Saat masih menjadi Account Representative pernah saya ditanya oleh wajib pajak tentang pengertian Faktur Pajak yang di Gunggung, “Apakah Pengusaha Kena Pajak (PKP) bukan Pedagang Eceran boleh menggunakan faktur pajak yang digunggung?” dan kini kembali pertanyaan yang sama muncul kembali? Ada penyesalan kenapa dulu saya tidak menuliskan di blog nusahati ini, sehingga seharusnya saya tinggal meminta dia membaca sendiri di blog ini, namun sayangnya saya tidak pernah menulisnya. Maka untuk kali ini saya menuliskannya dengan judul “Sekilas Tentang Faktur Pajak Digunggung”. Harapannya tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengetahui tentang faktur pajak yang digunggung dan khususnya sebagai pengingat bagi penulis disaat lupa nantinya. :D,

Istilah faktur pajak digunggung muncul pada saat UU PPN baru berlaku yaitu sejak 1 April 2010, faktur pajak ini sebagai pengganti atas faktur pajak sederhana yang dihapus dan tidak ditemukan dalam UU No. 42 Tahun 2009. Hal ini diperkuat dalam Pasal 9 ayat (8) huruf e UU PPN sebelumya yang menyatakan bahwa pajak masukan atas perolehan BKP/JKP dengan faktur pajak sederhana tidak bisa dikreditkan. Dalam UU Nomor 42 Tahun 2009, ketentuan ini dihapus yang mengisyaratkan bahwa memang tidak dikenal lagi istilah faktur pajak sederhana. Sejak 1 April 2010, tidak ada lagi istilah faktur pajak sederhana dan faktur pajak standar, yang ada adalah faktur pajak.

Pengertian Dan Perbedaan

Jika kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian “gunggung adalah jumlah, sejumlah, atau sebanyak.”  Jadi pengertian Faktur Pajak digunggung dimaksud dalam tulisan ini adalah faktur pajak yang dijumlahkan (terdiri dari beberapa faktur pajak). Atau dengan kata lain perbedaan Faktur Pajak yang digunggung dengan yang tidak digunggung adalah :

  • Faktur Pajak yang digunggung adalah Faktur Pajak yang tidak diisi dengan identitas pembeli serta nama dan tandatangan penjual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2) UU KUP yang hanya bisa dibuat oleh PKP Pedagang Eceran. Faktur Pajak ini dilaporkan dalam Formulir 1111 AB (Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan pada butir I huruf B angka 2).
  • Faktur Pajak yang tidak digunggung adalah Faktur Pajak yang merupakan pindahan dari baris jumlah pada Formulir 1111 A2 (Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak). Faktur Pajak yang diisikan dalam Formulir 1111 A2 adalah Faktur Pajak selain yang digunggung yang dilaporkan dalam formulir 1111 AB, yaitu :
  1. FP yang diterbitkan oleh PKP selain PKP Pedagang Eceran yang wajib mengisi FP dengan lengkap sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) UU PPN
  2. FP yang diterbitkan oleh PKP Pedagang Eceran, namun PKP tersebut juga melakukan penyerahan yang Faktur Pajaknya : a).  Diisi lengkap dengan pasal 13 ayat (5) UU PPN. b). tidak diisi dengan identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN;  dan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang strukturnya mengikuti ketentuan dalam peraturan mengenai Faktur Pajak

SPT Masa PPN  1111

Dalam SPT Masa PPN terdapat kolom Faktur pajak yang digunggungkan yaitu pada Form 1111 AB butir I huruf B angka 2. Adapun jenis faktur pajak yang dapat digunggung adalah faktur pajak yang tidak memuat identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, hal ini sebagaimana dijelaskan dalam petunjuk pengisian Formulir SPT Masa PPN, untuk lebih jelasnya persyaratan faktur pajak yang dapat digunggung yaitu :

  1. Atas Faktur Pajak yang tidak diisi dengan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual. Dengan mengisi Jumlah DPP, PPN, dan PPnBM, atas penyerahan BKP dan/atau JKP dalam negeri.
  2. Hanya dilakukan oleh PKP yang menurut ketentuan diperkenankan untuk menerbitkan Faktur Pajak tanpa identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.
  3. Pengisian baris ini dilakukan dengan cara menjumlahkan secara manual seluruh Faktur Pajak atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak diisi dengan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual. ( Wajib Pajak  tidak perlu melaporkan satu persatu faktur pajaknya. Namun, catatan atau pembukuan PKP tetap harus dibuat perincian per transaksi dan nomor faktur pajak. Hanya saja PKP cukup melaporkan di SPT Masa PPN sebesar total DPP dan PPN-nya saja. Bandingkan dengan faktur pajak yang tidak digunggungkan, PKP harus melaporkan setiap faktur pajak di Formulir 1111 A1 dan Formulir 1111 A2.)

Dasar Hukum    

  1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Per-58/PJ/2010 tanggal 13 Desember 2010 tentang Bentuk dan Ukuran Formulir Serta Tata Cara Pengisian Keterangan Pada Faktur Pajak Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak SE-137/PJ/2010 Tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-58/PJ/2010 Bentuk dan Ukuran Formulir Serta Tata Cara Pengisian Keterangan Pada Faktur Pajak Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.

Pengusaha Kena Pajak

Pengertian Pengusaha terdiri atas Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran (PKP PE). Bagi pengusaha selain PKP PE wajib mengisi FP dengan lengkap sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) UU PPN walaupun Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak kepada Non Pengusaha Kena Pajak (Non PKP).

Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran

Berdasarkan karakteristik Pedagang Eceran dengan aktivitas usaha penjualan secara langsung kepada konsumen akhir dengan jumlah transaksi penyerahan barang yang relatif banyak dengan nilai relatif kecil menyebabkan Pedagang Eceran mengalami kesulitan apabila diperlakukan sama seperti Pengusaha Kena Pajak lainnya dalam pembuatan dan penatausahaan Faktur Pajak, maka  dasar hukum tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa yang dapat membuat faktur pajak tanpa identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual dan tidak dikenakan sanksi sebagaimana dijelaskan dalam pasal 14 ayat (4) UU KUP adalah Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran (PKP PE).

PKP PE adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut :

  1. melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko dan kios atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
  2. dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
  3. pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual langsung menyerahkan Barang Kena Pajak atau pembeli langsung membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.

Dan bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran (PKP PE), dapat dapat menerbitkan faktur pajak paling sedikit memuat :

  1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak;
  2. jenis Barang Kena Pajak yang diserahkan;
  3. jumlah Harga Jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
  4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan
  5. kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.

Disimpulkan bahwa  PKP PE dapat menerbitkan faktur pajak tanpa memuat identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual sesuai faktur pajak pada umumnya sesuai UU PPN Pasal 13 (5). Dan atas Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak dapat berupa nomor nota, kode nota, atau ditentukan sendiri oleh PKP PE, sehingga bentuk faktur pajaknya dapat berupa :

  1. bon kontan,
  2. faktur penjualan,
  3. segi cash register,
  4. karcis,
  5. kuitansi, atau
  6. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.

Dalam penegasannya pada SE-137/PJ/2010, dikatakan bahwa Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pabrikan atau distributor yang dalam kegiatan usahanya melakukan penjualan secara eceran (memiliki outlet), maka, atas penyerahan Barang Kena Pajak secara eceran tersebut Pengusaha Kena  Pajak dapat membuat Faktur Pajak sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut.

Bersambung…