Sangatlah memungkinkan terjadi kekeliruan dalam menginterprestasikan ketentuan perpajakan yang mengakibatkan  terjadi kesalahan pembayaran pajak. Begitu juga saat penulis menjadi Account Representative, pernah salah satu wajib pajak yang bergerak dalam bidang real estate datang konsultasi dan menanyakan jika dimungkinkan, bagaimana prosedur pengembalian pajak yang tidak seharusnya terutang akibat adanya pembatalan transaksi, apakah dapat dilakukan pemindahbukuan dan atau direstitusi? Hal yang mirip juga ditanyakan oleh salah seorang pembaca nusahati baru-baru ini.

Dalam ketentuan kita dapat melihat bahwa hal seperti ini sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan :PMK-190/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pajak yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar dari pada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan objek pajak. Atas kondisi tersebut Wajib Pajak dapat meminta kembali Pajak yang bersangkutan dengan surat permohonan tentu dengan memperhatikan beberapa hal yaitu :

  • Dalam hal kesalahan pemotongan atau pemungutan dilakukan terhadap Pajak Penghasilan, pajak yang salah dipotong atau dipungut tersebut dapat diminta kembali  oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut dengan surat permohonan, sepanjang belum dikreditkan.
  • Pajak yang dipotong atau dipungut seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut, dan pajak yang salah dipotong atau dipungut tersebut telah disetorkan dan dilaporkan, Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan tidak dapat meminta kembali pajak yang salah dipotong atau dipungut tersebut.
  • Dalam hal kesalahan pemungutan dilakukan terhadap Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah, kesalahan pemungutan tersebut dapat diminta kembali oleh Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dengan surat permohonan, sepanjang belum dikreditkan atau belum dibebankan sebagai biaya,

Kini sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud diatur dalam ketentuan di atas PMK-190/PMK.03/2007 maka diterbitkanlah PMK-10/PMK.03/2013 tanggal 02 Januari 2013 tentang tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang berlaku sejak 1 Februari 2013.

Dasar permohonan

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal :

  1. Terdapat pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau yang seharusnya tidak terutang; hal ini akibat dari : a). pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang lebih besar dari pajak yang terutang; b). pembayaran pajak atas transaksi yang dibatalkan, c). pembayaran pajak yang seharusnya tidak dibayar, d). pembayaran pajak oleh Wajib Pajak terkait dengan permintaan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP yang tidak disetujui.
  2. terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut; hal ini akibat dari : a). pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada Pajak Penghasilan yang seharusnya dipotong atau dipungut, termasuk yang diatur dalam P3B; b). pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh bukan subjek pajak; c). pemungutan Pajak Pertambahan Nilai terhadap bukan Pengusaha Kena Pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut; atau d). pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap Pengusaha Kena Pajak atau bukan Pengusaha Kena Pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut.
  3. terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek pajak; misalnya a). pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut; b). pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak dipungut; atau c). pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya tidak dipungut.
  4. terdapat kelebihan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang terkait dengan pajak-pajak dalam rangka impor seperti, dokumen yang berisi pembatalan impor yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang, yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak.

Bagi wajib pajak Badan maupun Orang Pribadi ber NPWP atau tidak apabila mengalami hal-hal seperti adanya pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau yang seharusnya tidak terutang dan terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek pajak dapat langsung mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal ini KPP tempat terdaftar (Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan berdomisili dalam hal orang pribadi atau badan tersebut tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak/ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut terdaftar).

Berbeda halnya apabila  terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak dan pajak yang dipotong atau dipungut tersebut telah disetorkan dan dilaporkan, Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan tidak dapat meminta kembali pajak yang dipotong atau dipungut tersebut.

Syarat Pengajuan 

Permohonan untuk memperoleh pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak  yang seharusnya tidak terutang tersebut diajukan dengan memperhatikan :

  • Diajukan atas suatu bukti pembayaran, bukti pemotongan/pemungutan pajak, faktur pajak atau dokumen lain yang dipersamakan dengan faktur pajak.
  • Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan format sesuai contoh (Lampiran PMK-10/PMK.03/2013).
  • Harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau pihak  yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan. Atau Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
Proses di Kantor Pelayanan Pajak

Kantor Pelayanan Pajak akan melakukan Verifikasi terhadap permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, dan wajib pajak bersangkutan diwajibkan memberikan dokumen yang dibutuhkan. Dan pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan seperti :

  • pajak yang seharusnya tidak terutang telah dibayar atau disetor ke kas negara;
  • pajak yang seharusnya tidak terutang telah dibayar atau disetor  tidak dikreditkan dalam SPT
  • dalam hal pajak yang telah dibayar atau disetor terkait dengan PPh Pasal 22 impor, pajak tersebut tidak dikreditkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan
  • dalam hal pajak yang telah dibayar atau disetor  terkait dengan PPN impor, pajak tersebut tidak dikreditkan dalam SPT Masa PPN, tidak dibebankan sebagai biaya dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan, atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan
  • dalam hal pajak yang telah dibayar atau disetor  terkait dengan PPnBM impor, pajak tersebut tidak dibebankan sebagai biaya dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan.
  • dalam hal pajak yang telah disetor terkait dengan pemotongan atau pemungutan yang bersifat tidak final, Pajak Penghasilan tersebut tidak dikreditkan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut;

Jika berdasarkan laporan hasil Verifikasi terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

Restitusi

Restitusi adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak kepada negara. Kelebihan pembayaran pajak ini merupakan hak bagi wajib pajak. Hak ini timbul apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) atau apabila terdapat kekeliruan pemungutan atau pemotongan yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Hak ini dapat ditunaikan setelah terlebih dahulu diajukan permohonan kepada Dirjen Pajak.

Kelebihan pembayaran pajak dapat diakibatkan oleh dua hal, yaitu (1) kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang sebagaimana dilaporkan dalam SPT dan (2) terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

Pemindahbukuan (Pbk)

Mungkin sebelumnya kita mengenal istilah Pemindahbukuan (Pbk), dimana pengertian Pbk sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 88/KMK.04/1991 tentang Tata Cara Pembayaran Pajak Melalui Pemindahbukuan adalah pembayaran utang pajak, termasuk bunga, denda administrasi dan kenaikan yang dilakukan melalui perhitungan dengan kelebihan pembayaran pajak atau bunga yang diterima atau melalui perhitungan dengan setoran pajak yang lain atas nama Wajib Pajak yang sama atau Wajib Pajak lain. Pemindahbukuan meliputi:

  • Pemindahbukuan karena adanya kelebihan pembayaran seharusnya tidak terutang berdasarkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak atau Surat keputusan lainnya yang menyebabkan timbulnya kelebihan pembayaran pajak.
  • Pemindahbukuan karena adanya pemberian bunga kepada Wajib Pajak akibat kelambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
  • Pemindahbukuan karena diperolehnya kejelasan Surat Setoran Pajak (SSP) yang semula diadministrasikan dalam bermacam-macam Penerimaan Pajak (SPP).
  • Pemindahbukuan karena salah mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) baik menyangkut Wajib pajak sendiri maupun Wajib Pajak lain.
  • Pemindahbukuan karena adanya pemecahan setoran pajak yang berasal dari Surat Setoran Pajak
  • Pemindahbukuan karena adanya pelimpahan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangka impor atas dasar inden Nomor 539/KMK.04/1990 tentang Pajak.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat dipahami bahwa pemindahbukuan dapat dilakukan dengan 2 (dua) hal yaitu adanya kesalahan penulisan/penghitungan (Human Error) dan adanya kelebihan pembayaran seharusnya tidak terutang berdasarkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak atau Surat keputusan lainnya yang menyebabkan timbulnya kelebihan pembayaran pajak. 
Loading….