Jika kita memerhatikan Injil Yohanes, kita mengetahui bahwa sejak semula Tuhan Yesus bersikap sangat tegas dan tidak berkompromi sedikit pun terhadap orang-orang Farisi. Tetapi berbeda sekali, Ia bersikap ramah dan bersahabat ketika berhadapan dengan orang-orang miskin, orang sakit, bahkan yang berpenyakit kusta, atau orang-orang yang dipandang rendah oleh masyarakat. Ini dikarenakan orang-orang Farisi sebagai pemimpin agama yang sudah mempelajari firman Tuhan, mengerti theologi, tetapi tidak melayani Allah dengan sungguh-sungguh dan jujur, malah mempermainkan Allah dan Bait-Nya. Mereka mengizinkan Bait Allah dijadikan tempat berdagang sapi, kambing, merpati untuk keperluan korban. Anehnya, ketika Tuhan Yesus menggulingkan meja para penukar uang, mengusir para pedagang dari Bait Allah, para pedagang tersebut tidak marah, tetapi justru orang-orang Farisi itulah yang marah. Para pedagang sebenarnya menyadari bahwa Bait Allah tidak sepantasnya dijadikan tempat berdagang. Namun, orang Farisi malah menyalahgunakan hak sebagai pemimpin agama, mengizinkan orang-orang berdagang di sana sambil tidak merasa bersalah. Itu sebabnya Yesus berkata, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar bertobat, melainkan memanggil orang berdosa bertobat.”

Mengapa Tuhan Yesus membagi manusia ke dalam dua kategori, yaitu orang benar dan orang berdosa, padahal menurut Paulus, semua orang telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah? Sebenarnya, Yesus bukan membagi manusia ke dalam dua kategori, tetapi Ia ingin mengingatkan kita, bahwa ada orang berdosa yang menyadari dirinya berdosa, dan ada orang berdosa yang menganggap dirinya orang benar. Mengapa mereka membenarkan diri? Karena mereka mengira mereka sudah mengerti Taurat, sudah menjadi theolog dan pemimpin agama, maka mereka lebih tinggi posisinya dan lebih rohani dari orang lain. Itu sebabnya, ketika para pedagang diusir dari Bait Allah, mereka tidak berkata apa-apa, tetapi orang Farisi marah kepada Yesus. Mereka merasa Yesus yang adalah orang Nazaret itu tidak mempunyai hak untuk melakukan intervensi di wilayah kekuasaan mereka di Yerusalem, apalagi di Bait Allah. Apalagi, sangat mungkin mereka mendapatkan komisi atau retribusi dari para pedagang yang telah diberi izin untuk berdagang secara resmi di sana. Itu artinya, keuntungan materi telah membutakan mata mereka, membuat mereka tidak lagi melayani Tuhan dengan sungguh. Memang, setiap manusia membutuhkan uang, bahkan gereja pun membutuhkan uang, tetapi pada saat uang kita jadikan tuhan, maka kita telah berkhianat kepada Tuhan yang asli, dan kita tidak bisa melayani Dia dengan benar. Manusia tidak bisa melayani Tuhan dan sekaligus mamon.

Yesus tidak bersikap ramah terhadap para pemimpin agama yang hatinya bengkok. Tetapi mengapa ketika Nikodemus, satu-satunya pemimpin agama yang masih menghormati Yesus datang kepada-Nya, Yesus sepertinya juga tidak terlalu ramah dengannya? Mengapa Yesus tidak memanfaatkan Nikodemus sebagai jembatan untuk memperbaiki hubungan-Nya dengan orang-orang Farisi, kelompok yang sedang berkuasa saat itu? Siapa tahu Nikodemus dapat berbicara bagi-Nya di depan Sanhedrin, dan menjelaskan kemarahan-Nya di Bait Allah sebagai tindakan yang benar, sesuai dengan ajaran Alkitab? Di sini kita melihat bahwa Yesus sudah siap untuk dipaku di kayu salib oleh para pemimpin agama itu. Itu sebabnya, Dia menggunakan waktu yang paling singkat untuk mengutarakan kebenaran yang tidak mungkin dikatakan oleh orang lain, “Tanpa dilahirkan kembali, engkau tidak akan melihat Kerajaan Allah,” (ay. 3) dan, “Tanpa dilahirkan kembali oleh air dan Roh Kudus, engkau tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah” (ay. 5).

Sebagai orang Farisi yang mempelajari Taurat, Nikodemus seharusnya mengetahui dengan jelas kisah Musa yang hanya diperbolehkan Allah untuk melihat tanah Kanaan, tetapi tidak boleh masuk ke sana. Oleh karena itu, ia bisa memahami pembicaraan Tuhan Yesus. Tetapi ternyata ia tidak mengerti. Ia malah balik bertanya, “Mana mungkin orang setua aku masuk kembali ke rahim ibuku untuk bisa dilahirkan kembali?” Titik pusat pembicaraan Yesus adalah Kerajaan Allah. Untuk mengerti Kerajaan Allah, Nikodemus harus dilahirkan kembali. Ia harus memiliki visi dari Tuhan. Maka sekalipun Yesus menjelaskan dengan panjang lebar, dia tetap belum paham. Ini menunjukkan bahwa seseorang bisa mempelajari theologi secara akademis, tetapi belum tentu hatinya mengerti kebenaran. Saya sangat takut ketika mengajar firman Tuhan, saya hanya mengalihkan pengetahuan yang ada di otak saya ke otak orang lain, padahal hati kita jauh dari Tuhan. Seperti teguran Tuhan Yesus kepada orang-orang Farisi, “Kamu mendekat pada-Ku hanya dengan mulut bibirmu, sementara hatimu jauh dari-Ku. Itu sebab, sia-sialah kamu menyembah Aku.” Banyak pemimpin dan penganut agama cenderung mementingkan pengetahuan yang bersifat teoretis, tetapi jiwanya apatis, hidupnya tidak pernah menaati pimpinan Roh Kudus. Sudah ratusan kali saya mengingatkan murid-murid saya, “Jangan jadi orang Kristen yang hanya memiliki pengetahuan dalam otak tetapi hatinya jauh dari Tuhan.” Alangkah indahnya orang yang berbakti pada Tuhan, hatinya betul-betul dekat dengan-Nya, hidupnya memuaskan hati Tuhan.

Nikodemus memiliki pengetahuan akademis begitu tinggi, tetapi ia tetap kebingungan. Mengapa bisa demikian? Tuhan Yesus memberikan satu alasan yang sangat tepat: yang dilahirkan oleh daging adalah daging, dan yang dilahirkan oleh Roh adalah roh. Hal ini tidak perlu diperdebatkan lagi. Hanya ada satu perbedaan yang memilah kedua kategori yaitu dilahirkan dari daging atau dari Roh. Dan satu teguran Tuhan Yesus, Nikodemus adalah seorang pengajar, profesor bagi orang Israel, tetapi tidak dapat memahami hal-hal penting seperti ini. Jadi, Yesus, pemuda Galilea yang baru berusia tiga puluh tahun, bukan lulusan sekolah theologi atau studi akademis tinggi saat itu, tidak segan-segan menegur orang yang cukup top posisinya di masyarakat. Tetapi Nikodemus, sekalipun menerima teguran sedemikian, ia tetap rendah hati, karena dia memang benar-benar ingin mencari kebenaran. Memang ada dua macam orang beragama: 1) yang baru tahu sedikit tetapi sudah begitu tinggi hati, berani menghina orang lain; dan 2) orang yang sudah tahu banyak tetapi tetap rendah hati dan mau belajar hal-hal yang belum dia mengerti.
Ketika Yesus menanggapi pertanyaan Nikodemus, “Mana mungkin orang yang sudah tua masuk kembali ke rahim ibunya dan diperanakkan pula?” Ia tidak menghina Nikodemus. Sebaliknya, Ia memberikan sebuah konklusi, “Yang dilahirkan dari daging adalah daging, yang dilahirkan dari Roh adalah roh.” Lalu Tuhan Yesus memberikan satu ilustrasi, “Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.” Dari semua ini Yesus mengatakan bahwa diperanakkan bukanlah usaha manusia, tidak ada orang yang mempunyai andil, jasa, atau upaya dalam hal memperoleh hidup yang baru. Paulus pun tidak pernah merencanakan kapan dia mau menerima Tuhan Yesus dan menjadi orang Kristen.

Tetapi ajaran Arminian mengatakan bahwa keselamatan adalah kerja sama antara Tuhan, sang Pemberi Anugerah, dan manusia, yang menerima anugerah. Allah memberi kita anugerah, lalu kita menyambutnya dengan iman, maka kita diselamatkan. Itu bukan ajaran yang benar, yang didasarkan pada ajaran Alkitab yang benar, yang sesuai dengan kehendak Tuhan, karena sesungguhnya, iman kita pun adalah pemberian Tuhan.

Perhatikan, kita bisa beriman karena kita mendengar firman. Kita bisa mendengar firman, karena ada orang yang memberitakan firman. Orang mau memberitakan firman karena dia diutus oleh Tuhan. Orang itu diutus saat Tuhan memanggilnya menjadi hamba Tuhan. Jadi, ketika kita menelusuri jalur ini, kita akan sampai pada Sumbernya, yaitu Allah sendiri. Kalau bukan Allah yang berdaulat memanggil seseorang menjadi hamba-Nya, tidak ada orang yang akan pergi memberitakan firman, juga tidak ada orang yang dapat mendengar firman. Dan jika orang tidak mendengar firman, maka ia juga tidak mungkin bisa beriman, karena iman datang dari mendengar firman. Rangkaian ordo ini mengungkapkan satu rahasia: Tuhan adalah sumber anugerah. Karena anugerah-Nya, Dia mewahyukan firman dan kemudian menggerakkan orang untuk memberitakan firman, juga menggerakkan pendengar firman untuk beriman, sambil memberikan iman kepada pendengar itu. Iman yang sejati berasal dan bertumbuh dari mendengar firman. Itulah yang Alkitab maksudkan dengan “Iman datang dari mendengar firman.” Dengan kata lain, tidak ada orang yang berinisiatif mencari Tuhan.

Bagaimana dengan orang beragama? Bukankah mereka mencari Tuhan? Sebenarnya tidak, karena di dalam agama, orang bukan mencari Tuhan melainkan melarikan diri dari Tuhan. Apa maksudnya? Orang beragama merasa bahwa mereka sudah mengetahui kebenaran Tuhan, padahal mereka hanya memakai agama sebagai topeng untuk menutupi kebejatannya. Jadi, agama adalah upaya manusia untuk melarikan diri dari hadapan Allah, dari penghakiman dan penghukuman-Nya. Mereka merasa diri sebagai anak Allah, anggota gereja, maka Tuhan pasti akan mencintai dia, menyembuhkan penyakitnya, memberikan banyak keuntungan baginya. Maka ada orang yang sebelum jadi Kristen lebih rajin bekerja, lebih jujur dalam perdagangan, dan ketika menjadi orang Kristen, lebih berani menipu, lebih kurang bertanggung jawab, karena dia memakai agama untuk menutupi kelemahannya dan bertamengkan kasih Tuhan membuat dia tidak takut akan penghakiman-Nya. Apalagi orang-orang yang diajar jika memberi satu juta Rupiah, maka Tuhan akan memberi berkat sepuluh juta Rupiah. Mereka akan menjadi orang-orang yang serakah dan tidak bertanggung jawab. Karena yang Tuhan tuntut adalah mengembalikan milik Tuhan (perpuluhan dari semua apa yang kita terima dari-Nya) dan bukan memberi sedikit lalu berharap Tuhan membalas sepuluh kali lipat. Itu bukan ajaran Alkitab, itu lebih ke ajaran setan.

Mengapa Nikodemus yang sudah menjadi profesor, ketika berada di hadapan Tuhan seperti tidak mengerti apa-apa? Itu karena Nikodemus hanya mengerti sistem logika yang kuat. Mengerti kebenaran dengan rasio bukan dari kedalaman hatinya. Maka, kadang-kadang petani yang tidak punya pengetahuan tinggi lebih dekat dengan Tuhan ketimbang profesor theologi. Orang yang baru percaya, karena takut akan Tuhan, mungkin lebih dekat dengan Tuhan ketimbang pendeta yang berkhotbah tetapi hatinya menyimpang dari Tuhan. Di sini Tuhan Yesus menegaskan adanya dua wilayah yang tidak boleh dicampur aduk: yang dilahirkan oleh daging adalah daging, yang dilahirkan oleh Roh adalah roh. Yang dimaksud dengan “yang dilahirkan dari daging” adalah manusia yang melahirkan anak menurut dalil biologis dan tidak ada hubungannya dengan Kerajaan Sorga. Maka Adam dan Hawa melahirkan Kain, Habel, Set, dan banyak anak lagi. Lalu anak-anak Adam melahirkan anak, terus sampai kita dilahirkan oleh orang tua kita. Semua orang ini dilahirkan dalam keadaan daging yang mewarisi dosa asal.

Agustinus, seorang theolog besar di abad 4 dan 5, telah menanggapi asal mula dosa asal. Ia beranggapan bahwa hubungan seksual yang menyebabkan keturunan kita mewarisi dosa asal. Ia mendasarkan pandangannya pada enam bukti, salah satunya adalah bahwa bayi-bayi yang belum berdosa juga bisa meninggal. Hal ini dikaitkan dengan upah dosa adalah maut. Bayi-bayi yang belum berdosa bisa mati karena dia mempunyai dosa asal. Oleh karena itu bayi harus dibaptis. Itu sebabnya di abad ke-4 hingga berabad-abad kemudian, gereja membaptiskan bayi. Baru sekitar abad 16, Gereja Baptis, Pantekosta tidak setuju dengan baptisan anak. Waktu itu mereka percaya baptisan identik dengan keselamatan. Orang yang sudah dibaptis akan diselamatkan, sementara yang tidak dibaptis tidak diselamatkan. Akibatnya, saat orang Katolik dan Protestan diperhadapkan dengan permasalahan yang sama, yaitu keadaan medis yang sulit di mana harus dikorbankan salah satu nyawa, ibu atau janinnya, maka Katolik akan memilih menyelamatkan janinnya, karena ibunya sudah dibaptis, pasti sudah diselamatkan, sementara janinnya belum dibaptis; tetapi Protestan akan memilih menyelamatkan ibunya, karena ibu memiliki banyak tugas dan baptisan bukan jaminan keselamatan dan menyerahkan keselamatan bayi mereka ke tangan Tuhan yang sanggup menyelamatkannya. Jadi, perbedaan iman bisa mengakibatkan keputusan dan tindakan yang berbeda.

Perhatikan, orang tua hanya menurunkan gen, tetapi tidak menurunkan kondisi rohani kepada bayi mereka. Maka, sangat mungkin ibu yang sangat rohani bisa melahirkan anak yang nantinya sangat tidak rohani. Ibunya sangat mencintai Tuhan, anaknya mungkin tidak mencintai Tuhan, karena anak tidak mewarisi kerohanian ibunya. Jika demikian, Adam adalah orang berdosa, apakah Kain juga berstatus orang berdosa? Jawabnya: Ya. Bukan karena Kain keturunan Adam secara biologis, yang kemudian mewarisi kondisi rohaninya, tetapi karena anak itu membawa dosa asal. Memang ada orang-orang seperti Pelagius dan para theolog Liberal yang tidak percaya adanya dosa asal. Bahkan mungkin sekarang ada orang-orang Reformed yang juga tidak percaya adanya dosa asal. Persoalannya adalah bagaimana dosa asal itu menurun ke generasi berikutnya. Jika seperti Agustinus, dosa asal turun melalui hubungan seksual, maka hubungan seksual itu dosa dan kalau tidak menikah akan lebih baik, karena tidak menurunkan dosa ke keturunan berikutnya. Malah dalam makalah Bapa Gereja Ambrose, orang yang membaptiskan Agustinus, tertulis, “Berbahagialah orang-orang yang memelihara status lajang sampai akhir hayatnya.” Konsep itu sempat merajalela selama ratusan tahun. Itu sebabnya Allah sengaja mencatat di Alkitab kisah Yesus menyembuhkan mertua Petrus. Hal ini penting agar orang mengetahui bahwa Petrus menikah, mempunyai istri, dan karenanya ia mempunyai mertua. Jika melayani Tuhan tidak boleh menikah, maka tentu Tuhan Yesus tidak akan memanggil Petrus menjadi murid-Nya. Alkitab juga tidak mencatat bahwa setelah Tuhan Yesus memanggil Petrus, maka Petrus harus menceraikan istrinya demi mengikut Tuhan. Paulus menegaskan bagaimana Petrus pergi melayani terkadang didampingi oleh istrinya. Maka hubungan seksual bukanlah dosa atau perintang orang yang mau melayani Tuhan. Itulah ajaran Alkitab. Maka suatu teori dapat terlihat kelemahannya ketika dibawa ke bawah terang Alkitab. Jangan kita membuat teori akademis yang sejak awal sudah menyimpang dari Kitab Suci. Teori seperti itu, semakin kita anggap sempurna, justru semakin mengikis iman Kristen yang sejati. Jika teori “Adam dan Hawa menurunkan dosa asal lewat hubungan seksual” itu benar, maka bayi yang dilahirkan secara daging akan juga menurunkan status rohani orang tuanya. Dari abad pertama hingga kelima, hampir semua gereja menerima teori tersebut. Luther banyak dipengaruhi oleh Agustinus, khususnya tentang konsep dibenarkan karena iman dan kedaulatan Allah. Doktrin Predestinasi dari John Calvin “anugerah Allah mendahului respons manusia” dipengaruhi oleh Luther. Tetapi Calvin berhasil membawa kita keluar dari kemelut asal mula dosa asal dan membawa kita kembali ke ajaran yang benar, yaitu: Dosa asal bukan diturunkan lewat hubungan seks, melainkan lewat Adam sebagai representasi (perwakilan) seluruh umat manusia. Karena sebenarnya, di hadapan Allah hanya ada dua representasi, yaitu: 1) Adam sebagai representasi semua orang berdosa, dan 2) Kristus sebagai representasi semua orang yang dibenarkan karena iman. Dengan demikian, pengertian “posisi representatif” ini jauh lebih Alkitabiah ketimbang pengertian hereditas.

Sebagai contoh, di dunia ini begitu banyak hal yang harus kita akui sebagai posisi representatif. Dan hal itu secara faktual kita harus terima, suka atau tidak suka. Ketika Perang Dunia II meletus di Asia, Jepang membom armada Amerika Serikat di Hawaii. Akibatnya, Amerika Serikat mengumumkan perang dengan Jepang. Menjelang akhir Perang Dunia II, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, dua kota di Jepang. Pada saat itu, korban berjatuhan sedemikian besar di Jepang. Akibatnya, Kaisar Hirohito akhirnya mengumumkan, “Saya menyerah.” Ketika kaisar menyerah, kita tidak melihatnya sebagai satu pribadi menyerah, tetapi ia menjadi representasi seluruh bangsa Jepang. Penyerahannya berarti penyerahan seluruh bangsa Jepang, suka atau tidak suka. Di sini kita melihat bahwa Kaisar Hirohito adalah representasi mereka. Maka, pada saat Kaisar mengumumkan menyerah, meskipun negara Jepang masih mempunyai kekuatan cukup besar, tetap harus menyerah. Inilah yang oleh Alkitab disebut sebagai representasi. Dosa asal diturunkan dari Adam, karena Adam adalah representasi semua manusia yang dilahirkan di dalam daging.

Masalah berikutnya: Adam berdosa, maka keturunannya otomatis menyandang status orang berdosa. Lalu apa jadinya dengan orang yang percaya Tuhan Yesus, apakah keturunannya juga otomatis diselamatkan? Kalau seseorang percaya kepada Tuhan Yesus, lalu anaknya adalah orang berdosa, bukankah terkesan tidak adil? Orang berdosa melahirkan orang berdosa, orang benar tetap melahirkan orang berdosa. Ini yang terkesan tidak sejalan. Kita mungkin berpikir, kalau Adam berdosa semua keturunannya menjadi orang berdosa, maka kalau saya percaya seluruh keturunan saya menjadi orang percaya. Tidak bisa demikian, karena di ayat 6 sudah dinyatakan, “Yang dilahirkan oleh daging adalah daging, dan yang dilahirkan oleh Roh adalah roh.” Kalau tidak mengerti hal ini, kita tidak akan memberitakan Injil lagi. Banyak daerah-daerah Kristen di Indonesia yang kekristenannya sudah begitu bobrok karena mereka menganggap bahwa keturunan orang Kristen pasti otomatis menjadi Kristen. Padahal, menurut Alkitab, anak yang dilahirkan sebagai hasil hubungan seksual adalah daging, menyandang status Adam, yang merupakan representasi orang berdosa. Maka dengan demikian, mereka perlu diperanakkan pula oleh Roh Kudus, karena yang dilahirkan oleh Roh adalah roh. Maka anak-anak saya tidak bisa otomatis menjadi Kristen karena ayahnya seorang pendeta. Itulah sebabnya, saya harus dengan tekun memberitakan Injil ke anak-anak saya, agar mereka mau percaya kepada Tuhan dan mau dipakai Tuhan. Kiranya kita boleh mengerti bagaimana prinsip “Yang dilahirkan dari daging adalah daging, yang dilahirkan dari Roh adalah roh.” Amin.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/nikodemus-menemui-yesus-bagian-7#hal-1