Saat diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.03/ 2012 tanggal 6 Juni 2012 tentang Ketentuan mengenai penunjukan BUMN sebagai pemungut PPN, saya membaca satu komentar di suara pembaca dalam satu blog yang mengatakan “Dengan diberlakukan peraturan seperti ini kembali, perusahaan kami mengalami kekurangan pendapatan (terutama dari PPN). Karena faktur pajak yang kami terima hanya sedikit yang dapat kami kreditkan sebagai pajak masukan sehingga pendapatan dari pajak saya prediksi hilang sekitar 30 jutaan per bulan“. Entah pernyataan itu disengaja atau memang demikian adanya, namun faktanya memang banyak mitra/rekanan BUMN tidak menyetorkan PPN/PPnBM yang telah dibayarkan, demikianlah salah satu tujuan kebijakan ini dikeluarkan.

Dahulu pernah ada ketentuan yang menunjuk BUMN sebagai pemungut PPN (yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.04/2000), namun sejak 1 Januari 2004 penunjukan BUMN (dan juga BUMD) sebagai pemungut PPN dicabut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003. Maka sejak saat itu, BUMN bukan lagi sebagai pemungut PPN.

Dan hal yang sangat lumrah jika setiap kebijakan dikeluarkan akan menimbulkan banyak pertanyaan semisal : Kenapa hanya BUMN saja yang ditunjuk sebagai pemungut sementara anak perusahaannya tidak? Atau bagaimana dengan BUMD? Nah untuk hal itu bukan urusan saya eh… maksudnya kita… :D.

Disini penulis tidak membahas tarik ulur tentang penunjukan pemungut PPN, melainkan  mencoba menuangkan kembali mekanisme pemungut PPN oleh Pemungut yang disepakati, dengan judul “Sekilas tentang Pemungut PPN” semoga bermanfaat.

Pemungut PPN

Pasal 1 UU PPN mengatakan Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.

Dijelaskan bahwa pemungut PPN ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dalam hal ini beberapa ketentuan tentang penunjukan sebagai pemungut pajak adalah :

  1. Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) (Keputusan Menteri Keuangan No. 563/KMK.03/2003.)
  2. KKS Migas, dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa / Pemegang Ijin Usaha Panas Bumi –Sejak 1 April 2010 (Peraturan Menteri Keuangan No. 73/PMK.03/2010).
  3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) –(Peraturan Menteri Keuangan No.85/PMK.03/2012).

Objek Pemungutan

Yang menjadi objek pemungutan PPN/PPnBm adalah penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Badan Usaha Milik Negara (Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara , Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin, atau  Badan Usaha Milik Negara).

Saat Pemungutan

Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM oleh Pemungut PPN dilakukan pada saat: 1). penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, 2). penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP; atau 3). penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN. Faktur Pajak tersebut  harus dibuat pada saat:

  • Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP;
  • Penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP  dan/atau sebelum penyerahan JKP; atau
  • Penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

Pengecualian Pemungutan

Beberapa transaksi yang dikecualikan dari Pemungutan PPN , untuk Bendaharawan Pemerintah dan KPPN yaitu (Pasal 5 KMK-563) :

  1. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah( Transaksi yang jumlahnya paling banyak Rp1 juta yang dilakukan Bendaharawan Pemerintah dan KPPN harus dipungut , disetor dan dilaporkan sendiri oleh Rekanan tersebut);
  2. Pembayaran untuk pembebasan tanah;
  3. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT (Persero) Pertamina;

Beberapa transaksi yang dikecualikan dari Pemungutan PPN , untuk BUMN (Pasal 5 PMK-85/2012), KKS Migas, dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang  ijin usaha panas bumi atas :

  1. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  2. pembayaran atas penyerahan BBM dan Bahan Bakar Bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
  3. Untuk Seluruh Pemungut PPN atas :
  4. pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
  5. pembayaran atas rekening telepon ;
  6. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau
  7. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.

Untuk transaksi pada huruf a,b,c,d,e yang dilakukan BUMN dan KKS Migas, dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa / Pemegang Ijin Usaha Panas Bumi harus dipungut, disetor dan dilaporkan sendiri oleh Rekanan tersebut.

Saat Penyetoran dan Pelaporan

Media pelaporan bagi Pemungut PPN adalah menggunakan SPT Masa PPN bagi Pemungut  PPN  (formulir 1107-PUT) dan batas waktu pembayaran dan pelaporan bagi wajib pajak yang ditunjuk sebagai pemungut PPN adalah sebagai berikut :

  • Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Batas waktu penyetoran adalah paling lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran tagihan. Dan batas waktu pelaporan adalah paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan.
  • KKS Migas, dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa / Pemegang Ijin Usaha Panas Bumi. Batas waktu penyetoran adalah paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dan batas waktu pelaporan adalah paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
  • Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Batas waktu penyetoran adalah paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dan batas waktu pelaporan adalah paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Transaksi Dengan PKP Biasa

Pada umumnya PPN terutang karena adanya transaksi baik itu penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka pembeli  BKP/JKP wajib membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual ditambah PPN terutang.

Contoh :

PT. Main Hakim Sendiri (PT. MHS)  membeli BKP senilai DPP Rp. 850.000.000,- dari PT. Preman Pelaksana Lapangan (PT. PPL). Maka PT. MHS (PKP Pembeli) mentransfer senilai Rp. 935.000.000,- (Rp. 850.000.000,- + PPN 10%) ke rekening PT. PPL (PKP Penjual).

Transaksi Dengan PKP Pemungut

Apabila pembeli BKP/JKP berstatus pemungut PPN, maka PPN yang terutang  atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh oleh penjual melainkan disetor langsung ke kas negara, sehingga pembeli hanya membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual tanpa PPN, karena PPN disetor langsung ke negara.

Contoh :

PT. Sukofindo (BUMN)  membeli BKP senilai DPP Rp. 850.000.000,- dari PT. Pantai Indah (PT. PI). Maka PT. Sukofindo (PKP Pembeli) mentransfer hanya senilai Rp. 850.000.000,- ke rekening PT. PI (PKP Penjual), karena PT. Sukofindo menyetor langsung ke kas negara.

Transaksi Antar Pemungut

Jika terjadi transaksi penyerahan BKP/JKP antar pemungut, maka PPN/PPnBM terutang dipungut, disetorkan dan dilaporkan oleh pemungut PPN yang melakukan penyerahan BKP atau JKP yaitu Penjual. (Diatur dalam SE-43/PJ.51/2002 butir 2).

Transaksi Pemungut dengan Bendaharawan Pemerintah

Jika transaksi penyerahan BKP/JKP dilakukan oleh  badan-badan tertentu (Pemungut) kepada Bendaharawan Pemerintah /KPKN, maka PPN/PPnBM terutang atas Penyerahan BKP/JKP yang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan Pemerintah /KPKN (Pembeli). (Diatur dalam SE-43/PJ.51/2002 butir 3).

Jika transaksi penyerahan BKP/JKP dilakukan oleh  Instansi Pemerintah kepada badan-badan tertentu (Pemungut), maka PPN/PPnBM terutang atas Penyerahan BKP/JKP yang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan Instansi Pemerintah (Penjual). (Diatur dalam SE-43/PJ.51/2002 butir 4).

 

Dasar Hukum

  1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukkan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya
  2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia          Nomor 73/PMK.03/2010 Tentang       Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak Dan Gas Bumi Dan Kontraktor Atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan  Sumber Daya Panas Bumi Untuk Memungut, Menyetor, Dan MelaporkanPajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara        Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya
  3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia          Nomor 85/PMK.03/2012 Tentang       Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan MelaporkanPajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya.
  4. bersambung….