Salah satu pokok sengketa yang diajukan keberatan oleh wajib pajak untuk jenis pajak PPh  badan yang jadi bahan penulisan kali ini adalah tentang kompensasi kerugian fiskal. Ada rasa penasaran, kenapa masih terdapat perbedaan pendapat sehubungan dengan kompensasi kerugian fiskal yang berakhir dengan sengketa, apalagi untuk perusahaan skala besar. Namun setelah menelaah kasus sengketa ini barulah saya paham, ternyata Pejabat Fungsional Pemeriksa saat  memeriksa tahun pajak 2010 (Tahun pajak dalam sengketa ini) mengambil inisiatif tidak mengakui kompensasi kerugian tahun 2007 karena tahun 2007 sedang dilakukan pemeriksaan  (Tim  dan tahun pajak yang berbeda) dan tim pemeriksa mendapat informasi tahun 2007  sudah mengalami laba. Wajib Pajak tentu saja keberatan karena tahun 2007 belum menerima produk pemeriksaan  apapun.

Maka kali ini penulis merasa perlu menuangkan sedikit tentang hal-hal yang berhubungan dengan kompensasi kerugian fiskal dengan judul kali ini ” Sekilas tentang kompenasasi kerugian fiskal ” semoga tulisan ini dapat bermanfaat…. :).

Kompensasi Kerugian (Tanpa Produk dan atau Putusan Hukum)

Bagi wajib pajak dalam bentuk badan hukum maupun Orang Pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan mengalami kerugian, maka kerugian yang didapatkan dalam satu tahun pajak dapat digunakan untuk menutupi keuntungan pada tahun-tahun berikutnya sehingga pada tahun-tahun tersebut Pajak Penghasilan nya menjadi lebih kecil atau tidak terutang sama sekali. Hal ini dinamakan sebagai Kompensasi Kerugian (Carrying Loss).

Kompensasi kerugian dalam Pajak Penghasilan diatur dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan yaitu : “Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.”  Adapun beberapa point penting yang perlu diperhatikan dalam hal kompensasi kerugian ini adalah sebagai berikut :

  1. Istilah kerugian merujuk kepada kerugian fiskal bukan kerugian komersial. Kerugian atau keuntungan fiskal adalah selisih antara penghasilan dan biaya-biaya yang telah memperhitungkan ketentuan Pajak Penghasilan.

  2. Kompensasi kerugian hanya diperkenankan selama lima tahun ke depan secara berturut-turut. Apabila pada akhir tahun kelima ternyata masih ada kerugian yang tersisa maka sisa kerugian tersebut tidak dapat lagi dikompensasikan.

  3. Kompensai kerugian hanya untuk Wajib Pajak, baik badan maupun orang pribadi, yang melakukan kegiatan usaha yang penghasilannya tidak dikenakan PPh Final dan perhitungan Pajak Penghasilannnya tidak menggunakan norma penghitungan.

  4. Kerugian usaha di luar negeri tidak bisa dikompensasikan dengan penghasilan dari dalam negeri.

Sebagai contoh (Wajib pajak belum pernah diperiksa dan tidak ada ketentuan hukum lainnya), misalnya wajib pajak PT. Nusahati mengalami kerugian fiskal tahun pajak 2007, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012. Jika setelah kerugian tersebut dikompensasikan sampai dengan tahun 2012 masih tersisa kerugian yang belum dikompensasikan, maka sisa kerugian tersebut tidak dapat lagi dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal tahun 2013 atau sesudahnya.

Sebagai ilustrasi misalkan PT. Nusahati dalam tahun 2007 mengalami kerugian fiskal Rp1.200.000.000,00. Dalam lima tahun berikutnya rugi laba fiskal PT. Nusahati sebagai berikut :

2008 : laba fiskal   Rp. 200.000.000,00

2009 : rugi fiskal   Rp. 300.000.000,00

2010 : laba fiskal    NIHIL

2011 : laba fiskal    Rp. 100.000.000,00

2012 : laba fiskal    Rp. 800.000.000,00

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :

  1. Tahun 2008 : Kompensasi kerugian Rp. 200.000.000,00 sehingga sisa rugi tahun 2007 tinggal Rp1.000.000.000,00. Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
  2. Tahun 2009 : Tak ada kompensasi kerugian dari tahun 2007 karena tahun 2009 juga mengalami kerugian. Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
  3. Tahun 2010 : Tak ada kompensasi kerugian dari tahun 2007 karena tahun 2010 laba fiskal nihil. Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
  4. Tahun 2011 : Kompensasi kerugian Rp. 100.000.000,00 sehingga sisa rugi tahun 2007 tinggal Rp. 900.000.000,00. Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
  5. Tahun 2012 : Kompensasi kerugian Rp. 800.000.000,00 sehingga sisa rugi tahun 2007 tinggal Rp. 100.000.000,00. Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil. Sisa kerugian Rp100.000.000,00 ini tidak dapat lagi dikompensasikan ke tahun 2013 atau setelahnya.

Kompensasi Kerugian (Terdapat Produk dan atau Putusan Hukum)

Berdasarkan contoh di atas, ternyata diketahui bahwa PT. Nusahati pernah dilakukan pemeriksaan dan telah terbit produk ketetapan, serta PT. Nusahati di satu tahun pajak pernah mengajukan Keberatan dan telah keluar putusannya, atas hal tersebut berpengaruh terhadap nilai kerugian fiskal dalam tahun pajak bersangkutan. Bagaimana penghitungan kompensasinya?

Dalam PP 74 tahun 2011 Pasal  6 ayat 1 dikatakan :” Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, atas Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) Undang-Undang, dengan menyampaikan pernyataan tertulis”.

Sesuai ilustrasi diatas diketahui hal-hal sebagai berikut :

2008 : laba fiskal   Rp. 200.000.000,00 setelah diperiksa menjadi Laba Rp. 400 Juta

2009 : rugi fiskal   Rp. 300.000.000,00 setelah diperiksa menjadi  Rugi Rp.  270 Juta

2010 : laba fiskal    NIHIL  Putusan Keberatan Laba Rp. 50 Juta

2011 : laba fiskal    Rp. 100.000.000,00

2012 : laba fiskal    Rp. 800.000.000,00 setelah diperiksa menjadi Laba Rp. 900 Juta

Berdasarkan contoh di atas dalam jangka waktu 3 bulan setelah putusan maka Wajib pajak melakukan pembetulan SPT Tahunan dan Kompensasi kerugian dilakukan akan tampak  sebagai berikut :

  1. Tahun 2008 : Kompensasi kerugian menjadi Rp. 400.000.000,00 akibat adanya produk pemeriksaan sehingga sisa rugi tahun 2007 tinggal Rp. 800.000.000,00. Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
  2. Tahun 2009 : Tak ada kompensasi kerugian dari tahun 2007 karena tahun 2009 juga mengalami kerugian. Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
  3. Tahun 2010 : Kompensasi kerugian Rp. 50.000.000,- akibat adanya putusan Keberatan sehingga sisa rugi tahun 2007 tinggal Rp. 750.000.000. Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
  4. Tahun 2011 : Kompensasi kerugian Rp. 100.000.000,00 sehingga sisa rugi tahun 2007 tinggal Rp. 650.000.000,00. Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
  5. Tahun 2012 : Kompensasi kerugian Rp. 900.000.000,00 sehingga tidak terdapat sisa rugi tahun 2007 (Rp. 900.000.000,00 dikurang Rp. 650.000.000). Laba  Tahun 2012 (setelah dikurangi sisa kompensasi tahun 2007) menjadi Rp. 250.000.000. Wajib pajak menggunakan kompensasi kerugian tahun 2009 sehingga  Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil. Sisa kerugian Rp. 20.000.000,00 ini dikompensasikan ke tahun 2013 atau setelahnya. (Dalam kasus ini untuk kerugian tahun 2009 hanya bisa dikompensasikan tahun 2012, 2013 dan 2014 jika masih ada).

Dalam Pasal 6 ayat 6 PP tersebut mengatakan bahwa “ Apabila Wajib Pajak tidak membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menghitung kembali kompensasi  kerugian dalam Surat Pemberitahuan Tahunan secara jabatan berdasarkan rugi fiskal sesuai dengan surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.”  

Kesimpulan

Berdasarkan kasus sengketa pajak di awal tulisan ini serta teori tentang permasalahan kompensasi kerugian fiskal yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan dalam hal wajib pajak tidak melakukan pembetulan SPT Tahunan, Direktur Jenderal Pajak menghitung kembali kompensasi kerugian dalam Surat Pemberitahuan Tahunan secara jabatan berdasarkan rugi fiskal sesuai dengan Surat Ketetapan Pajak , Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali”. Artinya diluar dari itu tidak diperkenankan melakukan koreksi ataupun penghitungan kembali, termasuk inisiatif Pejabat Fungsional Pemeriksa tersebut, karena sampai dengan jatuh tempo keberatan wajib pajak belum ada putusan atas kerugian tahun 2007 pada kasus di atas.

Tetap semangat…  .