Tepat satu bulan setelah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 162/PMK.011/2012 tentang penyesuaian besarnya PTKP, maka kali ini Pada tanggal 22 Nopember 2012, Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan peraturan baru berhubungan dengan Faktur Pajak yaitu PER-24/PJ./2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak . Dari judulnya sekilas tampak biasa-biasa saja dan tampak tidak berbeda dengan aturan-aturan perpajakan lainnya yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak, namun saya pribadi mengatakan aturan kali ini sangat berbeda dan perlu konsentrasi kuat untuk menterjemahkannya :D. Kali ini saya mencoba mengulangi kembali apa yang sudah saya dengar, baca dan renungkan walaupun banyak biasnya tapi moga-moga dapat memberi sedikit pencerahan, itulah mengapa saya selalu  gunakan kata sekilas dalam judul jurnal-jurnalan pada blog nusahati ini :P.

Pembenahan Sistem Administrasi PPN

Jika saja pembaca sudi membaca kembali apa yang pernah saya tuangkan hal-hal tentang penyimpangan PPN melalui faktur pajak semisal: 1). Ada Apa Dengan Registrasi Ulang PKP?, 2). Sekilas Tentang Faktur Pajak Nomor Ganda. 3). Terhindar Dari Faktur Pajak Bermasalah  4). Dan lainnya. Maka sangatlah jelas maksud dan tujuan PER 24 ini dikeluarkan, yaitu melakukan pembenahan sistem administrasi PPN. Istilah pembenahan sistem administrasi PPN adalah apa yang jauh hari dicita-citakan oleh atasan saya sebelumnya yaitu Bapak Herbet H Aruan dimana idenya adalah membuat suatu sistem yang dapat mendeteksi langsung penyimpangan faktur pajak bermasalah yang dalam PER ini dinamakan “Faktur Pajak Tidak Lengkap”. Dan beliau sangat “senang” melihat defisit penerimaan PPN dalam tahun 2011 lalu, karena hal itu menarik perhatian para pengambil keputusan di Kantor Pusat sana. Dan entah kebetulan atau memang semangatnya sama maka lahirlah cikal bakal sistem seperti yang beliau idam-idamkan, karena Pengaturan penomoran Faktur Pajak yang akan diberlakukan 1 April 2013 merupakan sistem penomoran  Faktur Pajak yang bersifat sementara  menunggu fase e-invoice, dimana pada tahap e-invoice mekanisme penomoran sudah by sistem  yang direncanakan akan dimulai tahun 2014 mendatang.

Poin-Poin Perubahan Peraturan Tentang Faktur Pajak

Tentang apa saja yang diatur dalam Per-24/PJ./2012 ini silahkan membaca selengkapnya aturan tersebut, disini coba disampaikan 10 (sepuluh) perubahan disamping banyak hal yang di ubah.

Sebelumnya Per-13/PJ/2010 sttdd Per-65/PJ/2010, yaitu :

  1. Otorisasi pemberian nomor seri, mengatur bahwa Nomor Urut FP ditentukan sendiri oleh PKP secara berurutan.
  2. Syarat diberikan nomor seri Faktur Pajak, mengatur bahwa Tidak ada syarat khusus, baik PKP ataupun non PKP dapat membuat nomor sendiri.
  3. Identitas PKP khususnya alamat dan jenis barang/jasa, tidak ditegaskan.
  4. Penunjukan dan Penandatanganan FP, mengatur bahwa PKP tidak disyaratkan melampirkan fotokopi kartu identitas yang sah.
  5. Diatur dan digunakan istilah faktur cacat
  6. Penggunaan Kode Transaksi 02 dan 03, Menimbulkan multitafsir untuk transaksi yang harus dipungut oleh Pemungut dengan mekanisme normal.
  7. Urutan nomor seri Faktur Pajak, mengatur bahwa ada kewajiban membetulkan FP sehingga sequence number tetap terjaga dan Apabila tidak dibetulkan, PKP penerbit dikenai sanksi Ps 14 (4) UU KUP sementara PKP Pembeli tetap dapat mengkreditkan PM.
  8. Nomor Seri FP ganda (lebih dari satu), Wajib membetulkan FP sehingga sequence number tetap terjaga.
  9. Penerbitan FP Pengganti, mengatur bahwa diwajibkan menggunakan Nomor Seri baru dan dilaporkan di 2 Masa Pajak SPT, yaitu di masa FP yang diganti dan di masa pembuatan FP pengganti.
  10. Pengkreditan FP, mengatur bahwa FP yang tidak diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya  dan yang  tidak mengikuti tata cara sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini tidak dapat dikreditkan oleh PKP Pembeli.

Dalam Per-24/PJ./2012, yaitu :

  1. Otorisasi pemberian nomor seri, mengatur bahwa Nomor Seri FP diberikan oleh DJP dengan mekanisme yang ditentukan oleh DJP.
  2. Syarat diberikan nomor seri Faktur Pajak, mengatur bahwa Nomor Seri Faktur Pajak diberikan kepada PKP yang telah diregistrasi ulang dan PKP baru yang telah diverifikasi dalam rangka pengukuhan PKP.
  3. Identitas PKP khususnya alamat dan jenis barang/jasa, ditegaskan bahwa Keterangan FP mengenai alamat dan jenis barang/jasa harus diisi sesuai dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
  4. Penunjukan dan Penandatanganan FP, mengatur bahwa pejabat/pegawai penandatangan FP yang berhak yaitu PKP wajib memberitahukan ke KPP surat penunjukan penandatangan FP; dan fotokopi kartu identitas yang sah (dilegalisasi oleh pejabat berwenang).
  5. Istilah “Faktur Pajak cacat“ diganti dengan “Faktur Pajak tidak lengkap” agar sinkron dengan ketentuan UU KUP.
  6. Mempertegas peruntukan Kode Transaksi, yaitu kode 02 (bendahara pemerintah) & 03 (BUMN dan KPS) digunakan untuk penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN.
  7. Urutan nomor seri Faktur Pajak, Nomor seri Faktur Pajak diberikan oleh DJP dengan blok nomor urut, Penggunaan nomor yang tidak urut tidak dikenakan sanksi serta terdapat kewajiban pelaporan nomor yang tidak terpakai.
  8. Nomor Seri FP ganda (lebih dari satu), Seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri FP yang sama /ganda termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap.
  9. Penerbitan FP Pengganti, mengatur bahwa tetap menggunakan Nomor Seri yang sama, Hanya dilaporkan di SPT FP yang diganti.
  10. Pengkreditan FP, Kesalahan pengisian keterangan FP di luar kuasa PKP Pembeli tetap dapat dikreditkan (nomor tidak urut, kode cabang dan penandatangan belum diberitahukan ke KPP).

Berdasarkan aturan Per-24/PJ./2012 ini, Nomor seri Faktur Pajak hanya dapat diberikan kepada PKP yang:

  1. Telah dilakukan registrasi ulang PKP sesuai dengan Per-05 dan perubahannya atau telah dilakukan verifikasi dalam rangka pengukuhan PKP.
  2. Telah melakukan update alamat sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, apabila terjadi perubahan alamat .
  3. Telah mengajukan surat permohonan kode aktivasi dan password.
  4. Telah menerima surat pemberitahuan kode aktivasi dari KPP .
  5. Telah menerima pemberitahuan password melalui e-mail.
  6. Telah mengajukan surat  permintaan nomor seri faktur pajak.
  7. Telah memasukkan kode aktivasi dan password dengan benar pada saat mengajukan permintaan nomor seri faktur pajak.
  8. Telah menyampaikan SPT masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir berturut-turut yang telah jatuh tempo pada tanggal surat permohonan nomor seri faktur pajak disampaikan ke KPP.

Adapun tentang tata cara, perubahan nomor, kegiatan permohonan kode aktivasi dan password, dan kegiatan nomor seri faktur pajak serta lainnya akan segera dapat kita pahami selengkapnya dalam Surat Edaran yang segera akan muncul :),  berikut ini adalah kira-kira gambarannya :

Tentang perubahan nomor dapat dilihat seperti tabel berikut :

Tentang kegiatan permohonan kode aktivasi dan pasword dapat dilihat langkah pada gambar sbb:

Tentang tata cara permintaan nomor seri faktur pajak dapat dilihat pada gambar tabel sebagai berikut :

Catatan Ogut

Didalam kepenatan suatu malam di ruang kelas brevet perpajakan, saya mengatakan kepada peserta untuk update ketentuan-ketentuan perpajakan jikalau tidak ingin ketinggalan informasi seputar perpajakan, dan khususnya hal-hal yang sudah di informasikan (diatur) jauh hari sebelum diberlakukan, karena tidak ada alasan bagi para pelaku yang terlibat dalam perpajakan untuk tidak tahu. Karena Direktorat Jenderal Pajak telah giat menginformasikan suatu perubahan terhadap aturan perpajakan namun jikalau tidak ada keinginan dari dalam diri untuk paham maka tidak ada alasan pula kita merasa dirugikan dengan suatu sanksi atau ketetapan. Demikian pula halnya tentang Per-24 ini, yang menurut saya adalah suatu babak baru dalam pembenahan suatu sistem sehingga alangkah afdolnya jika mengikuti perkembangan aturan ini untuk kemudahan suatu hari nanti.

Saya masih percaya bahwa para ahli-ahli yang terlibat dalam penyusunan Per-24 ini memiliki intelektual dan motivasi yang beres yaitu untuk mengikis kebocoran-kebocoran khususnya untuk jenis pajak PPN terlebih dengan hilangnya sementara waktu potensi PPh pasal 21 yang kira-kira mencapai Rp. 13 triliunan dalam tahun 2013 nanti. Walaupun ada sedikit perasaan kecewa dengan Per-24 ini yang menurut saya masih terlalu kompromis dan merepotkan banyak pihak (kesiapan di front line). Kenapa tidak dibangun dan segera dapat launching suatu sistem yang dapat mendeteksi “faktur pajak cacat” maksud saya “faktur pajak tidak lengkap” saja, sebagai contoh Pengusaha yang telah dicabut NPPKPnya namun masih tetap menerbitkan faktur pajak dan pada saat pembeli mengkreditkan dalam laporan PPNnya sistem DJP langsung menolak sehingga antisipasi dapat dilakukan secara dini. Namun apapun kebijakan yang telah diputuskan saya mendukung dan berkata… Siap Dan!!!  🙂

Bersambung…

 (Dituliskan dalam rangka “pay it forward” dan membantu menginformasikan suatu perubahan ketentuan perpajakan , semoga bermanfaat 🙂 ).