Dalam tulisan terdahulu dengan judul “Sekilas Tentang Pengurangan Sanksi” disebutkan bahwa wajib pajak dapat mengajukan permohonan penghapusan atau pengurangan sanksi, dimana Perihal Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan Atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Atau Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar, Dan Pembatalan Hasil Pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d Undang-Undang Republik Indonesia No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tatacara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007.

Kali ini penulis menguraikan kembali terkait pengurangan atau penghapusan sanksi, tepatnya  tentang pengurangan atau penghapusan sanksi yang melebihi jangka waktu 24 bulan, karena ditulisan terdahulu sepertinya semangatnya adalah selalu menolak permohonan wajib pajak, adapun tulisan ini terkait dengan  permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi dari wajib pajak yang mengalir deras ke meja kerja penulis (bukan untuk didisposisikan tapi untuk dikerjakan sendiri)  .  Tentang permohonan jenis ini pada prinsipnya sudah penulis sadari ketika menjadi account representative, namun tetap diterbitkan sanksi karena amanat Undang-undang terkait pasal yang menjadi dasar hukum penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) menyebutkan demikian. Namun yang melegakan adalah saat wajib pajak berkenan melakukan pembetulan atas laporan perpajakannya yang tentu kadang dengan diskusi yang pelik sehubungan dengan himbauan yang dikeluarkan.

Dasar Hukum 

Tentang pengurangan sanksi menjadi kurang dari 24 bulan diatur dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 8/PMK.03/2013 tanggal 02 Januari 2013 yang mulai berlaku tanggal 1 Maret 2013 yaitu Terhadap permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), atau Pasal 10 ayat (1) dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menjadi kurang dari 24 (dua puluh empat) bulan. adapun pasal-pasal terkait adalah sebagai berikut :

  • Pasal 2 : Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat : a). mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; b). mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar; c). mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang KUP yang tidak benar; atau d). membatalkan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang dilaksanakan tanpa: 1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil verifikasi; dan/atau, 2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi dengan Wajib Pajak.
  • Pasal 4 : Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi: a). sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang KUP; b). sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan penerbitan surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan berdasarkan Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP; atau c). sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak selain Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b.
  • Pasal 5 (1) : Wajib Pajak dapat memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dengan menyampaikan surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi kepada Direktur Jenderal Pajak.
  • Pasal 8 (2)  : Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) terkait dengan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 8 ayat (2) atau Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP dan sanksi administrasi tersebut melebihi jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan, berlaku ketentuan sebagai berikut : a). pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila sanksi administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak; dan b). pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila jumlah pajak yang kurang dibayar dalam pembetulan Surat Pemberitahuan yang menjadi dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 8 ayat (2) atau Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP telah dilunasi oleh Wajib Pajak.
  • Pasal 9 (1) : Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) terkait dengan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 9 ayat (2a) atau Pasal 9 ayat (2b) Undang-Undang KUP dan sanksi administrasi tersebut melebihi jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan, berlaku ketentuan sebagai berikut: a). pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila sanksi administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak; dan b). pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan apabila jumlah pajak yang terutang atau kekurangan pembayaran pajak yang terutang yang menjadi dasar penerbitan Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 9 ayat (2a) atau Pasal 9 ayat (2b) Undang-Undang KUP telah dilunasi oleh Wajib Pajak.
  • Pasal 10 (1) : Dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) terkait dengan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP dan sanksi administrasi tersebut melebihi jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan, perhitungan waktu sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak tersebut dapat berasal dari perhitungan waktu yang tercantum dalam 1 (satu) atau beberapa Surat Tagihan Pajak untuk dasar penagihan pajak yang sama.

Saya pernah ditanya, kenapa diterbitkan sanksi administrasi melebihi 24 bulan jikalau diatur juga bahwa wajib pajak dapat mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi jika melebihi jangka waktu 24 bulan artinya kenapa sanksinya tidak dibuat aja maksimal 24 bulan sama halnya seperti pemeriksaan?

Jikalau kita melihat kasus penerbitan STP (bukan pemeriksaan) dengan sanksi melebihi 24 bulan karena memang pasal sanksi tersebut mengatakan demikian, misalnya Pasal 8 ayat 2 : Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Adapun pengurangan atau penghapusan sanksi terkait melebihi 24 bulan muncul belakangan yaitu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan pada Pasal 36 ayat (2) dan (3) dikatakan sebagai berikut : Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan terhadap sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (2a) Undang-Undang, yang dikenakan melebihi jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan, atas permohonan tersebut dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sehingga besarnya sanksi administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan dikenakan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Hal ini mungkin untuk menjawab banyak pertanyaan  sebelum aturan ini ada yaitu lebih baik diperiksa aja daripada membetulkan sendiri, karena diperiksa sanksi bunga maksimal 24 bulan dibandingkan pembetulan sendiri bisa sampai 60 bulan (limit daluarsa).

Kesimpulan

Apabila wajib pajak saat melakukan pembetulan Surat pemberitahuan yang menyebabkan kurang bayar dan atas hal itu diterbitkan Surat Tagihan Pajak dengan sanksi bunga 2%/bulan melebihi 24 bulan maka wajib pajak dipersilahkan untuk mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menjadi kurang dari 24 (dua puluh empat) bulan dengan kondisi-sebagai berikut :

  • Sanksi administrasi tersebut belum dibayar atau belum dilunasi oleh Wajib Pajak;
  • Jumlah kekurangan pembayaran pajak yang menjadi dasar pengenaan sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak telah dilunasi oleh Wajib Pajak; dan
  • Memenuhi kriteria yang dapat berupa : a. Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi karena kesalahan Direktorat Jenderal Pajak selain yang tercakup dalam kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP; b. Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi karena keadaan yang disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan karena kesalahan Wajib Pajak; c. Wajib Pajak yang dikenai sanksi administrasi terkena bencana alam, kebakaran, huru-hara/kerusuhan massal, atau kejadian luar biasa lainnya; atau d. Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas sehingga mempengaruhi kelangsungan usahanya.

🙂