Semua Aktiva Tetap kecuali tanah (pegecualian untuk tanah digunakan untuk usaha keramik, genteng, batu bata) selalu mengalami pengurangan nilai dari satu periode ke periode berikutnya, hal ini mengakibatkan nilai aktiva tetap akan menjadi turun apabila sudah dipakai atau digunakan dalam periode tertentu, peristiwa ini dalam akuntansi dikenal adanya penyusutan aktiva tetap. Pada dasarnya, tujuan penyusutan (depreciation) dan amortisasi aktiva tetap prinsipnya sama baik secara  Fiskal dan Akuntansi (komersial) yaitu untuk mengalokasikan nilai perolehan ke masa manfaat aktiva tetap dan harta tak berwujud tersebut untuk dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung laba neto.

Konon dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 17, penyusutan adalah jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aktiva dialokasikan berdasar suatu dasar sistematis dan beralasan selama masa manfaat tersebut, digunakan secara konsisten dari periode ke periode kecuali perubahan keadaan yang memberi alasan atau dasar suatu perubahan metode.

Untuk mengetahui besarnya penyusutan atau depresiasi dari suatu aktiva tetap  dalam akuntansi dikenal beberapa metode antara lain metode garis lurus, metode jumah angka tahun, metode menurun berganda, metode satuan jam kerja, dan metode satuan hasil produksi. Namun untuk kepentingan penghitungan pajak telah diatur tersendiri dalam UU PPh dengan tujuan adanya keseragaman yaitu metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Beberapa istilah yang perlu diketahui dalam memahami metode penyusutan aktiva teta tersebut adalah :

  • Harga perolehan (Acquisition Cost) adalah harga barang ditambah biaya-biaya yang menyertainya (mis : dalam impor dikenal dengan Nilai Impor yaitu (CIF dan Bea Masuk).
  • Harga Buku aktiva tetap adalah harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan aktiva tetap.
  • Nilai residu (Salvage Value) adalah perkiraan nilai aktiva tetap setelah digunakan sesuai umur ekonomis, nilai residu disebut juga nilai sisa (nilai residu tidak selalu ada, ada kalanya suatu aktiva tidak memiliki nilai residu karena aktiva tersebut tidak dijual pada masa penarikannya).
  • Umur ekonomis (Economical Life Time) adalah perkiraan usia barang atau batas waktu penggunaan barang.

 

Ketentuan Perpajakan Tentang Penyusutan

Pembiayaan Penyusutan

Dalam Undang Undang nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), beberapa hal tentang penyusutan diatur dalam :

  • Pasal 6 ayat (1)b dikatakan “Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (Penyusutan) dan Pasal 11A (Amortisasi)”.
  • Pasal 9 ayat (2) dikatakan “Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A”.

Harga Perolehan Aktiva Tetap

Penentuan harga perolehan aktiva tetap sangat penting karena harga perolehan menjadi dasar untuk menghitung besarnya biaya penyusutan tiap-tiap tahun, sesuai dengan ketentuan pasal 10 Undang Undang nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dikatakan :

  1. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
  2. Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
  3. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
  4. Apabila terjadi pengalihan harta : a). yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; b). yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
  5. Apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c, maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.

Saat Penyusutan Dilakukan

Sering saya temui bahwa beberapa wajib pajak masih saja bingung tentang penentuan saat kapan penyusutan dimulai, sesuai dengan ketentuan pasal 11 ayat (3, 4) Undang Undang nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dikatakan bahwa saat penyusutan dimulai pada :

  • bulan dilakukannya pengeluaran,
  • untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
  • dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
  • dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan yakni saat mulai berproduksi dan bukan saat diterima atau diperolehnya penghasila.

Tarif Penyusutan Dan Golongan Aktiva Tetap

sesuai dengan ketentuan pasal 11 ayat (6) Undang Undang nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang Undang No. 36 Tahum 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dikatakan Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:

Untuk menghitung besarnya penyusutan harga tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

  1. Harta berwujud yang bukan berupa bangunan
  2. Harta berwujud yang berupa bangunan

Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:

  1. Kelompok 1: kelompok harga berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 4 tahun
  2. Kelompok 2: kelompok harga berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 8 tahun
  3. Kelompok 3: kelompok harga berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 16 tahun
  4. Kelompok 4: kelompok harga berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 20 tahun

Harta berwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu:

  1. Permanen: masa manfaatnya 20 tahun
  2. Tidak permanen: bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan lama, atau bangunan yang tidak dapat dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.
Kelompok Harta
Berwujud
Masa
Manfaat
Tarif Penyusutan sebagaimana
dimaksud dalam
Ayat (1)
Ayat (2)
I.   Bukan bangunan Kel1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
4tahun
8 tahun
16tahun
20tahun

25%
12,5%
6,25%
5%

50%
25%
12,5%
10%

II. BangunanPermanen
Tidak Permanen
20tahun
10tahun
5%
10%

untuk melihat jenis-jenis harta berwujud menurut kelompok/golongannya dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.03/2009 tentang jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan.

Metode Penyusutan

Berdasarkan penjelasan pasal 11 ayat (1 dan 2) Undang Undang nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dikatakan bahwa metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini dilakukan:

  1. dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method); atau
  2. dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method).

Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas. Untuk harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus. Harta berwujud selain bangunan dapat disusutkan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam hal Wajib Pajak memilih menggunakan metode saldo menurun, nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan.

a. Metode garis lurus (straight line method)

Metode ini dasar penyusutannya adalah harga perolehan dengan menganggap aktiva tetap akan memberikan kontribusi yang merata (tanpa fluktuasi) disepanjang masa penggunaannya, sehingga aktiva tetap akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang sama dari periode ke periode hingga aktiva ditarik dari penggunaannya.

Metode ini termasuk yang paling luas dipakai. Untuk penerapan “Matching Cost Principle”, metode garis lurus dipergunakan untuk menyusutkan aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume produk/jasa yang dihasilkan. Misalnya : bangunan, peralatan kantor.

Contoh  :
PT. Dongan Sahuta membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :

Tahun
Harga Perolehan
%Penyusutan
Biaya Penyusutan
Nilai Sisa Buku
2009
Rp.100.000.000
25%
Rp.12.500.000
Rp.87.500.000
2010
25%
Rp.25.000.000
Rp.62.500.000
2011
25%
Rp.25.000.000
Rp.37.500.000
2012
25%
Rp.25.000.000
Rp.12.500.000
2013
25%
Rp.12.500.000
Rp. 0

Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan. Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6 bulan.

b. Metode saldo menurun (declining balance method)

Metode ini dasar penyusutannya adalah nilai sisa buku fiskal, aktiva tetap dianggap akan memberikan kontribusi terbesar pada periode diawal-awal masa penggunaanya, dan akan mengalami tingkat penurunan fungsi yang semakin besar di periode berikutnya seiring dengan semakin berkurangnya umur ekonomis atas aktiva tersebut.

Metode ini sesuai jika dipergunakan untuk jenis aktiva tetap yang tingkat kehausannya tergantung dari volume produk yang dihasilkan, yaitu jenis aktiva mesin produksi.

Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu aktiva pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun harus disusutkan sekaligus.

Contoh :
PT. Ai So Ise membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :

Tahun
Harga Perolehan
%Penyusutan
Biaya Penyusutan
Nilai Sisa Buku
2009
Rp.100.000.000
50%
Rp.25.000.000
Rp.75.000.000
2010
50%
Rp.32.500.000
Rp.32.500.000
2011
50%
Rp.16.250.000
Rp.16.250.000
2012
50%
Rp. 8.125.000
Rp. 8.125.000
2013
Disusutkansekaligus
50%
Rp. 8.125.000
Rp. 0

Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.

Kesimpulan

Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud melalui penyusutan.

Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata.

Pembebanan biaya atas perolehan harta berwujud dan tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.

  1. Harta yang dapat dilakukan penyusutan dan amortisasi adalah harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak dan dipergunakan untuk kegiatan usaha Wajib Pajak (untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Wajib Pajak).
  2. UU PPh memberikan aturan tersendiri mengenai penyusutan dan amortisasi fiskal untuk memberikan keseragaman dan kepastian hukum.
  3. Metode penyusutan dan amortisasi fiskal yang diperkenankan oleh UU PPh hanya metode garis lurus (Straight Line Method) dan saldo menurun (Double Declining Method).
  4. Penyusutan dan amortisasi fiskal menggunakan bulan sebagai dasar perhitungan. Apabila harta tersebut diperoleh dalam bagian tahun maka penyusutan dihitung sebanyak bulan pemakaian dibagi 12 bulan.
  5. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang no.36 Tahun 2008 Tentang PPh, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.