Dalam tulisan sebelumnya telah dibahas tentang hal-hal khususnya yang berhubungan seputar bidang property/real estate. Walau kali ini ogut tidak lagi sebagai Account Representative (AR) seperti saat tulisan pertama, namun disela-sela pekerjaan tetap sebagai Penelaah Keberatan (PK) saya sering terlibat dalam diskusi-diskusi seputar perpajakan dibidang Industri properti/real estate baik di kantor penulis maupun sesama praktisi perpajakan, dan ide menulis topik ini kembali timbul setelah dalam sebuah diskusi terdapat banyak sekali pertanyaan-pertanyaan seputar transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan atau dalam hal ini bidang usaha Property/Real Estate, beberapa pertanyaan tersebut diantaranya adalah :

  1. Tentang kebenaran setoran/pembayaran yang dilakukan pelaku usaha dalam sektor industri ini, hal ini terkait dengan dasar penghitungan PPh Final yang digunakan, dimana data NJOP selalu lebih rendah dengan harga transaksi (Akta Pengalihan).
  2. Tentang identitas konsumen sehubungan dengan statusnya sebagai wajib pajak, mulai dari kepemilikan NPWP, laporan pajak tahunan (SPT), dan sumber dana sehubungan pembelian property.
  3. Tentang kepastian tempat terutangnya jenis pajak PPh Pasal 4 ayat 2 untuk bidang usaha yang bergerak dalam bidang property maupun real estate, dimanakah terutangnya jenis pajak PPh  untuk jenis usaha ini, menurut saya ada sedikit perbedaan ketentuan dalam jenis pajak Pasal 4 ayat (2) final yang biasa dikenal? Karena memang jika dirunut ada hal yang unik untuk bidang usaha ini, yaitu beberapa perubahan-perubahan ketentuan sehubungan dengan industri yang satu ini.
  4. Mekanisme pemberian Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Final untuk tahun-tahun pajak sebelum tanggal 01 Januari 2009  misalnya  pajak tahun  2008  namun baru dibuatkan AJB ditahun setelah 2008, perlunya penelitan untuk menghindari praktek penyimpangan.
  5. Tentang perlakuan uang muka dan atau booking fee  juga langsung dikenakan PPh Final, bagaimana perlakukan PPh Final yang sudah disetor apabila pembeli batal membeli. Hal ini pernah saya alami ketika Wajib Pajak (Real Estate) mempertanyakan PPh Final yang disetor, untungnya saya saat itu saya minta bukti pengembalian Booking Fee kepada pihak pembeli dan tidak ada karena memang ada perjanjian jika batal maka booking fee akan hangus, namun berbeda dengan Uang Muka, developer pada umumnya mengembalikan uang muka apabila batal untuk kasus ini saya hanya tersenyum sambil bilang…. ikhlaskan aja :D.

Namun sebelum membahas beberapa permasalahan tersebut di atas perlu kiranya kita memahami ketentuan yang mengatur bisnis industri ini, serta hal yang penting kita  juga perlu mengetahui pergerakan industri ini, karena konon katanya industri ini cukup besar nilainya namun tidak sinergi dengan pembayaran pajak-pajaknya.

Ada Apa Dengan Industri Property/Real Estate?

Jika kita yang berada diperkotaan misalkan di wilayah Jawa, Bali dan Sumatera tentu tidak heran dengan keberadaan bangunan perumahan/mall dan konsep bangunan pemerintahan yang jor-joran dilakukan dan memang kini bisnis di bidang properti/ real estate benar-benar sedang berada di puncak kejayaan. Pembangunan perumahan, apartemen, trade centre/ mall , kawasan industri, gedung perkantoran dan sebagainya terus dibangun/ dikembangkan hampir diseluruh kota-kota besar di Indonesia, terutama di pulau Jawa. Perusahaan pengembang baru (developer) terus bermunculan, sementara para pemain lama makin mengembangkan usahanya dan mengarah ke spesialisasi, seperti 1). PT Duta Pertiwi spesialis perumahan dan trade centre, 2). Agung Podomoro spesialis apartemen/ kondominium, 3). Pakuwon Jati spesialis pusat pertokoan dan perbelanjaan, 4). Grup Ciputra spesialis perumahan dan pusat perbelanjaan, 5). Sumarecon Agung spesialis perumahan dan mall, 6). Grup Jan Darmadi spesialis gedung perkantoran dan banyak lainnya.

Langsung kita menuju segi pendanaan yang merupakan potensi yang terkandung pada industri properti/ real estate sangat besar, khabarnya  triliun beredar pertahunnya. Proyek properti secara komersial yang dibangun didominasi oleh proyek pusat perbelanjaan modern dan komersial baik di Jakarta dan sekitarnya maupun di daerah dengan nilai kapitalisasi yang sangat besar, selain proyek ruko dan rukan yang semuanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang beragam.

Sebagaimana dijelaskan, nilai kapitalisasi dalam industri properti/ real estate sedemikian besarnya, yang berarti besar juga nilai penjualan yang timbul pada industri ini dan tentunya pajak-pajaknya. Disamping besaran rupiah, jenis produk yang ditawarkan juga banyak macamnya. Hal-hal tersebut pada akhirnya akan berakibat pada tingkat kompleksitas dalam mengantarkan produk sampai ke tangan konsumen. Jika dalam tulisan sebelumnya telah dijelaskan tentang mekanisme penjualan/pembelian property (Real Estate) yang dapat dilakukan dengan tunai, kredit, sewa atau cicilan tunai, kini coba dijelaskan proses pemasaran yang dilakukan dalam industri ini yaitu :

  1. Pemasaran yang dilakukan sendiri,
  2. Dengan menggunakan jasa pihak ketiga, bisa berupa a). broker, bisa perorangan atau badan usaha yang membantu memasarkan produk, atas jasanya tersebut broker akan mendapat imbalan jasa berupa komisi. b).  Managemen Pengelolaan, pada busines persewaan ruangan kantor dan pusat perbelanjaan biasanya pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain yang ahli dan berpengalaman (tidak selalu dikelola oleh pemilik bangunan), atau dibentuk perusahaan baru yang bertugas mengelola bangunan tersebut.  Biasanya diikat dengan suatu perjanjian pengelolaan, dimana pengelola akan menerima imbalan jasa dari pemilik.

Oleh sebab besarnya nilai penjualan yang timbul tentu berdampak terhadap penerimaan negara khususnya dari kewajiban pajak pusat yang harus disetorkan, hal ini  akan saling bersinggungan antara pemerintah, pengusaha industri property dan tentu konsumen. Kemungkinan kepentingan inilah yang mendasari beberapa perubahan-perubahan aturan dalam bidang industri ini.

Aturan Perpajakan Terkait Industri Property/Real Estate 

Mungkin beberapa dari pembaca selalu setia mengikuti ketentuan-ketentuan sehubungan dengan bisnis ini, namun beberapa juga mungkin terlewatkan, maka sebagai arsip nusahati.com pulalah penulis menyalin kembali atas ringkasan ketentuan ini :).

Peraturan tentang Pajak Penghasilan yang berkaitan dengan pengalihan  hak atas tanah dan atau bangunan dimulai secara khusus diatur pada tahun 1994, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 1994 namun kemudian dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan hak atas tanah dan atau bangunan. Pada tahun 1996 terbit Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1996 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 1994. Selanjutnya pada tahun 1999 dilakukan perubahan kedua yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 1999 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan hak atas tanah dan atau bangunan. Terakhir dilakukan perubahan ketiga pada tahun 2008 dengan diterbitkanya Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2008. Untuk lebih afdol mari kita telaah (maklum penelaah keberatan :D) bersama urutan ketentuan ini.

I. PP Nomor 3 Tahun 1994

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1994 yang berlaku mulai 2 Maret 1994 mengubah perlakuan pajak penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Sebelum peraturan pemerintah ini diterbitkan berlaku ketentuan pasal 16 dan 17 Undang Undang Pajak Penghasilan, sehingga pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dianggap sebagai penjualan harta pada umumnya.

Subyek Pajak

Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa penghasilan yang diperoleh atau diterima wajib pajak perseorangan atau badan dalam negeri dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan di luar kegiatan usaha pokoknya merupakan obyek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991. Dalam penjelasan ayat (1) disebutkan bahwa Penghasilan Wajib Pajak dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan di luar kegiatan usaha pokoknya adalah penghasilan wajib pajak dari kegiatan yang bukan merupakan kegiatan usahanya sehari-hari. Dengan demikian maka penghasilan yang diterima atau diperoleh misalnya oleh perusahaan real estate dari penjualan tanah atau tanah dan bangunan tidak termasuk dalam bidang cakupan Peraturan Pemerintah ini karena hal tersebut adalah dalam rangka kegiatan usaha pokoknya.  Adapun yang dimaksud dengan pengalihan hak adalah :

  • penjualan, tukar menukar atau cara lain yang disepakati dengan Wajib Pajak lainnya;
  • penjualan, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela dengan Pemerintah selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum;
  • pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

Tarif dan Dasar perhitungan Pajak

Sebagaimana disebutkan dalam pasal (3) besarnya Pajak  Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan cara  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pajak Penghasilan  yang wajib dipungut dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) adalah sebesar 3% (tiga perseratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan. Dalam ayat selanjutnya dijelaskan bahwa Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah nilai yang tertinggi di antara nilai berdasarkan akte pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah atau tanah dan bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dan dalam hal pengalihan hak  kepada Pemerintah adalah nilai berdasarkan Keputusan pejabat atau panitia yang berwenang. Selanjutnya di ayat (3) disebutkan bahwa Nilai Jual Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah Nilai Jual Obyek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan, atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum diterima, adalah Nilai Jual Obyek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang tahun pajak sebelumnya yang telah diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah wewenangnya meliputi tanah atau tanah dan bangunan yang bersangkutan

Prosedur Pelaksanaan PPh pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.

Dalam pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akte jual beli ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT). Ayat (2) menyebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akte Tanah hanya menandatangani akte pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan apabila kepadanyadibuktikan oleh Wajib Pajak bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) yang bersangkutan dengan menunjukkan aslinya dan Penyetoran pajaksebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama Wajib Pajak yang menerima pembayaran Dalam pasal 5 ayat (1) disebutkan Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan daripengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang pembayarannya bersumber dari  Anggaran Belanja Negara atau Anggaran Belanja Daerah, dipungut Pajak Penghasilan oleh Bendaharawan atau Pejabat yang berwenang melakukan pembayaran dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini.

Sifat Pajak

Dalam pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) digolongkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Selanjutnya di ayat (2) disebutkan bahwa penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dihitung sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 dan peraturan pelaksanaannya, yaitu digabungkan dengan penghasilan lainnya dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak yang bersangkutan.

II. PP Nomor 48 Tahun 1994

Diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994 adalah untuk mengganti ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1994 dan berlaku mulai 1 januari 1995. Berikut dijabarkan ketentuan Yang terdapat dalam Peraturan pemerintah ini.

Subyek dan Obyek Pajak

Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan. Dalam penjelasan ayat 1 disebutkan bahwa Atas pengalihan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, baik dalam kegiatan usahanya maupun di luar usahanya, wajib dibayar atau dipungutPajak Penghasilannya pada saat terjadinya transaksi tersebut. Adapun yang dimaksud dengan pengalihan hak adalah :

  • penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak,
  • pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;
  • penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus
  • penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

Tarif dan Dasar perhitungan Pajak

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3  ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/ataubangunan. Dalam ayat selanjutnya dijelaskan bahwa Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah nilai yang tertinggi di antara nilai berdasarkan akte pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah atau tanah dan bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dan dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah adalah nilai berdasarkan Keputusan pejabat atau panitia yang berwenang. Selanjutnya di ayat (3) disebutkan bahwa Nilai Jual Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah Nilai Jual Obyek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan, atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum diterima, adalah Nilai Jual Obyek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang tahun pajak sebelumnya yang telah diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah wewenangnya meliputi tanah atau tanah dan bangunan yang bersangkutan.

Prosedur Pelaksanaan PPh pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.

Dalam pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang. Selanjutnya di ayat (2) disebutkan bahwa Pejabat yang berwenang hanya menanda tangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanyadibuktikan oleh Orang pribadi atau badan dimaksud bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak yang bersangkutan dengan menunjukkan aslinya. Selanjutnya dalam pasal 6 disebutkan bahwa Ketentuan tentang pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan atau pengalihan hak atastanah dan/atau bangunan oleh Wajib Pajak badan sehubungan dengan usaha pokoknya di bidang penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

Sifat Pajak

Dalam pasal 8 disebutkan bahwa Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), bagi orang pribadi bersifatfinal dan bagi Wajib Pajak badan merupakan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.

III. PP Nomor 27 Tahun 1996

Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1996 merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994. Pokok pokok perubahan adalah  sebagai berikut.

Tarif dan Dasar perhitungan Pajak

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) diubah menjadi  Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2  ayat (1) dan Pasal 3ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali pengalihan hak atas rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan  sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.

Sifat Pajak

Dalam pasal 8 ayat (1) disebutkan bahwa Bagi Wajib Pajak orang pribadi, yayasan atau organisasi yang sejenis, dan Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam kegiatanusaha pokoknya, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4ayat (1) bersifat final. Selanjutnya di ayat (2) disebutkan Bagi Wajib Pajak badan lainnya dan bagi Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya melakukan  transaksi pengalihan hak atas  tanah dan/atau bangunan apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan diluar  kegiatan usaha pokoknya, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) merupakan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Dan di ayat (3) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), apabila melakukan pengalihan hak atastanah dan/atau bangunan yang
jumlah brutonya kurang dariRp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), penghasilan yang diperoleh dari pengalihan tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan, dan Pajak Penghasilan terutang yang bersifat final sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan, wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan Surat Setoran Pajak Final sebelum akhir tahun pajak yang bersangkutan, kecuali penghasilan yang diperoleh dari pengalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c.

IV. PP Nomor 79 Tahun 1999

Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 1999 ini merupakan perubahan kedua dari Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994. Pokok pokok perubahan adalah sebagai berikut :

Tarif dan Dasar perhitungan Pajak

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) diubah menjadi Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah 5 % (lima per seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Namun terdapat perubahan dalam pasal 6 yaitu Dikecualikan dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas, bagi Wajib Pajak badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pengenaan Pajak Penghasilannya berdasarkan  ketentuan umum Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994.

Sifat Pajak

Dalam pasal 8 ayat (1) diubah Bagi Wajib Pajak orang pribadi, yayasan atau organisasi yang sejenis, yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bersifat final. Dan di ayat (2) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi  Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), penghasilan yang diperoleh dari pengalihan tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan, dan Pajak Penghasilan terutang yang bersifat final sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan, wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan Surat Setoran Pajak Final sebelum akhir tahun pajak yang bersangkutan, kecuali penghasilan yang diperoleh dari pengalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c.

V. PP Nomor 71 Tahun 2008

Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2008 ini merupakan perubahan ketiga dari Peraturan PemerintahNomor 48 tahun 1994. Pokok pokok perubahan adalah sebagai berikut.

Tarif dan Dasar perhitungan Pajak

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) diubah menjadi Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan olehWajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan. Namun terdapat perubahan dalam pasal 6 yaitu dengan
dihapuskannya pasal ini, sehingga tidak adal lagi pengecualian bagi Wajib Pajak badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang pada Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 1999 pengenaan Pajak Penghasilannya berdasarkan ketentuan umum Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, sehingga kembali dikenakan sebesar 5% (lima persen).

Sifat Pajak

Dalam pasal 8 ayat (1) diubah menjadi Bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bersifat final. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh transakasi pengalihan dikenakan final.

Di samping diatur dengan Peraturan Pemerintah, ketetuan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan juga diterbitkan aturan-aturan dan petunjuk pelaksana. Berikut ini dijabarkan mengenai ketentuan dan petunjuk pelaksana tersebut.

Per-28/PJ./2009

Ketentuan ini muncul untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak mengenai pelaksanaan PP No. 71 Th 2008, Ketentuan pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa Wajib Pajak badan,  termasuk koperasi, yang usaha pokoknya melakukan transaksi, yang :

  1. melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum tanggal 1 Januari 2009 dan atas  pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang; dan
  2. penghasilan atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada angka 1 (diatas) telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi

Pengenaan pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Sedangkan pasal 1 ayat(2) mengatur bahwa atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang dibuktikan dengan surat keterangan bebas pembayaran Pajak Penghasilan
yang bersifat final. Ketentuan pasal 1 ini menunjukkan bahwa atas pengalihan yang dilakukan sebelum 1 januari 2009 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang dan telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi maka yang berlaku ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999 di mana ketentuan ini mengatur bahwa atas pengalihan nya dikenakan pajak penghasilan badan. Pajak penghasilan menurut ketentuan ini dihitung dengan menggunaan tarif pasal 17 dan tidak bersifat final. Pada tahun 2009, saat dilakukan pembuatan akta oleh pejabat akta atas penghasilan ini tidak dikenakan pajak penghasilan final dengan terlebih dahulu mengajukan
Surat Keterangan Bebas (SKB) pembayaran pajak penghasilan yang bersifat final.

SE-80/PJ/2009

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-80/PJ/2009 ditetapkan pada tanggal 27 Agustus 2009 yang berisi mengenai pelaksanaan Pajak Penghasilan yang bersifat final (PPh Final) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (WP real estate). Terdapat beberapa petunjuk pelaksanaan teknis pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan Final atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Petunjuk pelaksanaan yang pertama adalah mengenai Pembayaran PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh wajib pajak real estat yang dilakukan pada :

  1. Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran, dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara angsuran,
  2. Sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dalam hal jumlah seluruh pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf a kurang dari jumlah bruto nilai pengalihan hak

Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam poin 2 di atas adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan pada saat ditandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pejabat yang berwenang. Disamping itu apabila pembayaran atau angsuran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan sebelum 1 Januari 2009 dan penjualan atas pengalihan tersebut belum diakui sebagai penghasilan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan tersebut sampai dengan 31 Desember 2008 maka PPh Final atas pembayaran atau angsuran tersebut harus dibayar sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.

Petunjuk lainnya adalah mengenai pemenuhan kewajiban yang dilakukan  oleh cabang dan dilakukan melalui kerjasama Operasi (KSO). Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan dicabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebutdapat dilakukan oleh cabang. Namun seluruh pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan di cabang harus dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

Berkaitan dengan bentuk kerjasama operasi yaitu terdapat dua atau lebih Wajib Pajak bekerja sama membentuk Kerja Sama Operasi (KSO)/Joint Operation (JO) yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan maka PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dibayar oleh masing masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO. Apabila PPh Final telah dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama KSO atau salah satu anggota KSO maka SSP tersebut dipindahbukukan ke masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO. Petunjuk lain dalam Surat edaran ini adalah berkaitan dengan surat keterangan bebas.

Per-26/PJ./2010

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-26/PJ./2010 mengatur tentang tatacara penelitian Surat setoran pajak atas Penghasilan atas Pengalihan hak atas tanah dan/atau Bangunan. Dalam pasal 1 ayat (1) diatur bahwa Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan bahwa Pajak Penghasilan yang wajib dibayar atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan telah dibayar ke Kas Negara oleh Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pembuktian pembayaran Pajak Penghasilan ke Kas Negara kepada pejabat yang berwenang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan menyerahkan foto kopi Surat Setoran Pajak atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang telah diteliti oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan menunjukkan asli Surat Setoran Pajak yang bersangkutan.

Pasal 2 mengatur bahwa untuk keperluan penelitian Surat Setoran Pajak atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau kuasanya harus mengajukan formulir penelitian Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan/atau bangunan yang dialihkan haknya dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. pasal 3 dan 4 mengatur hal teknis pengajuan surat Penelitian. Hal lain yang diatur dalam pasal 5 berkaitan bila ternyata terdapat perbedaan data. Dalam ayat (1) dijelaskan bahwa dalam hal berdasarkan penelitian ternyata Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan belum dibayar ke kas negara atau Pajak Penghasilan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak masih kurang dari yang seharusnya dibayar, maka kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Sehingga ketentuan ini mensyaratkan bahwa sebelum akte dibuat, Surat setoran PPh Final harus diteliti terlebih dahulu oleh KPP tempat wajib pajak terdaftar.

bersambung…