Ketika Nikodemus berkata kepada Tuhan Yesus, “Guru, kami tahu bahwa tidak mungkin seorang pun dapat melakukan mujizat yang Kaulakukan, jika Allah tidak menyertai Engkau,” Nikodemus tidak sedang berbicara tentang korps-nya sebagai orang Farisi atau anggota Sanhedrin (Mahkamah Agama Yahudi). Mereka tidak pernah mau mengakui bahwa mujizat yang Yesus lakukan berasal dari Allah. Yesus bukan hanya sekadar manusia yang disertai Allah, tetapi Dia adalah Allah.

Yang Nikodemus maksudkan dengan “kami” adalah orang-orang yang memiliki hati nurani, yang mau mengakui dengan jujur bahwa mujizat yang Yesus lakukan adalah dari Allah, bukan merupakan kekuatan psikologis manusia. Yesus tidak membantah kebenaran yang Nikodemus katakan. Memang Kristus adalah penyataan kehadiran Allah di dalam sejarah. Maka, Ia tidak mau membuang waktu dengan membiarkan lawan bicara-Nya menyetir dialog mereka. Karena Ia adalah Allah, maka Ia ingin membicarakan sesuatu yang penting tanpa perlu diinterupsi oleh hal yang tidak penting, yaitu: Kamu harus dilahirkan kembali, karena sekalipun pengetahuan akademismu tentang Taurat begitu tinggi, tetapi tanpa hidup baru yang Roh Kudus berikan, engkau tidak dapat melihat Kerajaan Allah. Namun ternyata, istilah “Kerajaan Allah” yang Yesus maksudkan dan konsep tentang “Kerajaan Allah” yang ada di benak orang-orang Farisi dan orang Yahudi pada umumnya, berbeda. Orang Farisi mengidentikkan Kerajaan Allah dengan Kerajaan Israel. Maka bagi mereka Kerajaan Allah datang berarti negara Israel akan kembali berjaya, merdeka dari penjajah, dan takhta Daud dipulihkan. Tetapi, bagi Yesus Kristus, Kerajaan Allah adalah kedaulatan Allah atas bumi ini, dan pemerintahan Yesus Kristus atas umat-Nya. Umat Allah tidak hanya mempunyai status warga negara dunia, tetapi juga status warga negara sorga.

Tuhan Yesus memang tidak pernah menyatakan secara jelas dan konkret tentang Kerajaan Allah yang Ia maksudkan kepada orang-orang Yahudi. Tetapi Ia pernah menyatakannya kepada Pilatus, “Kerajaan-Ku bukanlah dari dunia ini.” Pernyataan ini membuat Pilatus merasa lega, karena Dia ternyata bukan raja dunia yang akan membahayakan pemerintah Romawi, sehingga ia berniat membebaskan-Nya dan menyalibkan Barabas. Tetapi di luar dugaannya, orang Yahudi malah berseru, “Bebaskan Barabas, salibkan Yesus!” Inilah suara massa yang sangat nyaring. Dan karenanya Pilatus meluluskan permintaan mereka. Sungguh suatu hal yang tragis, seorang pemimpin tidak menjalankan kebenaran tetapi takluk pada suara orang banyak.

Topik utama pengajaran Yesus selama tiga setengah tahun di dunia ini adalah Kerajaan Allah. Tetapi sampai menjelang penyaliban-Nya, murid-murid-Nya bukan saja belum mengerti, bahkan masih memperebutkan siapa di antara mereka yang terbesar, ketika nanti Yesus menjadi raja. Sampai-sampai ada murid yang meminta ibunya untuk memohon kepada Yesus, “Yesus, aku telah susah payah membesarkan Yakobus dan Yohanes, tetapi semenjak mereka meninggalkan profesi sebagai nelayan dan mengikuti Engkau, penghasilan keluarga kami merosot tajam. Jadi, boleh kan aku memohon kepada-Mu, saat Engkau menjadi raja nanti, kedua anakku mendapatkan posisi utama, yaitu berada di sisi kanan dan kiri-Mu.” Yesus tidak mengabulkan permintaannya. Yesus menjawab, “Apakah mereka sanggup menerima baptisan yang Aku terima, minum cawan pahit yang harus Aku minum?” Artinya, apakah kalian menginginkan kedudukan tinggi, kehormatan besar tanpa perlu membayar harga? “Tetapi seandainya mereka mau dan mampu, Aku tetap tidak menjanjikan apa-apa kepadamu, karena yang menetapkan siapa yang layak berada di kanan dan kiri-Ku bukan Aku, melainkan Bapa-Ku.” Ibu itu pulang dengan kecewa. Tetapi sesungguhnya Tuhan memang mengizinkan kedua anaknya berada di ujung paling kanan dan paling kiri. Di ujung apa? Di ujung barisan para martir dari jajaran murid-murid-Nya, di mana Yakobus menjadi rasul yang pertama kali mati dipenggal kepalanya sebagai martir, dan Yohanes adalah rasul yang mati paling terakhir setelah beberapa kali dibuang di pulau Patmos. Saya percaya, ketika Yakobus dipenggal kepalanya, ibunya masih hidup dan tentu sangat sedih karena doanya bukan saja tidak dikabulkan, malah seorang anaknya harus menjadi martir. Memang tidak semua doa kita Tuhan kabulkan. Itu sesuatu yang lumrah adanya. Karena jika semua doa permohonanmu dikabulkan, maka engkau yang menjadi Tuhan, dan Tuhan menjadi pembantumu. Itu berarti engkau bukan menyembah-Nya, tetapi memperalat Dia.

Suatu kali di suatu kota di Jawa ada pendeta penipu yang datang dari Florida dan mengajarkan, “Kalau engkau memberikan perpuluhan, engkau akan menerima balasan tiga puluh kali lipat, enam puluh kali lipat, bahkan seratus kali lipat.” Karena banyaknya orang memberi, maka pendeta itu bisa hidup mewah. Ada pendeta lain di Indonesia, yang karena kekayaannya akibat menipu jemaatnya bisa membeli rumah mewah di Surabaya, Australia, dan Jakarta, bahkan ingin memiliki pesawat pribadi. Mereka meniru ajaran dari para pengajar sesat seperti Benny Hinn, Kenneth Hagin, dan Kenneth Copeland, yang mencomot ayat Alkitab untuk membenarkan diri, menjadi nabi palsu yang menipu uang orang lain demi kepentingan kemewahan pribadinya tanpa disadari oleh orang-orang yang mereka tipu.

Mendengar khotbah Yesus, hati ibu Yakobus dan Yohanes sangat gelisah, karena khotbah Yesus Kristus begitu mengecewakan dia, tidak seperti yang ia inginkan: anakmu tidak akan menjadi menteri, tetapi mati martir. Siapa yang suka mendengar khotbah seperti ini? Siapa yang ingin anaknya diperlakukan seperti ini? Tetapi itulah kekristenan yang sejati. Iman Kristen bertumbuh melalui segala penderitaan. Banyak orang Barat meneliti penganiayaan-penganiayaan yang ada di dalam sejarah. Sayang mereka sendiri jarang mempunyai kesempatan untuk mengalaminya. Di Indonesia, ada lebih dari 1.500 gereja yang dibakar. Anehnya, setelah dibakar, orang membangun gereja yang lebih besar lagi. Ini karena kita bukan hanya mengetahui teori, tetapi juga mau berjuang untuk mengembangkan Kerajaan Allah di dunia.

Yesus berkata kepada Nikodemus, “Engkau harus dilahirkan kembali.” Telah kita bahas bahwa ada dua macam arus hidup, yaitu arus hidup di dalam Adam dan arus hidup di dalam Yesus Kristus. Jadi penginjilan bukan menambah jumlah jemaat, melainkan memindahkan orang yang berada di aliran hidup Adam ke aliran hidup Kristus. Kalau tidak mencapai hal itu, berarti penginjilan yang engkau jalankan belum sukses. Hal itu bisa terjadi karena mungkin engkau tidak memberitakan Yesus yang adalah satu-satunya Juru selamat.

Kita juga telah membahas perbedaan antara ajaran gnostisisme dan ajaran Paulus, yang membedakan antara ajaran trikotomi dan ajaran antropologi reformed. Maka pembahasan kita lanjutkan ke ayat 7 dan 9. Yesus berkata, “Kamu harus dilahirkan kembali.” Tradisi Yahudi dan pengertian Perjanjian Lama dengan Taurat Musanya tidak cukup dan masih membutuhkan pengertian yang lebih mendalam tentang Kristus yang berinkarnasi (menjadi manusia). Untuk mendapatkan pengertian ini, seseorang harus dilahirkan kembali oleh Roh Kudus. Kita tidak perlu heran tentang hal ini, karena sebenarnya:

  1. Sejak awal Perjanjian Baru, Tuhan sudah membuang kebudayaan Yahudi yang begitu terpaku kepada Taurat secara harfiah tanpa mengerti arti yang sesungguhnya. Harfiah itu akan mematikan, karena hanya membawa orang pada pengertian yang dangkal dan di permukaan saja dan tidak membawa orang pada pengertian rohani yang lebih penting, yang dipimpin oleh Roh Kudus.
  2. Konsep diperanakkan pula sudah ada di Perjanjian Lama, di mana Tuhan berjanji: Aku akan mengambil hati yang keras dari dalam batinmu dan memberikan hati yang taat ke dalam batinmu. Artinya, Tuhan akan memberikan hati yang baru, mengubah sikap hatimu yang tidak mau taat kepada kebenaran, selalu membenarkan diri dan keras kepala, yang sekalipun tahu salah tetap tidak mau mengaku dan tidak mau berubah. Maka Yesus berkata: Engkau harus dilahirkan kembali, memiliki hidup yang baru, hati yang baru, roh yang baru. Inilah konsep diperanakkan pula yang sudah dimunculkan sejak Yehezkiel. Tetapi orang Yahudi tetap berkukuh tidak mau melepaskan diri dari belenggu budayanya. Oleh karena itu, Yesus berkata, “Janganlah menambalkan kain baru di atas kain yang sudah lapuk. Jangan memasukkan anggur ke kirbat yang tua.” Maka Injil tidak diserahkan kepada orang Yahudi yang akademis, melainkan kepada nelayan-nelayan dan orang-orang Galilea yang polos dan mau diubah oleh Tuhan.

Kata Yesus kepada Nikodemus, “Engkau belum cukup memadai. Kalian sudah menyelidiki Taurat selama 1.500 tahun. Engkau seharusnya mengetahui bahwa di Kitab Taurat dan Kitab Nabi sudah dinubuatkan tentang kedatangan-Ku. Tetapi ketika Aku datang, kalian malah melawan Aku, dan kalian sangka kalian pandai?” Jadi, celakalah theolog-theolog yang hanya pandai otaknya, tetapi tidak mau mengabarkan Injil. Yohanes 3 dan 4 mencatat penginjilan pribadi Tuhan Yesus kepada seorang pria yang pandai, beragama, lalu kepada seorang wanita yang tidak bermoral. Contoh ini menjadi teladan bagi gereja yang bertumbuh di segala zaman: memimpin orang-orang akademis untuk diperanakan pula, dan juga memimpin orang yang berzina untuk bertobat dengan sungguh. Tetapi gereja sekarang tidak melakukan keduanya. Gereja tidak memiliki kemampuan menyampaikan firman dan berdebat dengan para profesor, dan juga memiliki hati mengabarkan Injil kepada orang miskin, pelacur, dan orang-orang yang terbuang. Tanpa melakukan penginjilan ke kedua golongan orang ini dengan seimbang, gereja akan mati.

Dalam suatu acara tanya jawab di Semarang, ada suatu pertanyaan: Mungkinkah Tuhan membuang Gereja-Nya? Saya jawab: Ya dan Tidak. Secara substansi, Gereja tidak pernah dibuang oleh Tuhan. Tetapi secara lahiriah, ada banyak gereja dibuang oleh Tuhan. Mengapa demikian? Tuhan membuang gereja karena mereka tidak mau mengabarkan Injil. Akibatnya, tidak ada jemaat baru, yang tersisa adalah jemaat yang sudah lanjut usia dan takut kalau ada orang baru atau anak muda akan datang dan merampas harta mereka. Maka mereka membuat suasana begitu eksklusif, tertutup, dan akhirnya mati dengan sendirinya.

Ingat: Gereja didukung oleh semua, tetapi bukan milik siapa pun. Setiap jemaat memberikan persembahan, tetapi gereja bukan milik satu pun dari mereka. Saya tidak pernah mengizinkan seorang konglomerat membangun gedung GRII, seperti Rockefeller membangun Riverside Church, karena akhirnya orang tidak lagi bisa membedakan apakah ini gereja Tuhan atau gereja Rockefeller. Gereja bukan milik pribadi, Kristuslah yang harus memilikinya. Ada sebuah gereja yang setelah selesai dibangun dipasang tulisan kertas yang di lem di depan gedungnya: Only Jesus (hanya Yesus). Namun hujan dan angin melepaskan beberapa huruf, akhirnya tersisa: Only us (hanya kami). Di manakah Yesus? Di luar. Inilah seperti yang dituliskan di dalam Kitab Wahyu: “Lihatlah, Aku mengetuk di muka (luar) pintu. Barang siapa mendengar suara-Ku dan membuka pintu, Aku akan masuk mendapatkannya, dan akan makan bersama-sama dengan dia dan dia dengan Aku.” Apakah Saudara betul-betul ingin Tuhan Yesus masuk dan bertakhta di dalam kehidupan Saudara? Apakah kita mau Tuhan Yesus masuk dan bertakhta di dalam Gereja-Nya dan memimpin Gereja-Nya? Jika ya, kita harus turun takhta dan hanya menjadi pengikut. Yesuslah pemimpinnya. Gereja yang diberkati Tuhan adalah Gereja yang menjadikan Kristus sebagai Tuhan dan Raja, mengerti isi hati-Nya, rajin mengabarkan Injil, menggembalakan domba-domba Allah, dan membawa mereka berpaling kepada Tuhan. Gereja yang tidak mengabarkan Injil adalah gereja yang bunuh diri. Gereja yang tidak memerhatikan rencana Allah, hanya mau memuaskan ambisi pribadi, akan dibuang oleh Tuhan.

Yesus berkata kepada Nikodemus, “Engkau harus dilahirkan kembali,” karena hanya dengan cara itu ia dapat memiliki penglihatan yang baru dan luas. Hanya dengan cara itu ia dapat melihat dan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sudah dua ribu tahun sejak Tuhan Yesus berbicara dengan Nikodemus, namun sekalipun orang-orang Yahudi menjadi bangsa yang begitu pandai, menguasai berbagai bidang kehidupan yang paling tinggi, mendominasi pemenang hadiah Nobel, tetapi pengaruhnya tidak bisa sebesar orang Kristen, baik di kalangan intelektual, maupun dalam hal menolong orang-orang miskin yang jauh tertinggal. Itu disebabkan karena mereka tidak mempunyai Injil, sehingga mereka tidak bisa mengenal isi hati Tuhan bagi sejarah. Itu juga yang menyebabkan mereka tidak memiliki cinta kasih, sifat keadilan dan kesucian, sifat kebajikan, dan motivasi yang suci dan murni dari Kristus.

Saya pernah bertanya kepada seorang profesor Yahudi dari Chicago, “Mengapa orang-orang Yahudi tidak bisa memiliki komponis kelas satu dunia?” Dia menjawab, “Kami mempunyai Mendelssohn.” Saya menegaskan, “Tidak. Mendelssohn adalah orang Kristen sekalipun dia Yahudi.” Dia bertanya, “Apa bedanya?” Saya menyatakan bahwa hanya orang Kristen yang dapat menghasilkan musik-musik yang paling agung di dalam sejarah, karena iman Kristen berisi semangat pengucapan syukur yang besar sekali, karena ada Allah yang telah menyerahkan Anak-Nya yang tunggal untuk menebus manusia yang berdosa. Ucapan syukur menjadi sumber inspirasi yang memberikan pencerahan bagi mereka yang menyembah Allah dengan hati yang penuh syukur.” Orang Yahudi memproduksi Horowitz, Rubinstein, konduktor orkestra yang sangat terkenal di dunia, tetapi tidak seorang pun komposer yang mereka miliki, karena untuk menggubah lagu diperlukan kreativitas yang tinggi sekali, perasaan yang sangat kuat tentang Allah yang disembahnya dengan penuh ucapan syukur. Semua komposer ketika tua ingin menciptakan lagu religius. Verdi menciptakan banyak opera, tetapi sebelum mati ia menulis Requiem. Stravinski setelah menciptakan tiga simfoni, di masa tuanya menggubah Symphony of Psalm. Semua ini tidak bisa kita abaikan.

Ada orang berkata kepada saya, “Stephen, engkau adalah renaissance man, karena engkau menguasai dan mengerjakan banyak bidang dengan kualitas yang begitu tinggi.” Saya hanya tersenyum. Bagi saya renaissance man merupakan seorang yang adalah filsuf, sekaligus musisi, politikus, arsitek seperti Leonardo Da Vinci, menguasai banyak bidang, tetapi semuanya merupakan kepingan-kepingan yang tidak terintegrasi. Orang reformed tidak seperti itu karena ia akan mengintegrasikan semua yang ia pelajari menjadi satu kesatuan, lalu menguasainya dengan baik demi kemuliaan Allah. Dengan demikian, barulah kita menjadi manusia yang tidak terpecah-belah. Hidup orang seperti Mao Zidong atau Chopin, adalah hidup yang terpecah. Mereka pandai sekali, tetapi tidak memiliki integrasi satu dengan yang lain dalam semua bidang kehidupannya. Sementara orang Kristen harus menjadi orang yang utuh, sehingga watak, pemikiran, bakat, waktu dan semua elemen hidupnya menyatu. Dan semua itu tidak dikerjakan untuk dirinya, untuk mendapatkan banyak uang, atau untuk menyenangkan orang. Karena jika ia melakukannya untuk itu, ia akan gagal. Kehidupan ini datangnya dari Allah, maka kita harus kembali memuliakan Allah.

Hidup haruslah dengan kesungguhan ingin mempraktikkan kehendak Allah di dunia ini. Bukan karena engkau pandai maka engkau berhak meraup banyak uang. Jadi, janganlah studi hanya untuk menjadi orang kaya, tetapi apa pun yang kita lakukan, kita harus melakukan itu untuk memuliakan Tuhan, dan setiap bakat yang Tuhan berikan, harus kita pergunakan untuk menjadi berkat bagi seluruh umat manusia, membawa orang lain lebih dekat dengan Tuhan dan lebih mengerti rencana-Nya. Untuk itu, engkau sendiri terlebih dahulu harus dekat dengan Tuhan, mempelajari dan mengerti kehendak Tuhan.

Yesus berkata, “Angin bertiup ke mana ia mau.” Inilah kalimat yang sangat penting. Artinya, kedaulatan Allah adalah sumber dan penyebab bagi seseorang untuk bisa mengalami apa yang dikenal sebagai lahir kembali. Kita menjadi Kristen bukan karena kita mau. Ini tidak seperti ajaran Arminian, di mana orang mau, maka ia diselamatkan dan barang siapa tidak mau, maka ia tidak diselamatkan. Memang benar, orang yang menolak Tuhan Yesus pasti tidak diselamatkan, dan yang menerima Tuhan Yesus akan diselamatkan. Tetapi apakah ia menerima Tuhan Yesus karena dia yang mau? Itu berarti, karena manusia mau, maka Tuhan terpaksa harus menerimanya dan memberi keselamatan. Dan kepada manusia yang menolak, Tuhan juga tidak bisa berbuat banyak, kecuali menerima nasib ditolak oleh manusia. Ini bukan ajaran Theologi Reformed. Theologi Reformed mengajarkan “Angin bertiup ke mana ia mau.” Artinya, engkau tidak akan pernah berkeinginan diselamatkan, sampai tiba kesempatan yang Tuhan beri untuk engkau bisa mendengar Injil yang diberitakan kepadamu. Kesempatan ini bukanlah pilihanmu. Mengapa pada tanggal 9 Januari 1957 itu saya pergi ke gereja itu, dan yang berkhotbah adalah pendeta itu, dan mengapa dia mengkhotbahkan berita itu, yang mana sangat menggugah hati saya dan mengubah seluruh kehidupan saya? Itu semua bukan pilihan saya, melainkan anugerah Tuhan yang tiba pada saya, seperti yang dinyatakan oleh ayat ini. Kehendak Allah, inisiatif Allah, melampaui semua kebijaksanaan manusia, keinginan atau ambisi manusia.

Saya menjadi hamba Tuhan karena satu kalimat, “Jika engkau tidak mengabarkan Injil, orang yang di neraka lebih baik darimu.” Saya sangat terkejut, bagaimana mungkin orang yang di neraka lebih baik dariku? Khotbah Pdt. Andrew Gih hari itu tentang “Lima Seruan,” yaitu: 1) Seruan Allah: Siapa yang dapat Aku utus? Dan Yesaya menjawab: Utuslah aku, di sini aku; 2) Seruan Yesus Kristus: Lihatlah ladang sudah menguning, pergi dan tuailah tuaian itu; 3) Seruan Roh Kudus: Barangsiapa menerima air hidup, dia tidak akan haus untuk selamanya; 4) Seruan Paulus: Celakalah aku, jika aku tidak mengabarkan Injil; 5) Seruan dari neraka.

Seruan neraka? Ini yang saya belum pernah dengar. Mana mungkin neraka memanggil seseorang menjadi hamba Tuhan? Ia berkata, “Kirimkan Lazarus ke rumahku, karena aku masih memiliki lima saudara yang belum bertobat. Beritakan Injil kepada mereka agar mereka bertobat.” Saya sangat tercengang. Setan sudah menyandung orang masuk neraka, tetapi ternyata di sana masih ada orang yang memerhatikan keselamatan saudaranya, meminta agar Abraham mengirimkan Lazarus mengabarkan Injil kepada saudaranya. Itulah yang membuat saya tidak bisa tahan lagi dan berseru, “Tuhan, utuslah aku.” Saya percaya, kalau bukan Pdt. Andrew Gih, tidak ada yang akan menyampaikan khotbah seperti itu. Sepertinya tidak mungkin ada orang yang menjadi hamba Tuhan karena seruan dari neraka. Tetapi itulah faktanya.

Tetapi, jika kita memikirkan dengan lebih serius lagi, kita akan sampai pada pertanyaan, mengapa hari itu saya bisa mendengar khotbah itu? Mengapa pengkhotbah saat itu (Dr. Andrew Gih) memilih bagian itu untuk dikhotbahkan? Dan mengapa pada satu momen dalam khotbah itu hati saya bisa begitu tergerak? Maka hanya ada satu jawaban, yaitu semua itu karena kehendak Allah. Seturut Efesus 1:7 tertulis “Bahwa Dia membagikan anugerah seturut hikmat-Nya yang penuh” (parafrasa). Setiap orang mempunyai pengalaman pertobatan yang berbeda-beda. Kita harus mengingat bahwa Paulus tidak pernah sama sekali ingin menjadi Kristen. Ia tidak pernah merencanakan menjadi Kristen. Ia tidak pernah mengatakan, “Tuhan, hari ini aku mau bertobat, tolong selamatkan aku.” Paulus tidak pernah mau menerima Kristus, tetapi ia justru diselamatkan. Ini membuktikan bahwa teori ajaran Arminian, “Jika engkau menginginkan Allah menyelamatkan engkau, maka Allah akan menyelamatkan engkau; Jika engkau tidak pernah mau diselamatkan, maka Allah juga tidak akan menyelamatkan engkau,” tidak benar. Paulus tidak pernah mau diselamatkan, tetapi Tuhan mau menyelamatkan dan memakai Paulus. Inilah anugerah Allah yang tidak mungkin ditolak oleh manusia (Irresistable Grace, butir keempat dari TULIP, rumusan doktrin keselamatan Kristen). Sebelum waktu-Nya tiba, tidak seorang pun bisa taat kepada Kristus. Tetapi ketika waktu-Nya tiba, ia pun tidak sanggup untuk melarikan diri dari Tuhan. Tuhan mengurung dia di dalam anugerah-Nya, dan berkata kepadanya, “Bertobatlah kamu!”

Seturut ayat 8, kita memang tidak mengetahui mengapa kita bisa menjadi Kristen dan menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan; tetapi kita tahu jelas bahwa semua itu semata-mata karena keinginan Roh Kudus. Pada hari itu, angin Roh Kudus mau bertiup ke dalam hatiku, membuat aku takluk kepada-Nya, lahir baru dan menerima panggilan-Nya, menjalankan kehendak-Nya, sungguh bukan karena kekuatanku. Aku hanya pasif, Roh Kuduslah yang aktif. Itu sebab, ketika kita dipimpin oleh Roh Kudus, janganlah melawan, melainkan taatlah dan biarkanlah Dia yang membawa dan mengarahkan kita pada rencana Allah yang terbaik.

Dua puluh tahun lebih yang lalu, kita tidak pernah tahu bahwa GRII akan memiliki gedung gereja seperti yang sekarang bisa disaksikan di Kemayoran, Jakarta. GRII ketika itu dimulai dari nol, tanpa memiliki gedung gereja dan masih menyewa ruangan di gedung Granadha, Semanggi. Dan kita belum tahu apa yang akan terjadi dengan Gerakan Reformed Injili seratus tahun yang akan datang. Mungkinkah saat itu mayoritas orang Kristen di Indonesia adalah orang yang memegang Theologi Reformed? Takutkah kita akan penganiayaan yang mungkin tiba? Justru melalui penganiayaan, berkat Tuhan tiba dengan membuat gereja bertumbuh dan berjuang. Yang justru harus kita takuti adalah rasa nyaman, aman, bisa hidup ringan tanpa beban dan tanpa semangat perjuangan, di mana kerohanian kita akan tertidur. Ini adalah hal yang jauh lebih menakutkan ketimbang penganiayaan. Banyak gereja justru merosot karena mereka terlalu banyak diberikan kebebasan, merasa kenyamanan, tidak ada semangat perjuangan lagi. Tanpa semangat perjuangan, iman Kristen akan bunuh diri. Mari kita minta Tuhan meniupkan kuasa Roh Kudus agar kita taat pada pimpinan-Nya dengan sungguh-sungguh. Amin.

 

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber :https://www.buletinpillar.org/transkrip/nikodemus-menemui-yesus-bagian-9#hal-1