“Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.”  (Ibrani 13:4)

Orang Kristen adalah orang yang beriman. Orang Kristen adalah orang  yang berpengharapan. Orang Kristen adalah orang yang mempunyai kasih.  Melalui iman, kita mengalahkan dunia ini. Melalui pengharapan kita menantikan dunia yang akan datang. Tetapi melalui kasih kita kembali ke dunia ini untuk menolong orang lain. Tanpa kasih tidak ada pengaruh dari diri kita kepada orang yang belum beriman. Tanpa kasih tidak ada orang lain yang akan mendapatkan faedah apapun dari iman dan pengharapan yang kita miliki. Tanpa kasih kita tidak pernah mungkin melaksanakan perintah Tuhan. Yesus Kristus yang berkata, „Orang yang mengasihi Aku, yaitu mereka yang menjalankan perintahKu.“ 

Dalam iman dan pengharapan kita melihat, mengerti, mendapatkan dan mengharapkan apa yang diperintahkan dan dijanjikan Tuhan. Tetapi hanya melalui kasih baru kita melaksanakan, menghayati, apa yang kita terima di dalam iman dan pengharapan. Iman mengalahkan dunia. Pengharapan menanti dunia baru. Kasih mengubah dunia yang rusak. Melalui cinta kasih maka kita belajar bagaimana hidup seperti Kristus. Yesus tidak berkata, „Sebagaimana engkau mencintai Aku, cintailah sesama.“ Tetapi sebaliknya berkata, „Sebagaimana Aku mencintai kamu, cintailah satu dengan yang lain.“

Mencintai tidaklah mudah. Karena bagi manusia selalu mudah untuk melihat kelemahan orang-orang di sekitarnya. Tetapi tidak mudah untuk melihat keindahan dan kelebihan. Kapankah kita dapat melihat kelebihan orang-orang di sekitar kita? Ketika dia mati. Waktu seseorang hidup kita mencari-cari kesalahannya. Kita menemukan cacat celanya. Kita hanya tahu sesuatu dari dia yang mengganggu kita. Sampai ketika dia mati kita tahu, bagaimana dia menolong kita, bagaimana  dia menjadi berkat bagi kita. Tetapi waktu sudah lewat. Mari kita benar-benar mengindahkan kesempatan-kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita, karena Tuhan tidak melahirkan kita pada hari kemarin. Tuhan tidak melahirkan kita pada esok hari. Tuhan melahirkan kita pada zaman sekarang supaya yang kita kasihi bukanlah orang yang sudah mati. Yang kita kasihi bukanlah orang yang belum datang. Yang kita kasihi adalah orang yang di sekitar kita, di sekeliling kita, sebelah kita, tetangga kita, yang banyak memiliki kelemahan yang kita ketahui. Justru itu yang kita perlu kasihi. „Peliharalah kasih persaudaraan!“ Ayat pertama dari Ibrani pasal 13 jelas sekali. Dan jangan lupa memberikan tumpangan kepada orang-orang yang bertamu, menerima orang lain, menerima karakter, kekurangan, fakta daripada oknum di luar dirimu. Menerima mereka sebagaimana kau mengetahui dirimu yang memiliki kelemahan. Semakin kita menerima orang lain, semakin mudah bagi kita untuk memberikan tumpangan. Memberikan tumpangan hanya merupakan sesuatu tindak lanjut dari suatu mental yang menerima. Coacceptance. Menerima satu dengan yang lain. Kalau orang berbeda pendapat, biarkanlah karena dia orang lain. Saya mau, orang-orang di dalam majelis maupun di dalam gereja memiliki pendapat yang berbeda.

Karena dengan demikian kita melihat dari sudut-sudut pandang yang lain untuk keseluruhan perkara, bukan hanya dari sudut pandang saya sendiri saja.  Dengan demikian kita lebih objektif, seimbang dan menyeluruh. Supaya ada pengertian yang komprehensif – dari segala sudut. Sehingga kita tidak merusak persekutuan, komunitas dan hubungan relevansi antara pribadi dengan pribadi. Co-acceptance penting sekali. Jangan hanya mengasihi mereka yang lucu, elok, baik, yang bisa kau peralat. Itu bukan kasih melainkan egoisme. Karena yang engkau pakai, peralat, dan gunakan, hanyalah suatu perkakas di dalam tanganmu.   Manusia bukan perkakas, manusia  itu oknum. Manusia bukan alat melainkan tujuan. Never treat people as means, treat people as your golds. Manusia lain adalah objek kasih, bukan alat untuk dipermainkan.

Dengan konsep demikian, mari kita belajar seumur hidup untuk tidak merugikan,  menghina, memperalat, menginjak-injak hak orang lain. Supaya kita memiliki kasih yang murni untuk menjalin hubungan antara pribadi kita dengan pribadi orang lain di dalam  kesejatian dan kejujuran. Itulah tandanya persekutuan Kristiani.

Orang Kristen dengan orang Kristen boleh berbeda pendapat, memiliki tugas yang berbeda, tetapi saling mendoakan, mendukung satu dengan yang lain, tanpa motivasi yang lain. Dan jangan lupa bahwa ada orang-orang yang terbelenggu, teraniaya, lebih menderita dari engkau. Pada waktu surat  Ibrani ditulis, orang Kristen sedang mengalami penganiayaan besar-besaran  di dalam kerajaan Romawi. Karena agama Kristen merupakan agama yang  baru, hanyalah minoritas, kalangan bawah yang salah dimengerti oleh orang-orang Romawi.

Fitnahan dari orang-orang Yahudi mengakibatkan tidak adanya toleransi bagi orang yang menyebut Yesus itu Tuhan. Karena di dalam kerajaan Romawi, kaisar adalah tuhan. Siapa yang berani menyebut seseorang yang lain Tuhan, akan dipenggal. Di dalam agama Yahudi, Yehovah itu Allah. Yesus bukanlah Allah. Barang siapa yang percaya kepada Yehovah, masih percaya Yesus Kristus, dia pengkhianat. Dia harus dikeluarkan dari sinagoge dan dari agama Yahudi. Maka orang Kristen pasti tidak memiliki tempat maupun kebebasan untuk melindungi diri, melindungi agama dan iman sendiri.

Itulah sebabnya dianjurkan supaya  engkau saling mengasihi. Kasihilah mereka yang terbelenggu, yang tidak memiliki kebebasan sebagaimana engkau mengingat dirimu ketika terbelenggu. Ketika engkau melihat orang dianiaya seperti dirimu ketika berada di dalam penganiayaan, dan teringat bahwa engkau adalah manusia yang hidup di dalam dunia ini. Kita mempunyai  simpatos, semacam pengertian bersama, yaitu saya  compassion dengan engkau. Aku mempunyai  passio – perasaan yang sama. Seperasaan,  sepengertian, sebeban. Indah sekali. Pada waktu kita bersedih, orang yang paling dekat tidak mengerti kesedihan kita, sebaliknya malahan menghina.  Kita pasti lebih sedih. Siapakah yang dapat mengerti orang yang ada di sebelahnya? Yang paling dekat dengan dia, dengan perasaan yang sama,  itulah namanya kasih. Kita ingin dikasihi. Kita menuntut orang lain mengasihi kita. Tetapi kita tidak ingin mengerti perasaan orang lain yang kita kasihi. Hanya menuntut, menuntut, tetapi kita tidak mau mengerti orang lain. Itulah yang menjadikan hubungan kita renggang, menjadikan kasih kita luntur, menjadikan hubungan kita tidak baik.

Setelah 3 ayat mengenai kasih ini, tiba-tiba penulis Ibrani berbicara tentang satu hal  yang seolah-olah sama sekali tidak ada sangkut pautnya. „Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.“ Mengapa mendadak muncul ayat ke 4? Mengapa tiba-tiba berbicara tentang pernikahan? Apakah hubungannya dengan ayat-ayat di atas atau di bawah? Terkadang kita sulit mengerti struktur penulisan Alkitab. Atau kenapa muncul ayat-ayat yang sulit dimengerti relasinya. Tetapi justru di sini penulis Ibrani berkata, wujud kasih yang paling erat, mendalam, bertanggung jawab, dan bertahan lama adalah pernikahan.  Bukannya tidak ada relasi, melainkan relasinya begitu tepat dan erat adanya. Pernikahan tidak boleh dihina seorangpun. Setiap orang harus menghargai pernikahan.

Di dalam pengertian ayat ke 4 ini, kita harus mengetahui kalimat ini sebagai suatu perintah. Ini poin pertama. Ayat ke 4 diawali dengan suatu perintah. Semua orang harus menghormati perkawinan!“ Ini adalah perintah.  A commandment from God Himself. Bukan dari manusia, melainkan dari Tuhan sendiri. Berarti Tuhan sangat mengindahkan, mementingkan, menegaskan signifikansi dari sistem pernikahan.

Mengapakah Allah yang tidak perlu  menikah, tidak memiliki pernikahan, pencipta seks, supra seks, harus mengatakan bahwa ini penting sekali?  Karena Dia adalah sumber kasih yang memimpin manusia untuk hidup di  dalam kasih. Kasih itu, yang bertanggung jawab secara serius untuk paling  sedikit lebih dari separuh hidup manusia, diperhatikan oleh Tuhan Allah.  Tuhanlah yang menciptakan manusia dengan jumlah sebagian pria sebagian  wanita, dengan tujuan adanya persetubuhan, persatuan, untuk melestarikan  umat manusia di dalam sejarah. Jadi yang membuat fungsi seks dan yang  menciptakan kita untuk hidup di dalam sistem pernikahan, itu Tuhan Allah  sendiri. Maka Tuhan Allah sendiri  memberikan perintah, Perkawinan  harus dihormati oleh siapapun!“

Allah yang menciptakan laki-laki dan perempuan. Dia adalah sumber kasih  yang menegakkan sistem hubungan pria wanita di dalam hubungan seks  untuk melestarikan umat manusia di dalam sejarah. Dia membuat suatu  institusi, yaitu institusi perkawinan. Bukan gabungan dari sexual relationship,  hubungan seks seperti binatang yang setiap hari boleh berganti pasangan. Tetapi ini adalah sistem perkawinan, sistem pernikahan yang diperintahkan oleh Tuhan untuk dihormati.

Hormatilah pernikahan itu!“ Ini perintah dari Tuhan. Apakah kasih dan perintah tidak menjadi kontradiksi? Kasih dan perintah, bukankah kedua hal ini sangat berlawanan satu dengan yang lain? Karena kasih perlu unsur kerelaan, sedangkan perintah mengandung unsur paksaan. Kalau saya diperintah, bukan karena saya ingin, melainkan karena Engkau yang memberi perintah. Perintah itu pasti mengandung suatu tugas yang harus dikerjakan. Maka perintah mengandung paksaan. Unsur paksaan berlawanan dengan rela. Rela bergabung dengan cinta kasih. Kasih berlawanan dengan ketidakrelaan. Rela berlawanan dengan perintah. Tetapi Firman Tuhan di dalam Alkitab tak akan pernah memberikan celah kepada  kita untuk mengharmoniskan dengan pikiran manusia yang sudah jatuh di dalam dosa.

Perintah dan  kasih, selalu berjejer, selalu diharmoniskan oleh Alkitab. Apa yang engkau katakan, sulit untuk saya terima. Karena ini tidak logis. Alkitab tidak perlu logis sesuai dengan apa yang manusia tetapkan sesudah kejatuhan manusia dalam dosa. Alkitab akan memimpin segala logikamu kembali kepada apa yang engkau hilangkan, ketika tidak menjalankan dan tidak mengerti kehendak Tuhan Allah. Firman Tuhan bersifat supra logika, supra rational. Firman Tuhan melampaui, membimbing dan membawa kembali rasio kepada kebenaran. Itulah Firman.   Perintah dan kasih dipersatukan di  dalam Alkitab. Maka, „Hei Israel, dengarlah olehmu, Allahmu adalah Allah yang Maha Esa.“  Elo Heinu. Di situ bukan bentuk singular, bukan dual, tapi plural. Hei Israel, dengarlah olehmu, Allahmu adalah Allah yang maha Esa. Dari istilah syema, dengarlah ayat emas di seluruh Perjanjian Lama (PL), yaitu Ulangan 6:4. „Kasihilah Allahmu dengan segenap hatimu, dengan sebulat pikiranmu,sekuat tenagamu, seluruh sifatmu.“ Di sini  kita melihat seluruh pribadi, seluruh kemampuan manusia, yang harus mencintai Allah 100%. Dan yang kedua, sama dengan itu, cintailah orang-orang lain seperti dirimu sendiri.

Di sini kita melihat perintah yang paling besar, justru perintah mengenai kasih. Kasih dan perintah digabungkan dari PL. Bagaimana dengan Perjanjian Baru (PB)? Paulus berkata, di belakang seluruh perintah itu hanya ada satu kesimpulan, satu kata, yaitu kasih. Jadi di dalam PL dan PB kasih dan perintah itu satu. Dan perintah itu mengikat bukan? Tidak boleh ini, tidak boleh ini, dan tidak boleh ini. Berbeda dengan Alkitab, psikologi modern tidak suka dengan istilah ‚tidak boleh‘. Tetapi Alkitab mengatakan ‚tidak boleh‘. 10 hukum penuh dengan ‚Jangan, jangan, dan jangan‘.

Seolah-olah Sigmund Freud dan semua psikolog modern sudah lebih pintar dari Tuhan Allah. Di bagian dunia yang psikologinya semakin maju, masyarakatnya tidak menjadi lebih baik dari mereka yang tidak mengerti psikologi. Tetapi di mana manusia menjalankan perintah Alkitab, menaati Taurat, di situlah masyarakat lebih baik daripada mereka yang mengerti psikologi modern tetapi tidak takut kepada Tuhan.

Di sini kita melihat bahwa Yakobus adalah orang yang jenius luar biasa. Karena Yakobus mengatakan, „Taurat yang membebaskan.“ Taurat yang mengikat, itu biasanya ditafsirkan ‘Jangan, jangan, jangan‘. Ini pagar, suatu perintah yang membatasi. Di mana ada Taurat, di situ ada pagar. Di mana ada perintah, di situ terbatas. Di manakah kebebasan? Saya tidak boleh ini itu. Karena perintah ‘tidak boleh‘ saya kehilangan kebebasan. Tetapi Yakobus justru mengatakan, „Taurat yang memberi kebebasan“. Itu pengertian yang luar biasa.

Kita tidak senang dengan adanya lampu merah, apalagi orang yang suka cepat-cepat seperti saya. Terkadang harus menunggu sampai 2 menit. Bertemu lampu merah lagi, berhenti lagi. Ada lampu merah yang membatasi, menghambat kita. Tetapi saya percaya bahwa di kota sebesar Jakarta keberadaan lampu merah pasti membuat jumlah orang yang mati lebih sedikit. Dengan adanya lampu merah, lebih banyak orang yang tidak mati karena kecelakaan. Pasti mengurangi kematian. Karena apa? Membebaskan. Jadi Taurat membebaskan. Ini pertama-tama dimengerti justru oleh Yakobus. Seorang rasul yang akhirnya menemukan, Taurat bukanlah mematikan tetapi membebaskan. Taurat menghidupkan.

Mengapa Tuhan memberikan Taurat? Mengapa Tuhan mengatakan „Jangan, dan jangan“? Karena Tuhan mengasihi. Di mana ada cinta kasih, di situ ada kekuatiran untuk yang dikasihi. Apalagi jika yang dikasihi mempunyai kelemahan-kelemahan, keterbatasan-keterbatasan. Ibu selalu berkata „Jangan“. Pasti motivasinya cinta. Demikian pula Tuhan yang adalah kasih, Dia juga memberikan perintah. Kasih memberikan perintah. Perintah mengandung kasih. Kesimpulan semua Taurat adalah kasih. Motivasi untuk membatasi berdasarkan kasih. Dan Tuhan lain dengan ibu kita di dunia, yang batasannya sangat tidak masuk akal. Tuhan memberikan batasan yang sama sekali masuk akal. Dan akal itu melampaui akal manusia. Dia mengatakan „Jangan“. Itu adalah Taurat yang membebaskan. Taurat ini adalah Taurat yang bersifat kerajaan, anggun luar biasa. Karena berasal dari Tuhan Allah. Di dalam Taurat terkandung 3 sifat yang direfleksikan dari Tuhan, yaitu suci, keadilan, dan kebajikan. The goodness, the holiness, and the righteousness. Ketiga sifat ilahi inilah yang tercermin di dalam Taurat. Sehingga ketika orang menjalankan Taurat, dia mulai melibatkan diri untuk mengerti bahwa Allah itu suci, adil dan baik adanya. Taurat tidak melanggar kebaikan, tidak mengajak ketidaksucian, dan tidak melanggar keadilan.

Karena ketiga sifat ilahi itu tersimpan di dalamnya.  Allah yang memberikan perintah, sekarang memberikan perintah berdasarkan kasih, kepada orang yang melaksanakan kasih di dalam pernikahan. Yang melaksanakan kasih di dalam keakraban dua pribadi sampai berani berjanji seumur hidup setia satu dengan lain, tidak lagi berganti pasangan, itu namanya pernikahan. Di dalam persatuan melalui pernikahan ini, Tuhan memberikan perintah. Perintah dan kasih. Kasih dan perintah. Perintah untuk kasih. Kasih yang paling akrab sekarang harus melaksanakan perintah dan prinsip yang diberikan oleh Tuhan.

Semua orang harus menghargai perkawinan. Tuhan yang mengatakan. Kenapa Tuhan yang berkata? Karena Tuhanlah sumber kasih. Tuhan menciptakan manusia dengan kapasitas untuk dapat  mengasihi. Orang yang tidak bisa mengasihi sangat menakutkan. Orang yang tidak perlu dikasihi lebih menakutkan. Orang itu disebut orang, karena dia adalah satu makhluk, yang bisa dikasihi dan mengasihi. Kalau hanya bisa mengasihi, tetapi tidak pernah dikasihi, kita tidak akan pernah merasa hidup kita puas. Kalau kita terus dikasihi, dan tidak ada objek untuk dikasihi, kita juga tidak akan pernah merasa puas. Hidup hanya bisa menjadi sempurna kalau hidup itu membagi-bagi diri. Hidup hanya bisa menjadi sempurna kalau hidup itu menerima isi-isi dari hidup yang lain. Kita perlu diisi, kita perlu membagi.

Waktu kita masih kecil, kita menerima cinta dari orang tua. Waktu dewasa, kita menjadi orang tua yang membagi kasih kepada yang lain. Di antara menerima dan memberi, ada perubahan berkat. Lebih berbahagia orang yang memberi daripada orang yang menerima. Waktu kita dewasa kita berbahagia karena kita memberi. Waktu kecil kita berbahagia karena kita menerima. Tetapi lebih berbahagia orang yang memberi dari orang yang menerima. Maka janganlah terus menjadi anak-anak yang hanya menerima dan menerima. Jadilah dewasa yang bisa memberi. Jadilah orang Kristen yang memberi lebih daripada menerima. Jadilah majelis yang memberi lebih daripada menerima. Jadilah pendeta yang memberi lebih dari menerima. Jadilah gereja yang memberi lebih daripada hanya menerima.

Saya berkata kepada pendeta-pendeta: „Ada 3 macam pelayan.“ Pertama, saya bekerja dan engkau mengirim uang. Itu adalah pelayanan anak-anak. Kedua, saya bekerja, saya mencukupi pelayanan saya.  Itu mulai dewasa. Ketiga, saya bekerja, saya membantu orang lain dengan kelebihan. Itu orang yang matang di dalam pelayanan. Gereja ini dari hari pertama tidak pernah meminta kepada Amerika atau dukungan dari luar negeri, dan mengumpulkan sebagian persembahan untuk orang lain. Karena saya mengerti dari titik permulaan. Mudah kan? Tulis surat, nanti dari Belanda dikirim setengah juta dollar. Tulis surat, dari Amerika. Lalu kita bisa berdikari karena didukung oleh orang lain. Tidak.

Orang yang menikah harus memulai dari tahap pertama menuju tahap kedua. Tahap pertama, anak-anak menerima uang dari orang tua. Tahap kedua, saya sekarang berani hidup sendiri, menikah, mencukupi istri, dan kita akan mencukupi keluarga, jikalau Tuhan mengaruniakan anak. Di sini satu tahap yang baru. Melalui kasih dan kasih melalui menjalankan perintah, di dalam perintah bersiap untuk bertanggung jawab. Ini semua dikaitkan menjadi satu. Ini satu hal yang besar sekali. Ini suatu hal mengenai bagaimana mengubah hidup menjadi hidup yang berdikari. Di dalam pernikahan engkau menyatakan kepada semua orang, „Saya sekarang berani menjadi manusia yang sudah matang.“

Tuhan berkata, „Hormatilah pernikahan!“ Yang memberikan perintah ini adalah Tuhan, yang Dirinya adalah kasih. Dan kasih akan dibagikan kepada manusia yang harus menjalankan pelaksanaan perintah kasih itu. Mari kita mengerti sebagai orang Kristen. Apakah perbedaan pernikahan orang Kristen dan pernikahan orang yang bukan Kristen? Pernikahan orang Kristen mengalami suatu hidup untuk melaksanakan kasih, yang Tuhan sendiri adalah esensinya. Orang Kristen hidup di dalam pernikahan,  bersama-sama di dalam kasih, di mana kasih itu adalah esensi, ada substansinya yaitu Tuhan Allah itu sendiri. Ini adalah perbedaan Kristen dan yang bukan Kristen. Karena hanya di dalam agama Kristen ada istilah ‚God is love‘. Di dalam semua agama, paling banyak dikatakan, Allah penuh dengan kasih. Allah mengasihi, penuh rahmat. Tetapi tidak ada kalimat bahwa Allah itu kasih adanya. Istilah ‚God is love‘ will never be found in any bible of any religion, except Christian. Allah itu kasih adanya. Tak mungkin engkau menemukan istilah ini di  dalam kitab suci dari agama lain maupun dari ajaran dari agama lain.

Seorang Islam menulis surat kepada saya, „Jangan lupa, di dalam Al-quran juga ada arti seperti ini.“ Lalu saya bertanya, „Apa itu?“ Tuhan itu rahimnia. Rahmania. Rahimnia, rahmania, itu bahasa Arab. Dia penuh dengan  mercy, penuh dengan kasih pengertian, penuh dengan rahmat, penuh dengan kasih. Betul! Tapi bukan Allah itu kasih adanya.‘God is love‘ can only be found in the Christian Bible. Jikalau kau tidak sadar kenapa menjadi orang Kristen, atau beriman Kristen dan tidak sadar keunikan iman Kristen, engkau akan berkompromi dengan agama apapun. Jikalau engkau reformed, dan tidak tahu apa keunikan reformed, engkau hanya mengira reformed hanya salah satu diantara banyak gereja.  God is love. Jadi orang Kristen menangkap cinta kasih di dalam pernikahan dengan pengertian ini substansi Allah. Sehingga pada waktu Allah mengatakan „Hormat di dalam pernikahan“, juga dimengerti bahwa Dia adalah kasih itu sendiri. Dan dengan kasih yang memberikan perintah Dia adalah kasih yang memelihara kita.

Kita harus selalu ingat bagaimana hidup di dalam Allah. Alkitab berkata orang yang hidup di dalam kasih, dia hidup di dalam Allah. Orang yang tidak hidup di dalam kasih, tidak hidup di dalam Allah. Dan kita harus mengerti bahwa Allah itu kasih adanya. Dan kita diberikan hidup dari Tuhan Allah sendiri. Berlainan dengan ketika menerima hidup yang diciptakan oleh Allah. Waktu kita belum diselamatkan kita menerima hidup yang diciptakan oleh Allah. Waktu sudah diselamatkan kita menerima hidup kekal yang langsung dari Allah. Di situ kita harus belajar bagaimana mengerti dan selalu menghayati dan bersatu di dalam substansi kasih itu. Karena hidup di dalam substansi kasih  itu, kita hidup di dalam Allah itu sendiri. Mengasihi Allah sama dengan mengasihi kasih, karena Allah itu kasih itu sendiri. Tetapi mengasihi kasih harus diterapkan dengan pengertian kasih macam apa, substansi apa. Karena di dalam Alkitab dipakai istilah yang berbeda-beda untuk mengklasifikasikan kasih yang berbeda-beda jenisnya.

Kasih sesungguhnya adalah kasih agape. Kasih ilahi adalah kasih agape. Allah itu kasih adanya. Berbeda dengan kasih-kasih yang macam-macam di bawah tingkatan itu. Maka kalau kita berada di dalam hidup kasih ilahi, yaitu kasih yang tidak egois, yang menyangkal diri, mengorbankan diri,  mengingat bagaimana menggenapi yang lain, tidak berubah, tidak luntur, bertahan kekal, murni, dan berkaitan dengan segala sifat ilahi yang lain. Itu adalah kasih substansi Allah yang berbeda dengan kasih yang lain. Di dalam dunia ini banyak orang kelihatan penuh dengan kasih, tapi kalau dianalisa, di dalam kasih ada unsur egois yang lebih besar dari unsur pemberiannya. Karena dia menyatakan kasih dengan tujuan-tujuan yang terselubung, yang tidak kita ketahui. Tetapi di dalam cahaya Firman Tuhan, Tuhan akan menyatakan kasih yang murni berbeda dengan yang tidak murni.

Saling mengasihi lalu membentuk satu pernikahan, satu keluarga. Itu kasih yang bersubstansi, di mana diingat bahwa ini adalah substansi ilahi, di situ penghormatan pernikahan baru terjadi dengan sungguh-sungguh. Jikalau engkau terdorong alasan „malu karena sudah umur 30 belum nikah“. Jadi „ah nikah ah“. Itu menikah tidak berdasarkan kasih, melainkan berdasarkan malu – supaya tidak diketawain orang lain. Atau berdasarkan saya memiliki kebutuhan seks yang harus disalurkan. Kalau demikian, maka keluarga itu akan menuju kepada bom yang akan meledak pada hari depan. Karena engkau tidak menikah berdasarkan kasih yang sungguh-sungguh. Kenapa menikah? Karena kalau tidak menikah, tidak ada suami yang akan memelihara, saya akan bekerja setengah mati. Jadi ada perempuan yang berpikir setelah menikah seumur hidup enak-enak. Begitu menikah, ada jaminan. Kalau demikian, menikah karena apa, engkau belum pernah mengerti. Mari kita mengerti bahwa pernikahan itu karena kita menerapkan substansi ilahi di dalam hidup kita, sehingga kita akhirnya berada di dalam hidup yang ada kasih Tuhan.

Kedua, pernikahan orang Kristen berbeda dengan pernikahan agama yang lain. Pernikahan orang Kristen berbeda dengan orang yang tidak beragama. Apa sebabnya? Karena Allah bukan saja substansi kasih, Allah satu-satunya sumber kasih.  Waktu kita mengatakan kasih orang Kristen berbeda dengan kasih orang bukan Kristen, karena substansi kasih itu Allah sendiri. Itu yang tidak pernah dimengerti oleh orang di luar Kekristenan. Kedua kita melihat bahwa kasih itu hanya satu sumber. Sumber kasih yang satu-satunya adalah Tuhan Allah. Sedangkan di dunia mereka tidak pernah mengerti itu.

Sehingga orang yang tidak mematuhkan diri di dalam wahyu Allah, mereka tidak melihat bahwa Allah itu satu-satunya sumber kasih. Sehingga ketika orang-orang sekuler menikah, mereka menganggap diri sebagai sumber kasih. Karena aku mencintaimu, aku memilihmu, aku mengambil keputusan menikah denganmu. Berarti sumber kasih kepadamu, adalah aku. Aku menjadi sumber untuk mengasihimu. Karena melihat ada kecocokan, maka engkau memilih saya. Engkau mengasihi saya, mau menikah dengan saya, maka engkaulah sumber kedua dari kasih. Di sini bedanya. Kalau bagi orang Kristen sumber kasih itu hanya satu. Bagi orang bukan Kristen sumber kasih itu dua.  Saudara harus melihat betapa fatalnya akibat perbedaan ini. Kalau saya adalah sumber kasih untukmu dan kamu juga adalah sumber kasih untukku. Maka saya hanyalah seorang pribadi yang berkondisi tiga.

Pertama, jatuh di dalam dosa. Kedua, tidak lepas dari pengaruh seluruh lingkungan dan kebudayaan. Ketiga, ada kecacatan dalam subjektivitas saya.  Saya tidak lebih dari hanya sekedar keturunan Adam yang sudah cemar dan berdosa. Polluted descendants of the fallen Adam. Kedua, saya mau tidak mau dipengaruhi oleh masyarakat, khususnya konsep keluarga dari papa dan mama. Bagaimana hidup ibumu? Engkau secara tidak sadar hidup dipengaruhi untuk tujuan hidup seperti itu. Sehingga waktu menikah engkau melihat, „Kok lain?“ Kenapa suami saya  tanggapannya begini? Karena keluarganya lain. Di situ engkau keluar dari ikatan tradisi yang salah. Atau yang sangat terbatas. Sehingga di dalam pernikahan jikalau mau saling belajar, banyak kelebihan yang tidak ada pada keluarga sepihak. Lalu dapat mengoreksi kekurangan dari keluarga sepihak, mengharmoniskan kedua keluarga yang latar belakangnya berbeda itu.

Setiap orang dipengaruhi oleh negara, sejarah, adat, lingkungan, dan konsep masa  di  dalam,  yaitu  pengaruh  daripada  semangat  zaman  itu.  Anak  SMU sekarang lulusnya dengan menyontek. Lalu ketika masuk sekolah teologi kita masih susah membenarkan mereka dari kebiasaan menyontek. Karena sekarang begitu banyak sekolah yang brengsek. Banyak sekolah yang menerima uang lalu meluluskan mereka yang tidak bisa lulus. Sehingga standar itu tidak bisa dipercaya dari rapor atau ijazah. Lalu mereka masuk sekolah teologi, dan kita mesti mendidik lagi satu persatu karakter mereka. Kalau begini lebih baik kita saring habis-habisan, hanya menerima mereka yang sudah disiapkan Tuhan, yang karakternya beres, untuk dilatih teologinya. Bukan mulai lagi mendidik  anak liar di dalam sekolah teologi sampai mereka „mungkin“ bisa jadi hamba Tuhan.

Waktu menikah, engkau menikah dengan beli lotre. Tahu tidak? Waktu menikah engkau melihat ganteng sih ganteng, tetapi di belakang gantengnya itu apa? Tidak tahu kan? Cantik sih cantik. Tubuhnya mempesona, tapi belakang itu jiwanya apa engkau tidak tahu kan? Maka sumber kasih kalau ada dua, terpengaruh oleh: Pertama yaitu pengaruh kejatuhan Adam. Kedua pengaruh lingkungan yang berdosa. Ketiga pengaruh subjektivitas yang sangat lemah, yang hanya melihat dari satu sudut pandang.

Ada orang yang hanya melihat muka. Ada yang hanya melihat tubuh, bagian luarnya atau yang hanya melihat uang. Ada orang yang hanya melihat fungsi sex, bisa puas atau tidak. Dengan cara demikiankah engkau menikah? Itu pasti berakibat fatal bagimu. Jika dengan cara seperti ini engkau mendirikan keluarga, engkau sedang menuju kepada kebahayaan yang besar sekali.  Firman Tuhan : „Semua orang harus menghormati pernikahan.“ Perintah dari Tuhan. Allah substansi kasih. Kedua, Allah sumber kasih. Maka sebagai orang Kristen, di dalam pernikahan kita mengerti poin yang kedua ini. God is the only source of love. Maka Allah sebagai sumber kasih satu-satunya yang memberikan kasih yang dibagikan kepada sang pria. Dan memberikan kasih yang sumbernya sama, separuhnya kepada sang wanita. Sehingga pada waktu 2 orang ini bertemu, kasih yang satu sumber itu sekarang bersatu. Itu perbedaannya. Ini poin yang tidak ada di buku apapun. Ini poin yang harus kita kenal yaitu pengertian akan perkawinan yang berbeda dengan semua yang bukan anak Allah.

Aku mencintaimu karena kamu cantik. Muda, cantik, dan mempesona. Tetapi engkau mencintai saya karena saya kaya, sehat, ganteng atau saya mempunyai uang banyak diantara masyarakat. Kesuksesan saya menjadi daya tarik. Cintamu ada syarat dan alasan. Cintaku juga. Bagaimana syarat dan alasan itu bisa diuji selama 10 tahun? Setelah 10 tahun kecantikanmu hilang. Bagaimana dengan cintaku? Setelah 10 tahun uang saya juga sudah tidak ada. Saya bangkrut, Bagaimana dengan cintamu? Bahaya bukan? Cinta kalau tidak berasal dari satu sumber tidak mungkin mempertahankan keharmonisan. Cinta dari dua pihak yang mempunyai subjektivitas sendiri. Itu akan berubah karena saya dan engkau adalah orang di dalam proses.

Saat ini RRC berkembang luar biasa. Sampai pada SARS baru jera sedikit. Sebelum itu sombong, arogannya luar biasa. Dan di Beijing banyak orang memiliki jabatan tinggi sekali. Dahulu dikatakan komunis membuat pemerataan, ternyata tidak. Setelah 4 Juni 1989, 7 hari kemudian diumumkan oleh CNN, 400 kompeni paling kaya di luar negeri, dimiliki oleh orang Tionghoa. Kebanyakan  dimiliki oleh anak-anak pembesar politik yang paling kaya. Bukan komunisme lagi. Kapitalisme konsentrasi. Kapitalisme secara monopoli oleh partai komunis. Mereka lebih kaya dari siapapun. Supir-supir di Beijing mengatakan bahwa dahulu zaman Mao Ze Dong sama-sama miskin, tidak usah iri-iri. Katanya komunisme melayani rakyat, padahal yang paling kaya semua sudah direbut oleh mereka. Mereka iri, benci sekali dengan pimpinan-pimpinan yang mulutnya ‚komunis‘, hatinya kapitalis. Keadaan RRC sekarang membuktikan satu hal, Adam Smith dari Skotlandia lebih pintar sedikit dari orang Jerman berdarah Yahudi, Karl Marx. Diakui bukan oleh orang kapitalisme melainkan orang komunis secara tidak langsung. Mengakui di dalam subconscious.

Pernyataan saya ini membuat mereka marah luar biasa. Tetapi jika dahulu yang dipasang itu adalah kepala kambing, yang dijual daging anjing. Sekarang terbalik. Yang ditaruh di atas kepala anjing yang dijual daging kambing. Namanya komunisme praktisnya kapitalisme.  Korupsi terbesar tidak mungkin terjadi di negara-negara yang dipengaruhi kekristenan. Korupsi terbesar diadakan dan berjalan di bawah agama-agama non Kristen dan tempat-tempat yang melawan agama Kristen. Korupsi-korupsi yang paling besar bukan di negara Kristen, melainkan di negara bukan Kristen. Korupsi yang paling besar di dalam negara-negara agama yang lain dan di dalam yang tidak beragama. Ini semua membuktikan ketika meninggalkan Tuhan Allah, meninggalkan kitab suci, kerusakan terjadi. Itu terjadi di Amerika. Itu negara yang banyak Kristennya. Ini terjadi pada orang-orang yang menghina kekristenan. Orang-orang yang bernama Kristen ikut gereja, tetapi hatinya menyeleweng jauh. Saya tidak mau gereja ini penuh dengan orang yang kelihatannya nama Kristen, begitu baik, tapi hatinya jauh dari prinsip-prinsip Alkitab. Karena itu pada waktu pernikahan terjadi, mari kita mengikuti prinsip Alkitab.

Kota-kota di RRC itu sudah begitu maju. Ada syair yang mengatakan, „Kalau tidak sampai di Beijing, tidak tahu kalau jabatanmu itu terlalu kecil.“ Waktu engkau berada di kampung merasa dirimu besar. Sesampai di Beijing, baru mengetahui jabatanmu terlalu kecil. „Kalau tidak sampai ke Shanghai, tidak tahu kantongmu kempes. Kalau tidak sampai di Guangzhou, tidak tahu makanan kotamu jelek, tidak enak. Kalau belum sampai di Chongqing, belum sadar engkau menikah terlalu cepat.“ Kenapa? Sesampai di sana engkau akan  tahu, bahwa perempuan itu memiliki proporsi kaki yang cantik luar biasa. Setiap orang berjalan seperti model. Istrimu? Waktu menikah, engkau merasa itulah malaikat. Bagaimana dengan 10 tahun kemudian? Begitu saja. Ternyata tidak bagus. Yang lebih cantik banyak sekali. Kalau engkau berpikir begini, engkau tidak mungkin menghormati pernikahan.

Sebab itu kalau sumbernya satu, itu lain. Sumbernya dua itu bahaya. Kalau engkau menikah dengan seseorang yang menerima cinta kasih dari sumber yang sama Tuhan Allah, lalu cinta itu yang diberikan kepada dua pihak, lalu engkau mengikat janji di hadapan Tuhan, dengan meminta pemeliharaan dari Tuhan, setiap ada kesulitan kembali berlutut. „Tuhan, biarlah cinta yang Engkau berikan kepadaku yang juga Kau berikan kepada dia, klop lagi.

Kalau kau ingin melihat perempuan yang lebih cantik lagi, tidak apa-apa, Tuhan kasih, yaitu anak perempuanmu, tidak usah orang lain. Ketika engkau tidak lagi puas dengan istrimu, engkau melihat dia tidak bagus, jangan lupa dia melihat kau juga „encek-encek“, sudah tidak bagus lagi. Kalau kau terus menuntut istrimu  mesti terus cantik, engkau harus mengetahui tidak ada tubuh yang kekal. Hanya ada jiwa yang kekal. Lalu puaskanlah dengan melihat anakmu, melihat cucumu. Itu kompensasinya.

Lalu bagaimana dengan orang yang sudah tua, istri, atau suami yang sudah tua? Ingat! Kita mempunyai sumber kasih yang sama. Sumber kasih yang satu-satunya itu Allah. Dia kekal. Dia tidak berubah. Kasih yang diberikan kepada dia dan saya, klop lagi. Tidak berubah. Itulah bedanya pernikahan Kristen dengan pernikahan yang bukan Kristen.

Paulus menulis kepada orang-orang di Tesalonika bahwa kehendak Allah adalah bahwa kita semua menjadi suci. Dan menjauhkan diri dari perzinahan. Kehendak Allah yaitu kesucian ini berarti satu global universal, prinsip dan ini tidak bisa ditawar. Kita dipanggil supaya menjadi suci. Kita dipanggil untuk menjadi bagian dari kesucian. Kita dipanggil untuk mengikuti teladan Tuhan.

Suci tidak berarti tidak mengenal seks, juga tidak berarti tidak perlu seks. Suci tidak berarti tidak boleh ada hubungan seks. Justru seks itu indah, penting, sangat anggun, dan harus dihormati. Karena seks itu diberikan oleh Tuhan Allah. Bagaimanakah hubungan seks yang suci, yang sesuai kehendak Allah? Itu yang dibahas! Jadi semua orang harus suci dan inilah kehendak Allah. Dan menghindarkan diri, menjauhkan diri dari perbuatan perzinahan berarti orang yang menikah harus suci, menjalankan kehendak Allah melalui hidup pernikahan. Orang yang tidak menikah juga harus suci.

Orang yang tidak menikah harus suci berarti tanpa pernikahan mereka harus tetap menjaga kesucian. Di sini tidak dibicarakan kalau ada fungsi seks tidak suci dan kalau tidak ada fungsi seks suci. Tidak! Itu bukan ajaran Alkitab. Fungsi seks merupakan satu fungsi yang Tuhan ciptakan di dalam tubuh kita yang kita tidak boleh disangkal keberadaannya. Tetapi penyelewengan fungsi seks itu yang melanggar kesucian Allah. Itu yang membuat kita najis di dalam noda ketidaktaatan kepada kehendak Allah. Jadi, orang yang menikah jangan menganggap diri najis.

Ada satu cerita menceritakan seorang  biqiu, tahu? Biksu kecil yang dari masa kecilnya dikurung di dalam satu  monastry  Buddha, satu kuil seperti Shaolin begitu. Tidak pernah kemana-mana sedari kecil, tidak pernah melihat perempuan. Pada waktu pemuda itu berumur 15-16 tahun, biksu yang tua berkata, „Saya bawa engkau turun dari gunung untuk melihat-lihat kota. Ini pertama kalinya anak muda itu pergi keluar. Waktu keluar, mereka berjalan turun dari gunung. Biksu yang tua di depan, yang muda di belakang mengikuti. Lalu melihat-lihat dan bertanya, Ini apa..ini apa? Ini rumah..ini atap. Lain dengan kuil. Ini toko, menara, sepeda,  rikshaw,  kereta sapi. Semua dia tanyakan. Lalu datanglah seorang gadis yang sangat cantik sekali. Dia tidak pernah melihat gadis, maka bertanyalah dia, „Ini apa?“ Biksu tua berpikir, „Celaka, kalau biksu muda melihat yang seperti ini. Tidak boleh diberitahu.“ Jawabnya, „Ini harimau yang tidak ada gigi.“ Supaya biksu muda itu tidak tertarik. Dia mau menjadi  biqiu, tidak boleh menikah kan? Biksu muda menjawab, „Iya iya..“ Lalu dia melanjutkan. Ini apa… Ini adalah tempat perdagangan, bank. Sesudah memutari kota,  malam hari mereka pulang. Sesampai di gunung, duduk, dan makan, bertanyalah biksu tua apa yang sudah anak muda itu pelajari. Biksu muda menjawab. Lalu bertanya lagi biksu tua, „Diantara semua yang engkau lihat sepanjang hari mengikuti saya, apa yang paling engkau sukai?“ Biksu muda itu dengan malu-malu menjawab, „Yang yang paling saya sukai adalah macan yang tidak ada giginya.“

Fungsi seks itu diciptakan oleh Tuhan. Jangan ditekan. Anak muda ada fungsi seks itu lumrah. Orang bertanya, „Saya sudah umur 25, suka pikir-pikir perempuan, suka lihat perempuan yang cantik itu salah tidak? Tidak salah! Itu ciptaan Tuhan. Dengan cara beginilah engkau tertarik akhirnya engkau bisa mempunyai keluarga, melahirkan anak, melestarikan umat manusia. Tetapi apa yang salah? Penyelewengan, keluar dari jalur dan tidak lagi setia dan kasih yang tidak bertanggung jawab itu salah. Jikalau orang tidak menikah merasa dirinya lebih suci dari yang menikah itu salah. Jikalau  orang mengatakan dirinya sudah menikah, najis, berdosa karena ada seks itu adalah satu inferioritas yang tidak perlu di dalam hal ini.

Kita melihat Yesus Kristus menjadi contoh yang terbaik Yesus hidup di dalam dunia sebagai manusia yang utuh. Yesus tubuhnya berfungsi seks tidak? Berfungsi seks! Yesus adalah seorang manusia yang utuh. Apakah Yesus karena cacat tubuh maka tidak  menikah? Atau karena Ia adalah seorang yang tidak bisa bayar uang kepada mertua sehingga tidak bisa dapat jodoh? Atau Yesus karena sakit-sakit orang tidak mau pilih Dia? Kenapa Yesus tidak mau? Kalau Dia mengatakan kalimat: Demi Injil ada orang mengebiri diri. Dia adalah anak Allah ke dunia ini untuk tujuan menyelamatkan. Tidak ada tujuan lain. Dia mau mengutamakan kehendak Tuhan yang dijalankan jadi Dia tidak melaksanakan. Dia tidak menggunakan hak dan Dia tidak menikah.

Kalau demikian Yesus suci karena tidak menikah? Yesus suci bukan karena dia tidak menikah. Yesus suci karena Dia adalah anak Allah, Sang kudus dan hidup kudus. Kalau dengan demikian Ia menghina orang yang menikah? Justru tidak, Dia sendiri tidak menikah tetapi Dia sendiri memberkati orang yang menikah. Dalam suatu pernikahan Dia melakukan mukjizat pertama kali diantara 35 kali mukjizat yang Dia lakukan di dalam dunia. Dia menghormati pernikahan.

Mari kita belajar dari Tuhan kita. Kalau kita harus masuk kedalam hidup berkeluarga, hidup menikah, maka kita dengan perasaan penuh tanggung jawab menghormati pernikahan, menjadi suami, menjadi istri. Kalau kita tidak mempunyai kesempatan menikah, atau kita sengaja tidak mau menikah demi melaksanakan tujuan hidup yang lebih tinggi dari Tuhan Allah, jangan lupa! Kita tidak berhak arogan menganggap diri suci dan yang menikah tidak suci, karena Tuhan sudah menjadi contoh bagi kita semua.  Amin.

Ringkasan Khotbah Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Diambil dari : https://www.facebook.com/notes/sola-scriptura/pernikahan-dalam-kekristenan-transkrip-khotbah-pdt-dr-stephen-tong/453234681391657