Membaca judul di atas tentu fokus kita adalah pada kata verifikasi, apakah verifikasi itu adalah istilah yang sama dengan pemeriksaan atau penelitian? atau memiliki pengertian yang berbeda dalam hubungannya dengan perpajakan.

Masing-masing pengertian istilah penelitian, pemeriksaan dan verifikasi sekaligus dapat ditemukan dalam PP Nomor 74 Tahun 2011  pasal 1 yaitu :

  1. Point (3) Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat  Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
  2. Point (4) Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
  3. Poin (6) Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kata penelitian, pemeriksaan, dan verifikasi memiliki pengertian yang berbeda jika berbicara dalam perpajakan, dimana perbedaan itu lebih condong kepada permasalahan kedalaman dan kerumitan  prosedur tentang  suatu  pemeriksaan pajak,

Dalam tulisan kali ini, penulis fokus menuangkan hal tentang verifikasi, yang menurut penulis adalah suatu istilah yang akrab (mis: verifikasi lapangan) dalam perpajakan  yang kini dipertegas kembali tepatnya sejak diterbitkannya PP Nomor 74 Tahun 2011 tanggal 29 Desember 2011 yang berlaku sejak 1 Januari 2012 tentang Tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan.  Diawali dalam Pasal 21 dikatakan “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Verifikasi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri  Keuangan.”.  Digenapi dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan tersebut adalah Peraturan Menteri Keuangan  Nomor: 146/PMK.03/2012 tanggal 10 September 2012 tentang Tata Cara Verifikasi.

Pengertian  Dan Tujuan Verifikasi

Beberapa Pengertian

Pengertian Verifikasi adalah : serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi adalah surat yang berisi tentang hasil Verifikasi berupa koreksi atas kewajiban perpajakan Wajib Pajak, dasar koreksi, perhitungan sementara jumlah pokok pajak, dan pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi.

Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan petugas Verifikasi atas hasil Verifikasi yang dituangkan dalam berita acara mengenai Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, dan berisi koreksi, baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui.

Laporan Hasil Verifikasi adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Verifikasi yang disusun oleh petugas Verifikasi secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Verifikasi.

Tujuan Verifikasi

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Verifikasi, dimana tujuan verifikasi tersebut adalah dalam rangka:

  1. menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
  2. menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak;
  3. mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan;
  4. mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak;
  5. mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan atau berdasarkan permohonan Pengusaha Kena Pajak; dan/atau
  6. menerbitkan surat ketetapan pajak

Tentang tujuan verifikasi tersebut di atas terdapat salah satu tujuan yang mengatakan Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (bisa Kurang Bayar, Kurang Bayar Tambahan maupun Lebih bayar) yaitu :

  1. SKPKB, termasuk di dalamnya yaitu Pasal 14 ayat (3) PP Nomor 74 Tahun 2011 bahwa Verifikasi juga dapat digunakan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) terhadap Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
  2. SKPKBT, Direktur Jenderal Pajak juga  dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar  Tambahan (SKPKBT) berdasarkan hasil Verifikasi atas data baru berupa Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana kerena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
  3. SKPLB, Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) PP Nomor 74 Tahun 2011 ini, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) melalui Verifikasi dalam hal terdapat permohonan kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP. SKPLB tersebut  masih dapat diterbitkan lagi apabila terdapat data baru, termasuk data yang semula belum terungkap apabila ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.
Latar Belakang Verifikasi

Menurut sangkaan bahwa istilah verifikasi adalah kesinambungan dari aturan yang telah diundangkan atau dilaksanakan semisal :

  1. Menjembatani antara ketentuan di Pasal 13 (1) UU KUP, dimana mengatur bahwa SKPKB bisa diterbitkan berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain. Bunyi Pasal 13  (1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut: a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang  tidak atau kurang dibayar; dst
  2. Menjembatani Pasal 36 ayat (1) huruf d UU KUP dikatakan “Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat : d.) membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa : 1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan;atau 2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Disini menjelaskan bahwa DJP dapat membatalkan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan yang dilakukan tanpa SPHP dan closing conference. Secara tersirat, ketentuan Pasal 36 mensyaratkan DJP untuk melakukan prosedur pemberitahuan atau semacam klarifikasi sebelum menerbitkan surat ketetapan.
  3. Mensinergikan semangat Sensus Pajak Nasional dan Registrasi Ulang PKP, hal ini sesuai dengan tujuan verifikasi adalah untuk menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; dan mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.

Mekanisme tentang penerbitan SKPKB berdasarkan keterangan lain yang selama ini belum pernah diatur, kini dikumandangkan dalam PP Nomor 74 Tahun 2011  Pasal 14 ayat (1)  ditegaskan bahwa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan  hasil Verifikasi terhadap keterangan lain.

Pengertian keterangan lain sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) PP ini, merupakan data konkret yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak yang berupa :

  1. hasil klarifikasi/konfirmasi faktur pajak;
  2. bukti pemotongan Pajak Penghasilan;
  3. data perpajakan terkait dengan Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT  dalam jangka waktu semestinya dan setelah ditegur secara tertulis SPT tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; atau
  4. bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Kesimpulan

Pada prinsipnya tujuan terakhir dari Verifikasi adalah dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak. Penerbitan produk ketetapan tersebut tidak hanya dilakukan melalui pemeriksaan seperti yang sudah akrab kita ketahui namun dasar dari keterangan lain melalui tahapan verifikasi seperti yang diatur dalam ketentuan PP Nomor 74 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan  Nomor: 146/PMK.03/2012 . Verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak ini dapat dilakukan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis pajak, baik untuk 1 (satu) atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.

(… sekedar info Semoga Bermanfaat …    )