Dalam tulisan terdahulu yang berjudul “Sekilas Tentang PP Nomor 46 Tahun 2013” dimana ketentuan tersebut merupakan ketentuan baru yang mengatur  tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Aturan ini adalah untuk menutup celah bagi wajib pajak yang dalam kegiatan usahanya memiliki omset dibawah Rp. 4.8 Milyar dalam satu tahun pajak untuk tidak membayar pajak, karena sejak 1 Juli 2013 mereka akan dikenakan PPh Final sebesar 1% dari jumlah omset. Adapun tujuan dari pengenaan Final tersebut adalah untuk :

  1. Memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan;
  2. Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi;
  3. Mengedukasi masyarakat untuk transparansi; dan
  4. memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan

Timbulnya aturan tersebut tidak berbarengan dengan aturan Pelaksanaan sehingga menimbulkan kekhawatiran interprestasi yang berbeda, namun akhirnya keluar aturan pelaksanaanya sebagaimana yang telah penulis tuangkan dalam tulisan berjudul “Sekilas Tentang PMK Nomor 107/PMK.011/2013” yang mengatur tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan  Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Namun ketentuan tersebut di atas tetap menimbulkan banyak pertanyaan, dan persepsi yang berbeda dikalangan fiskus sendiri hingga akhirnya keluar  aturan penegasan yaitu SE-42/PJ/2013 tanggal 02 September 2013 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, harapannya dapat memberikan acuan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu serta pelaksanaan ketentuan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dapat berjalan dengan baik dan terdapat keseragaman dalam pelaksanaannya. Adapun isi dari aturan ini kembali saya tuangkan dengan judul tulisan kali ini “Sekilas Tentang SE-42/PJ/2013”.

Seperti kita ketahui bahwa Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha.

Peredaran bruto sesuai pengertian dalam SE – 66/PJ/2010 adalah Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.

Pengecualian Untuk Orang Pribadi

  1. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas
  2. Peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
  3. Kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, balk yang menetap maupun tidak menetap.
  4. Kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya.
  5. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.

Pengecualian Untuk PPh Badan

  1. Tidak termasuk bentuk usaha tetap.
  2. Peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha cabang.
  3. Belum beroperasi secara komersial
  4. Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Dibebaskan Dari Pemotongan/Pemungutan PPh

Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain.

Dibebaskan dari kewajiban PPh Pasal 25

Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Penyetoran dan Pelaporan

Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan terutang atas Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha  ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak, yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan  menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir yang diberlakukan mulai Masa Pajak Januari 2014.

Hal-Hal Khusus

  1. Penentuan peredaran bruto untuk dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final bagi Wajib Pajak badan yang baru beroperasi secara komersial untuk pertama kali ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha 1 (satu) Tahun Pajak setelah Tahun Pajak beroperasi secara komersial, pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final selanjutnya untuk Wajib Pajak yang bersangkutan ditentukan berdasarkan peredaran bruto Tahun Pajak sebelumnya.
  2. Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat final ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak dengan mengisi Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420 sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak.
  3. Wajib Pajak yang menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat final tetapi Surat Setoran Pajaknya tidak mendapat validasi dengan NTPN, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai tempat kegiatan usaha Wajib Pajak terdaftar dengan mengisi baris pada angka 11 formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) : a. kolom Uraian diisi dengan “Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”; b. kolom KAP/KJS diisi dengan “411128/420”.
  4. Wajib Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2).
  5. Pajak Penghasilan atas penghasilan Bari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu yang disetor tidak menggunakan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420 dapat diajukan permohonan pemindahbukuan oleh Wajib Pajak ke setoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420, sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui pemindahbukuan.
  6. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang dipotong dan/atau dipungut oleh pihak lain diatur sebagai berikut: a). atas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh bendahara pemerintah dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan : 1) dapat diajukan permohonan pemindahbukuan ke setoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak melalui pemindahbukuan; atau 2) dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau 3) dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan. b. atas pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain dengan bukti pemotongan dan/atau pemungutan, termasuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas import 1) dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau 2) dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.
  7. Permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam huruf E butir 8 dapat diajukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain, sampai dengan ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai tata cara pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
  8. Angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk Masa Pajak Juli 2013 sampai dengan Desember 2013 bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang juga menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan, dapat mengajukan pengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu.
  9. Atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final pada: a. lampiran III bagian A butir 14 (Penghasilan Lain yang Dikenakan Pajak Final dan/atau Bersifat Final, Formulir 1770-111) bagi Wajib Pajak orang pribadi; b. lampiran IV bagian A butir 16 dengan mengisi “Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu” (Formulir 1771-1V) bagi Wajib Pajak badan.
  10. Penghitungan untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2013: a). peredaran usaha dihitung berdasarkan seluruh peredaran usaha selama Tahun Pajak 2013, tidak termasuk peredaran usaha pada Masa Pajak Juli 2013 sampai dengan Desember 2013 yang dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); b). bagi Wajib Pajak orang pribadi, untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun; c. angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan Masa Pajak Januari 2013 sampai dengan Juni 2013 dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

Penghapusan Sanksi Administrasi

Dipandang perlu memberikan keringanan atas sanksi yang dikenakan terhadap Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu atas pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

Berdasarkan pertimbangan  kepada Kepala Kanwil DJP agar menghapuskan sanksi administrasi Pasal 9 ayat (2a) (Pembayaran atau penyetoran pajak yaitu Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan  Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan, yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan) Undang-Undang KUP dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Desember 2013.

Loading….