Salah seorang relasi bertanya, apakah barang-barang bekas yang merupakan aset perusahaan  yang sudah tidak dipakai saat dijual harus dikenakan PPN (Pasal 16D)? Ringkasnya saya jawab “amannya” tetap terutang PPN. Lalu apa memang demikian aturannya? Bagaimana jika barang-barang tersebut sebelumnya memang tidak terutang PPN karena beli dari Non PKP atau bahkan sebelum UU PPN diberlakukan? dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain seputar penjualan aktiva yang tujuan semula bukan untuk diperjual belikan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada baiknya kita menyimak kembali dengan tulisan yang akan diuraikan berikut dengan judul “Sekilas Tentang PPN Atas Penjualan Aktiva (Dikenal dengan istilah Pasal 16D)”. Untuk memudahkan pemahaman pembaca,  penulis membedakan Pasal 16 D sesuai ketentuan yaitu :

  • Masa 1 Januari 1995 s.d 1 April 2010, Sesuai dengan UU No. 11 th 1994 yang berlaku mulai 1 Januari 1995
  • Setelah 1 April 2010, Sesuai dengan UU PPN No. 42 th 2009

Masa 1 Januari 1995 s.d 1 April 2010

Pasal 16D UU No. 11 tahun 1994 berbunyi : “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.”

Adapun dalam penjelasan dikatakan : “Penyerahan mesin, bangunan, peralatan, perabotan atau aktiva lain yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, dikenakan pajak sepanjang memenuhi persyaratan, yaitu bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya, sesuai ketentuan Undang-undang ini, dapat dikreditkan.

Dengan demikian, penyerahan aktiva tersebut tidak dikenakan pajak apabila Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada waktu perolehannya tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali jika tidak dapat dikreditkannya Pajak Pertambahan Nilai tersebut karena bukti pengkreditannya tidak memenuhi persyaratan administratif, misalnya Faktur Pajaknya tidak diisi lengkap sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5).

Berdasarkan bunyi pasal 16 D UU No. 11 tahun 1994 beserta penjelasannya dapat disarikan sebagai berikut :

  1. Penyerahan Aktiva harus  harus berupa Barang Kena Pajak (BKP)
  2. Yang melakukan penjualan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP)
  3. Pada waktu pembelian PPN telah dibayar, artinya jika pada saat pembelian tidak membayar PPN misalnya karena pembelian dari non PKP, pembeliannya sebelum UU PPN 1984 diberlakukan maka atas penjualan tidak terutang PPN.
  4. Semua penjualan aktiva yang pajak masukannya “dapat” dikreditkan dikenakan PPN, Pengertian “dapat” bukan berarti secara nyata telah dikreditkan, walaupun tidak dikreditkan tapi kalau pajak masukannya “Boleh” dikreditkan maka sudah termasuk dalam pengertian “dapat” dikreditkan
  5. Semua penjualan aktiva yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan tidak dikenakan PPN kecuali penjualan aktiva yang pajak masukkannya tidak boleh dikreditkan karena : Bukti pengkreditannya tidak memenuhi persyaratan administratif, misalnya Faktur Pajaknya tidak diisi lengkap sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5).

Setelah 1 April 2010

Pengenaan PPN terkait aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan diperluas melalui  UU PPN No 42 tahun 2009. Pasal 16D UU PPN No 42 tahun 2009 berbunyi : “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.”

Adapun dalam penjelasan dikatakan : “Penyerahan Barang Kena Pajak, antara lain, berupa mesin, bangunan, peralatan, perabotan atau Barang Kena Pajak lain yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak dikenai pajak. Namun, Pajak Pertambahan Nilai tidak dikenakan atas pengalihan Barang Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yaitu kendaran bermotor berupa sedan dan station wagon, yang menurut ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut tidak dapat dikreditkan.”

Berdasarkan bunyi pasal 16D UU PPN No 42 tahun 2009 beserta penjelasannya dapat disarikan sebagai berikut :

  1. Penyerahan Aktiva harus  harus berupa Barang Kena Pajak (BKP)
  2. Yang melakukan penjualan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP)
  3. Pada waktu pembelian PPN telah dibayar, artinya jika pada saat pembelian tidak membayar PPN misalnya karena pembelian dari non PKP, pembeliannya sebelum UU PPN 1984 diberlakukan maka atas penjualan tidak terutang PPN.
  4. Semua penjualan aktiva yang ada pajak masukannya dikenakan PPN kecuali penjualan aktiva yang pajak masukkannya tidak boleh dikreditkan karena : a). Berupa sedan dan station wagon (yg keduanya bukan untuk barang dagangan/ disewakan), b). Aktiva yang tidak memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha.

Beberapa Pengertian Terkait Penyerahan Aktiva

  • Pajak Masukan, dalam pasal 1 (24) UU PPN No 42 2009 adalah “Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak”.
  • Pengkreditan Pajak Masukan  Pasal 9 ayat (8) huruf b dan c UU PPN No 42 2009 berbunyi :“Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: b). perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; c). perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan

Contoh Penjualan Aktiva

1. Penjualan Aktiva yang terutang PPN

Contoh yang menurut penulis kategori penjualan aktiva yang terutang PPN adalah sebagai berikut : PT. Nusacode menjual aset yang sudah tidak efektif lagi berupa mobil bekas dan alat-alat elektronik bekas untuk diganti dengan keluaran terbaru, dengan nilai total penjualan Rp. 240.000.000,-  Maka atas penjualan aktiva ini terutang PPN dengan alasan sebagai berikut : 1). Yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak, 2). Yang melakukan penjualan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), 3). Pada waktu pembelian PPN telah dibayar.

2. Penjualan Aktiva yang tidak terutang PPN

Contoh yang menurut penulis bukan kategori penjualan aktiva yang tidak terutang PPN adalah sebagai berikut : PT. Nusahati  pada tahun 22 Maret 2013 melakukan Penjualan tanah dan atau bangunan yang dibeli tahun 1978 dari orang pribadi  yang dilengkapi dengan dokumen terkait berupa sertifikat tanah, tidak terutang PPN dengan alasan sebagai berikut 1). Aktiva tersebut diperoleh tanpa adanya PPN Masukan yang dapat dikreditkan. 2).  Aktiva diperoleh tahun 1975 dimana pada saat tersebut belum berlaku UU PPN.

Kesimpulan

Bagi perusahaan yang berbentuk badan hukum tentang penjualan aktiva akan terlihat jelas dalam mutasi aset pada daftar aktiva tetap. Hal ini akan menjadi perhatian bagi seorang Account Representative atau Pejabat Fungsional Pemeriksa. Agar hal ini tidak menjadi masalah maka wajib pajak harus dapat menjelaskan apabila penjualan aset tersebut tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada saat dijual seperti dapat membuktikan bahwa aset yang dijual  pada saat pembelian tidak dipungut PPN karena pembelian dari non PKP atau sebelum UU PPN diberlakukan. Walaupun sebenarnya saat mengeksekusi fiskus disamping yang telah diuraikan di atas juga harus memperhatikan syarat komulatif seperti : 1) Aset yang dijual bukan barang dagangan (tujuan semula bukan untuk diperjualbelikan), 2). Pajak Masukan sudah dibayar, 3). Pajak Masukannya dapat dikreditkan.