interes is always be the hindrance of the work and the Kingdom of God.

Saya banyak mengalami hal seperti itu: rekan yang dulunya baik sekali dengan saya, kemudian karena dia sudah tak ingin melakukan suatu tugas tapi saya tetap melakukannya, mulai memboikot dan memandang saya sebagai competitor, threatening power, and try to to fight against me. Actually he is Reformed. Kalau memang sama-sama Reformed, mengapa harus memusuhi? Karena conflict of interest; si “aku” merajarela. Maka Yesus Kristus yang paling tahu sifat manusia mengatakan: “if someone wants to follow Me, he should deny himself, bare his own cross, and follow Me every day. Memang terbukti, ada saja orang-orang yang telah menyaksikan Lazarus dibangkitkan, bukan menyembah Dia, malah pergi melapor. Apa sih mau mereka? Menyenangkan atasan. Ingat: Never be a slave of anybody, even a powerful man. Except God. Sekarang, waktu kita berbakti di tempat ini, di Libya masih berlangsung pembantaian manusia. Beberapa minggu ini, hati saya sangat sedih dan selalu berdoa untuk kebebasan rakyat Libya. Karena Khadafy yang sudah mengeruk uang dari hasil penjualan minyak berani mengupah militer, membuat mereka silau akan harta, lalu lupa bahwa tugas mereka adalah memperkuat negara dan membela rakyat. Bukan membela seorang diktator dan membantai rakyat. Apalagi dia bukan pemimpin tapi penguasa. Perhatikan: a leader is not a ruler. A leader is to lead. And to lead is to give example for his fellow men. But a rurel is to rule over the people, urges them to obey him absolutely. Dan itu adalah diktator. Beberapa hari ini, saya dan tiga orang dari Taiwan bekerja sampai jauh malam. Mengapa saya harus terjun dalam pekerjaan yang sangat melelahkan ini? Karena rela. Bukan demi upah tapi demi mewujudkan Museum yang akan diresmikan bulan depan. Sepuluh ribu sekian item yang akan diletakkan di museum itu perlu dipilih dan dinilai mana yang bagus, yang layak.

Saya tanyakan pada mereka: “lelah tidak?” “lelah tapi sukacita”. Tahukah anda, tak ada pendeta di gerakan Reformed yang disodori surat ikatan dinas dan dijanjikan berapa besar honornya. Not even one; termasuk saya. Bahkan beberapa rekan di office GRII, seperti Lina, Elina, John Kornelius, kadang-kadang lembur sampai jam 23, 24. Karena apa? Rela. Our God and His Son Jesus Christ is not a ruler but a leader. Dan saya; pemimpin kalian juga set the example: sudah berusia 71 tahun, bukan pensiun, tapi tiap minggu masih ke Singapore, Kuala Lumpur, Hong Kong, Taipei… bahkan demi museum, harus memilih, membayar, mengangkat barang yang beratnya puluhan kilo, lewat bea cukai…. seorang diri. ay.45 & 46 melukiskan dua jenis pendengar: ada yang submissive, respect, ada juga yang karena conflict of interest pergi mengadu. Dengan kata lain, ada yang berterimakasih for His ministry, ada yang memandang Dia sebagai ancaman, so they go to say something against him. Terlihat di sini: sebenarnya, orang Parisi dan imam besar bukan menyaksikan sendiri akan apa yang Yesus lakukan, hanya mendengar laporan sepihak. Dan langsung menanggapi dengan: “celaka, kalau terus dibiarkan, Dia pasti akan menghancurkan kebudayaan Ibrani. Maka Dia harus dienyahkan”. Ironis, bukan? Yesus membangkitkan orang mati, mereka malah berniat mematikan Yesus. Tapi inilah fakta sejarah. Apakah kau dibenci orang karena perbuatanmu yang jahat atau kau dibenci orang justru karena perbuatanmu yang bajik? Mungkin saja kau berkata: kalau jadi orang baikpun dimusuhi, lebih enak jadi orang jahat saja, bukan? Tidak, kalau kau memilih untuk jadi orang jahat, kau bersatu dengan kejahatan. Dan akibat terakhirnya, kau akan dicampakkan ke neraka bersama dengan si jahat. Tapi kalau kau memilih untuk jadi orang baik, kau bersatu dengan kebajikan. Walau tak tentu bernasib lebih baik dari orang jahat. Tapi akibat terakhirnya, kau menerima berkat Allah di dalam kekekalan. Jadi, pilihlah kebajikan, keadilan, kesucian, cinta kasih dan kebenaran, amin?

Setelah mereka melapor, pemimpin Yahudi jadi berang: karena Dia sudah melakukan banyak mujizat. Lalu kau mau apakan Dia? Kalau kau membunuh Dia, bukankah itu berarti kau menentang kehendak Allah. Karena mujizat adalah tanda bahwa Dia datang dari Allah? Memang sangat ironis: orang yang makin beragama justru makin bodoh dan bodoh, sampai akhirnya mau jadi alat di tangan setan. What did you want to kill Jesus, which goodness that He had done cause you want to kill Him? Bahkan Yesus pernah menegur mereka, simply because I tell you the thruth, then you want to murder Me? Saya sedang merenungkan tentang penyakit pimpinan agama dan kejahatan agama: banyak dosa yang tidak berani dilakukan oleh orang awam, dilakukan oleh pimpinan agama dengan sangat berani. Karena menurut dia: saya ini hamba Tuhan, pemimpinmu, tak mungkin salah. Maka kalian harus taat pada saya. Jadi, tinggi hati, munafik… adalah penyakit para pemimpin agama, yang membuat mereka berani membunuh, memperalat nama Allah; nama yang tertinggi guna menutupi semua kesalahan diri mereka. Persis statemen yang beredar di zaman Revolusi Prancis: “pemimpin agama selalu menyimpan dosa-dosa dibalik jubah agamanya. Sehingga dari luar, mereka tampak saleh, padahal sesungguhnya, dia lebih jahat dari orang lain”. Dan itulah yang tertulis di sini: setelah mereka menyaksikan mujizat yang Yesus lakukan, malah bermufakat membunuh Dia. Karena menurut mereka, kalau Yesus dibiarkan hidup, Dia akan menghancurkan mereka dan kebudayaan mereka. Maka agama bisa jadi sesuatu yang paling indah, juga bisa jadi sesuatu yang paling jahat. Sama dengan sex, can be the most beautiful gift in our life. And also sex can be the most ugly scandal, that ruins your faith, your reputation, your life, your future and your family. Jadi, sesuatu yang paling indah mungkin saja berubah jadi sesuatu yang paling mengerikan. Berkat Tuhan yang paling besar mungkin akan berubah jadi jerat bagi kita. Maka be careful of using the gift of God. Kalau Tuhan memberimu paras yang cantik, apakah kau menjadikannya sebagai modal untuk melacur? Kalau Tuhan memberimu tubuh yang kuat, apakah kau menggunakannya sebagai modal untuk berbuat jahat? Kalau ya, celakalah kau. Kiranya Tuhan memberi kita bijaksana, jadi orang yang sungguh-sungguh berpaling padaNya dan berdiri di pihak kebenaran.

 

(ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – EL)

Oleh Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://noah.byethost22.com/Ringkot/MRI1123.pdf