Pada tanggal 13 Juni 1793, William Carey dan istrinya, Dorothy, bersama keempat anak mereka dan seorang pengasuh bayi berlayar dari Inggris menuju India menggunakan sebuah kapal. Pada waktu itu hanya beberapa orang saja yang menyaksikan keberangkatan mereka. Carey adalah seorang pembuat sepatu di desanya. Dengan pendidikannya yang sederhana, ia sebenarnya tidak punya keahlian apa-apa dalam pelayanan misi kecuali keyakinan bahwa Tuhan telah memanggilnya untuk memberikan hidupnya demi “pertobatan orang-orang asing”. Lagi pula, ia pergi ke India sebagai pendatang gelap karena tidak bisa mendapatkan izin imigrasi dari Perusahaan Hindia Timur. Dia juga punya masalah dalam hal keuangan. Sebagai seorang gembala yang tidak terkenal dari sebuah gereja kecil di wilayah Midlands di Inggris, ia hanya bisa mendapatkan bantuan dari beberapa temannya. Orang-orang terkemuka dari gereja Baptis di London tidak mau mengikut sertakan denominasi mereka karena merasa bahwa perjalanan yang ia ambil memunyai banyak ketidakpastian.

Sekarang, 2 abad kemudian setelah ia mengambil langkah tersebut, Carey dikenal oleh seluruh dunia sebagai bapak dari misi modern. Sebenarnya Carey bukanlah misionaris pertama dari zaman modern. Bahkan, dia bukan orang Protestan pertama yang datang ke India. Hampir 100 tahun sebelum Carey menginjakkan kaki di Kalkuta, 2 orang dari Universitas Halle yang menjadi pusat gerakan Pietisme telah memulai sebuah misi di Tranquebar di India Selatan. Carey sendiri tidak senang dengan kepopuleran namanya yang mulai tersebar pada masa hidupnya. Dia membenci kenyataan bahwa beberapa kenalannya di Inggris mulai mengumpulkan benda-benda miliknya pada masa muda untuk dijadikan koleksi seperti cangkir yang pernah dipakainya, sepatu yang dibuatnya, papan iklan perusahaannya. “Semakin sedikit yang dikatakan tentang saya semakin baik,” katanya.

Ketika sudah dekat dengan kematiannya pada tahun 1834, ia meminta Alexander Duff, misionaris dari Skotlandia, untuk mendekat dan Carey berbisik, “Mr. Dufff, kamu telah berbicara tentang Dr. Carey, Dr. Carey terus; kalau saya sudah tidak ada, jangan lagi bicara tentang Dr. Carey, bicaralah tentang pekerjaan penginjilan Dr Carey!” Ini adalah sifat asli dari Carey. Namun kenyataannya, orang-orang Kristen generasi berikutnya tetap tertarik pada Carey sebagaimana mereka tertarik pada penginjilan yang dilakukannya.

Visi yang Menyebar

Bertahun-tahun kemudian John Ryland Jr., orang yang membaptiskan Carey, mendeskripsikan tahun-tahun awal pertobatannya sebagai masa yang penting di permulaan hidup Carey: “Di bulan Oktober 1783, pada waktu saya membaptis seorang penjual sepatu keliling di Nene, di belakang rumah pertemuan Doddridge, tidak ada pikiran sama sekali bahwa setelah 9 tahun berlalu, ia membuktikan dirinya sebagai orang pertama yang membentuk sebuah organisasi untuk mengirimkan misionaris ke bagian dunia yang belum mengenal Kristus. Lebih tidak diduga lagi, ia akan menjadi seorang profesor di perguruan tinggi Oriental dan penerjemah Alkitab ke dalam sebelas bahasa. Bagaimana hal yang luar biasa bisa terjadi? Ryland Jr. memberikan penjelasan yang sederhana namun masuk akal: “Saya percaya Tuhan sendiri yang menanamkan dalam pikiran Carey pentingnya keselamatan dari orang-orang di dunia luar.”

Salah satu peristiwa terkenal di permulaan pelayanan Carey terjadi ketika ia mengajukan usul pada para gembala supaya mereka mempertimbangkan tugas orang Kristen untuk berusaha membawa Injil ke bangsa-bangsa yang belum pernah mendengarnya. Ryland sangat terkejut dengan jawaban yang diterima Carey. “Duduklah anak muda. Jika Tuhan menghendaki bangsa-bangsa lain untuk bertobat Ia akan melakukannya tanpa bantuanmu atau bantuan saya.” Jawaban ini menujukkan betapa kerasnya hati mereka dalam penolakan untuk misi. Pendapat ini banyak mendapat sokongan pada zaman itu.

Tentang Amanat Agung Yesus (Matius 28:19), Carey melawan pendapat yang berkata bahwa kata-kata itu hanya berlaku untuk para rasul dan telah digenapi pada waktu gereja mula-mula. Carey mengajukan argumentasinya bahwa sebetulnya tidak ada batasan waktu dalam menjalankan Amanat Agung. “Pergilah” berarti untuk kita semua dan sekarang. Dia juga menjawab tiga hal yang menentang gerakan misionaris.

Pertama, kita menggunakan alasan-alasan untuk tidak melakukan sesuatu: “kita harus menunggu jalannya Tuhan”, “kita tidak boleh memaksakan jalan kita”. Namun Carey menjawab bahwa tidak seharusnya orang-orang Kristen mengabaikan jalan-jalan yang Tuhan sudah buka setiap harinya.

Kedua, ada yang mengaku bahwa waktunya belum datang untuk kegiatan seperti itu karena banyak nubuatan-nubuatan Alkitab sedang menunggu penggenapan. Carey mengajukan pernyataan bahwa tidak ada nubuatan yang harus digenapi sebelum Injil dibawa sampai ke ujung bumi. Sesungguhnya, Carey telah menyelesaikan sejumlah khotbah tentang kitab Wahyu sebelum keberangkatannya ke India.

Ketiga, untuk mereka yang mengatakan “kita punya cukup banyak pekerjaan di rumah”, Carey menanyakan apakah ini alasan yang masuk akal untuk tidak menyampaikan Kabar Baik Yesus Kristus kepada mereka yang tidak memunyai Alkitab, pengkhotbah, atau berbagai fasilitas yang sebenarnya tidak digunakan secara baik di rumah [orang Kristen]

Setia Sampai Akhir

Setelah melihat kembali kehidupan Carey, sangatlah mudah dimengerti mengapa ia dianggap sebagai seorang misionaris besar. Pelayanannya yang tidak pernah padam selama 40 tahun di India memberikan hasil yang luar biasa. Di bawah pengarahannya, Alkitab diterjemahkan ke dalam berbagai macam bahasa India dan dialeknya. Ia mendirikan gereja di seluruh kawasan delta Sungai Gangga, dan bahkan mengirim misionaris ke bangsa-bangsa lain. Ia juga mengorganisasi suatu lembaga sekolah untuk anak-anak India dan akhirnya mendirikan Perguruan Tinggi Serampore. Di sana teologi Kristen diajarkan bersama dengan sastra India dan teknologi Barat.

Ia juga pendiri dari Yayasan Pertanian India dan menerbitkan kumpulan esai untuk memperbaiki hasil pertanian. Selain menjadi seorang profesor yang dihormati di Fort William College, ia juga mengemukakan kumpulan-kumpulan kritik pada tulisan Hindu kuno. Ia mendirikan sebuah rumah sakit untuk orang-orang kusta dan sekolah misionari untuk rakyat jelata. Carey berusaha menentang penghancuran kehidupan manusia melalui pembunuhan anak-anak, pengguguran bayi, dan sati, yaitu upacara pembakaran para janda. Persahabatan dan kerja sama dengan umat percaya lain di India diterapkan dengan mengusahakan suatu pertemuan umum dari sejumlah denominasi Kristen dengan tujuan untuk mengoordinasi suatu gerakan penginjilan sedunia.

Setiap tahun pada hari ulang tahunnya, Carey mengevaluasi kembali kehidupannya dan melihat sampai di mana kemajuan rohaninya. Dalam surat pada anaknya, Jabez, ketika hari ulang tahunnya pada tahun 1819, ia mengaku, “Saya berumur 58 tahun pada hari ini, namun masih sedikit yang sudah saya lakukan untuk Tuhan.” Semua pencobaan yang dialami Carey selama pelayanannya — kematian istrinya, kebakaran yang menghancurkan Serampore Press, sakit berat yang diderita istri keduanya, dan kematian anak pertamanya — patut kita ingat. Dalam menghadapi semuanya ini Carey mengalami pembentukan dalam kehidupan rohaninya. Terungkap dalam buku hariannya yang ditulis selama tahun pertama di India, “Aku merasa sebenarnya bahwa sangatlah baik untuk menyerahkan jiwa raga dan keseluruhan hidupku kepada Tuhan. Barulah kemudian dunia ini terlihat kecil. Janji Tuhan besar dan Dia adalah bagianku yang terbaik.”

Dalam mengevaluasi perjalanan hidup Carey, kita harus ingat bahwa keberhasilannya tidaklah berasal dari karyanya sendiri tapi Lebih merupakan suatu kerja sama suatu grup. Hasil kerja dari William Ward, Joshua dan Hannah Marhman, dan orang-orang lain yang mendukung, terutama John Ryland Jr., David Brown, Henry Martyn, dan orang-orang India yang bertobat melalui kesaksian Carey, semuanya merupakan bagian dari suatu mata rantai kerjasama yang saling menunjang dalam mengabarkan Kabar Baik Yesus Kristus ke sejumlah tempat di India dan dunia. Tepat pada saat matahari terbit pukul 05.30 pagi, tanggal 9 Juni 1834, Carey meninggal pada usia 73 tahun. Selama hidupnya ia selalu dihibur oleh lagu-lagu pujian dari Isaac Watts. Salah satu permintaan terakhirnya adalah agar salah satu syair dari lagu ciptaan Watts diukirkan pada batu nisan kuburnya yang berbunyi: “Seorang yang hina miskin dan tak berdaya, namun dalam naungan-Nya ‘ku berada.”

Salah seorang yang menyaksikan acara penguburannya adalah seorang misionaris muda dari Skotlandia yang ternama John Leechman. Tanpa diragukan, Ia menulis: “Dan sekarang apa yang harus kita lakukan? Tuhan telah mengangkat nabi kita Elia ke surga. Dia telah mengangkat guru kita dari benak kita sekarang. Tapi janganlah kita kecewa. Tuhan dari segala misi hidup untuk selamanya. Rencana-Nya harus terus berlanjut. Pintu maut tidak akan bisa membendung gerakan-Nya, atau menghalangi keberhasilan-Nya. Mari, kita memunyai hal lain yang lebih penting daripada hanya berduka dan bersusah. Dengan pemimpin kita yang sudah meninggal itu semuanya berjalan dengan baik, ia telah menyelesaikan perjalanannya secara gemilang. Sekarang, karyanya turun pada kita untuk pencurahan Roh Ilahi yang lebih lagi.”

 

Sumber : https://www.facebook.com/notes/pelaku-firman/kisah-pelayan-tuhan-william-carey-saksi-yang-setia/278881675487816?comment_id=3664633