PRAKATA

Salah satu keunikan Kekristenan adalah kepercayaan terhadap Allah Tritunggal, yang tidak ada pada agama-agama lain. Doktrin yang begitu jelas diajarkan dalam Alkitab ini selalu menjadi kesulitan yang besar bagi orang Kristen maupun orang bukan Kristen. Memang secara terminologi istilah ini tidak muncul dalam Alkitab. Namun seluruh Alkitab mengandung ajaran yang penting ini. Melalui penganiayaan dan tantangan dari ajaran, baik filsafat maupun bidat-bidat, mengakibatkan selama beratus-ratus tahun gereja abad permulaan mengintrospeksi ke dalam iman yang sudah dimiliki sehingga menemukan pengertian Allah Tritunggal yang sedalam-dalamnya. Doktrin yang sudah diteguhkan pada zaman Agustinus untuk menjadi dasar pengajaran gereja segala abad.

Meskipun dalam sejarah gereja selalu timbul pula pemikir-pemikir yang tidak menyetujuinya, mulai dari zaman Gnostik dan Arius – khususnya pada awal Kekristenan – dan sesudah timbulnya liberalisme pada zaman modern, yang berciri khas membuat kepercayaan terhadap keilahian Kristus dan hanya memegang kemoralan-Nya, maka dengan sendirinya doktrin AllahTritunggal secara otomatis dibuangnya. Dalam hal ini liberalisme tidak banyak bedanya dengan Saksi Yehovah, bahkan lebih parah, karena Saksi Yehovah masih percaya Yesus adalah allah yang dicipta oleh Allah Tertinggi, sedangkan hal inipun ditolak oleh teolog-teolog liberal.

Penting bagi saudara seiman untuk memperdalam kepercayaan kita bersama, serta bersaksi bagi Kristus. Kiranya kemuliaan kembali kepada Allah Tritunggal. Amin.

Jakarta, 9 Februari 1990

Pdt. DR. Stephen Tong

PENDAHULUAN

Istilah Tritunggal belum pernah muncul di Perjanjian Lama. Istilah ini juga belum pernah muncul di Perjanjian Baru. Jadi istilah ini tidak pernah muncul di seluruh Alkitab. Agama Kristen mempunyai konsep Tritunggal yang tidak dimiliki oleh agama lain. Agama Hindu mempunyai tiga ilahi yang paling tinggi, yaitu Brahma, Wisnu dsan Syiwa. Tetapi konsep ini sama sekali berbeda dari konsep Allah Tritunggal Kristen. Ketiga Oknum Allah dalam Allah Tritunggal tidak dicipta. Ketiganya berada dari kekal sampai kekal. Kristus selaku Oknum Kedua Allah Tritunggal, tidak lebih rendah dari Allah Bapa yang adalah Oknum Pertama Allah Tritunggal. Roh Kudus, bukanlah suatu Kuasa atau Hukum Alam yang dipakai oleh Allah di dalam segala karya-Nya, melainkan Diri Allah itu sendiri, yaitu Allah Oknum Ketiga. Kristus bukanlah sebutan bagi Allah Oknum Pertama pada saat datang ke dunia, sehingga Ia menjadi Oknum Kedua. Juga salah jika kita mengerti bahwa setelah Kristus kembali ke sorga, Ia turun lagi ke dunia sebagai Oknum Ketiga, yaitu Roh Kudus. Roh Kudus bukanlah Kristus, dan Kristus bukanlah Allah Bapa.

KEESAAN ALLAH

(Yesaya44:6-8; 45:20-22; 46:8-10)

Allah Tritunggal merupakan doktrin, ajaran yang sedemikian unik di dalam Kekristenan. Doktrin ini merupakan suatu konsep yang tidak ada pada agama-agama lain, bukan suatu konsep yang ditarik sebagai kesimpulan dari hasil pikiran manusia melalui kemampuan rasio yang diciptakan oleh Allah, tetapi hal ini adalah suatu konsep yang tidak dapat dihindari oleh manusia karena Allah telah demikian menyatakan Diri, memperkenalkan Diri-Nya kepada manusia.

A) Pentingnya mengerti Teologi

Mengapa kita sangat mementingkan dan menitik-beratkan teologi atau doktrin? Mengapa Doktrin sedemikian penting? Karena teologi merupakan pengenalan terhadap Allah, merupakan ilmu Ketuhanan. Teologi  berasal dari kata Yunani: Theos dan Logos. Theos berarti Allah, sedangkan Logos berarti Firman. Berarti melalui Firman, kita mengenal Allah. Inilah ilmu Ketuhanan yang asli.

Adakah yang lebih penting daripada pengertian mengenai Allah (Ilmu Ketuhanan)? Adakah yang lebih berharga daripada pengenalan akan Allah? Mungkinkah seseorang menjadi manusia yang baik tanpa mengenal Allah? Dapatkah pemerintah suatu bangsa memerintah dengan baik tanpa pengertian akan Allah yang benar?

Agustinus, seorang Bapa Gereja, pernah berkata: “Jikalau aku ditanya, “Apakah yang ingin kau ketahui dalam dunia ini?”, maka aku akan menjawab, “Hanya dua hal yang ingin aku ketahui sedalam-dalamnya seumur hidupku, yaitu yang pertama mengenal Allah, dan yang kedua mengenal jiwa manusia. Dan jika aku ditanya lagi, “adakah yang lainnya yang ingin kau ketahui?, maka aku akan menjawab, “Tidak ada, bahkan mutlak tidak ada lagi hal lain yang ingin aku ketahui.” Aku ingin mengenal Allah, siapakah Dia?”

Pengenalan terhadap Allah menjadi titik tolak atau pangkalan bijaksana yang sejati. Pengenalan akan Allah menjadi suatu dasar dari segala kepandaian di dalam dunia ini (band. Amsal 1:7; Mazmur111:10). Dan kedua, pengenalan terhadap Allah muncul daripada keinginan  jiwa. Tetapi mengapa jiwa mempunyai keinginan seperti ini? Karena jiwa adalah jiwa yang dicipta menurut perta dan teladan Allah. Kalau demikian, siapakah aku? Aku mau mengenal diriku sendiri, mengenal jiwaku? Maka mengenal Allah dan mengenal jiwa terkait satu dengan yang lain. Melalui pengenalan akan Allah, jiwa kita mempunyai suatu dasar, arah, prinsip hidup dan bijaksana yang sesungguhnya. Pengenalan  akan Allah dan takut akan Allah merupakan suatu pangkalan atau titik tolak dari segala kepandaian dan bijaksana.

Filsafat Sokrates menuntut pengenalan akan diri sendiri, tetapi ia tidak pernah memberikan kepada kita kunci rahasia bagaimana mengenal diri. Maka jawaban dari Wahyu Tuhan jauh lebih tuntas dan lebih sempurna, yaitu: Mengenal Allah sebagai dasar pengenalan akan diri. Pengenalan terhadap Allah merupakan suatu hal yang sangat penting, sehingga dimana ada pengenalan akan Allah, di sana ada pengenalan akan diri juga. Konsep ini sedemikian penting, sehingga John Calvin di dalam permulaan bukunya yang terkenal Institutio (The Institute of Christian Religion) menuliskan: “Dua hal paling penting yang perlu kita kenal adalah mengenal Allah dan mengenal diri sendiri. Ketika ditanya, yang mana lebih dulu, ia menyatakan bahwa hal itu sangat sulit ditentukan, sebab di dalam mengenal diri, kita menemukan keberadaan Allah; dan di dalam mengenal Allah, kita mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya.

a). Teologi adalah pengenalan akan Allah yang sejati

Teologi berarti mengenali Allah, memahami, mengalami serta hidup di dalam Dia. Teologi bukanlah sekedar suatu teori yang pernah terlintas di dalam rasio manusia, bukan sekedar pelajaran yang dipelajari melalui tulisan di atas kertas. Teologi adalah pengenalan akan Allah, yang didalamnya kita menghayati atau mengalami hidup yang sejati. Di dalam berteologi kita perlu menjelajahi perkataan-perkataan, janji-janji, realita dan kesungguhan Allah itu sendiri. Di dalam berteologi juga berarti kita menghayati cinta kasih-Nya terhadap kita dan cinta kita kepada-Nya.

Dalam hal ini, Blaise Pascal, seorang filsuf, ahli matematika dan fisika dari Perancis, berkata: “Tidak ada seorangpun yang dapat mengenal Allah lebih daripada cintanya kepada Allah.” Teologi tidak seharusnya hanya dimonopili oleh Seminari-Seminari, Sekolah-sekolah Teologia atau Sekolah-sekolah Alkitab. Sekolah-sekolah yang melatih calon-calon Pendeta, dan sejenisnya. Teologi hendaknya dimiliki oleh setiap orang Kristen, karena berteologi merupakan hak setiap anak Tuhan atau setiap orang yang mengenal Tuhan, agar mengetahui mengapa kita harus mengenal Tuhan  dan bagaimana mengenal Dia dengan tepat. Kita tidak mempelajari teologi di dalam otak, tetapi menerjunkan diri ke dalam cintaTuhan dan cinta kita kepada Tuhan. Sambil menikmati cinta-Nya, saat itu kita membalas cinta-Nya dengan cinta yang diberikan oleh Dia kepada kita. InilahTeologi.

b). Teologi mengharuskan kita mempermuliakan Allah

Berteologi juga berarti memuliakan Allah. Jika kita tidak mengenal Allah, bagaimana kita dapat memuliakan Dia? Sebaliknya, semakin kita mengenal Allah, kita akan semakin memuliakan Dia, dan menyebabkan semakin banyak orang memuliakan Dia karena kemuliaan-Nya yang mereka lihat melalui kita. Inilah teologi yang hidup dan yang baik. Jadi, berteologi bukan saja mengakibatkan pengenalan dan kasih kita kepada Allah, tetapi juga bakti dan sembah sujud kita kepada-Nya. Alkitab mencatat, pada waktu Allah menyatakan diri-Nya kepada nabi-nabi, rasul-rasul dan orang-orang saleh-Nya, hal itu menyebabkan mereka melihat akan kemuliaan Allah dan menjadikan mereka merebahkan diri dan bersembah sujud di hadapan-Nya (Ayub 42:1-6; Daniel 2:19-20; Yesaya 6; Matius 14:22-33; Wahyu 1:17, dll.). Bakti atau sembah sujud kepada Allah timbul dari pengertian yang sejati akan keagungan Allah. Siapakah yang bisa sembah sujud dan berbakti kepada Allah jika ia tidak mengetahui keagungan Allah sedemikian tinggi, melampaui segala ciptaan? Maka celakalah kita jika kita mengetahui teologi di dalam otak, sehingga kita bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan agama, mendapatkan nilai tinggi di sekolah, tetapi hati kita belum bersembah sujud dan tidak berbakti dihadapan Allah. Alangkah bahayanya jika seseorang mempunyai banyak pengetahuan tentang Allah tetapi tidak berbakti kepada-Nya. Pengenalan dan penyembahan terhadap Allah tidak dapat dipisahkan. Pengenalan kita akan Allah menyebabkan kita mengetahui atau menyadari diri kita yang kecil dan hina, sehingga kita merendahkan diri dihadapan Allah seumur hidup. Istilah berbakti atau menyembah (Inggris:to worship) di dalam bahasa Ibrani mempunyai pengertian membungkukkan diri (to bend down), yaitu membungkukkan diri untuk berbakti dan bersembah sujud kepada Allah. Ini berarti pada saat kita di hadapan Allah, kita merasa perlu untuk berbakti, bersembah sujud kepada-Nya.

c). Teologi menyebabkan kita menjadi Saksi

Berteologi atau mengenal Allah juga menyebabkan kita menjadi saksi-saksi-Nya. Sebelum menjadi saksi-saksi Allah terlebih dahulu kita harus mempunyai pengenalan akan Dia, supaya kesaksian kita benar. Berbahaya sekali jika seorang bersaksi tentang Allah namun tidak mengenal Allah dengan sungguh-sungguh. Sebaliknya, jika seseorang sungguh-sungguh mengenal Allah, dia pasti akan terdorong untuk menyaksikan Allah yang dikenalnya kepada orang lain. Maka, bersaksi bagi Allah hendaknya setelah kita mengenal Dia.

Inilah sebabnya berteologi atau mengenal Allah itu penting sekali. Namun yang lebih penting: Mengenal Allah yang mana?Allah yang bagaimana sifat-sifat-Nya? Melalui apa dan dengan cara bagaimana kita mengenal-Nya? Bukankah di sepanjang sejarah kita melihat di dalam agama-agama orang-orang mengatakan bahwa mereka mengenal allah, dewa-dewa, atau yang supra-alami, dan dengan sekuat tenaga berusaha memperkenalkan allah yang mereka kenal itu kepada orang lain? Bukankah setiap denominasi, golongan, atau aliran, dan bidat-bidat juga mempunyai konsepnya sendiri tentang allah dan berusaha mengajarkannya atau memperkenalkan allahnya itu kepada orang lain?  Sejak dahulu hingga sekarang pengajaran tentang Allah selalu simpang siur, bahkan saling bertentangan, sehingga ada sebagian orang menganggap lebih baik mereka tidak mengenal Alah daripada mereka mengenal allah yang salah. Itulah sebabnya kita perlu menegakkan prinsip dasar, atau kunci, bagaimana kita dapat mengenal Allah yang benar.

Di dalam Seri Pembinaan Iman Kristen mengenai Iman dan Wahyu Allah, kita melihat bahwa kecuali Allah mewahyukan atau menyatakan diri-Nya sendiri kepada manusia, tidak ada seorang pun bisa sampai kepada pengenalan akan Allah yang sejati. Inilah kunci pengenalan kepada Allah yang sejati. Jika Allah tidak rela memperkenalkan Diri, jika Allah tidak mewahyukan Diri, jika Allah tidak mau manusia mengenal Diri-Nya, bagaimana pun manusia berusaha, tidak mungkin manusia dapat sampai pada pengenalan yang sejati akan Allah. Wahyu adalah inisiatif Allah sebagai Inisiator yang mengkomunikasikan dan memperkenalkan diri-Nya sendiri kepada kita. Ini bukan hasil fungsi rasio kita, sebab jika kita hanya melalui fungsi rasio, manusia tidak mungkin mencapai pengenalan akan Allah. Itulah sebabnya, di luar pengertian dan pengakuan akan Wahyu Allah tidak ada teologi yang sebenarnya. Kalau pun ada, itu hanyalah teologi antroposentris (teologi yang berpusat dan berdasar pada spekulasi manusia ) yang bersifat spekulatif. Teologi semacam itu bukanlah Teologi, melainkan Teologi yang palsu. Teologi yang sejati adalah Teologi pengertian akan Allah yang berdasarkan pewahyuan Allah sendiri, yang Allah berikan supaya dimengerti oleh manusia. Teologi semacam ini di sebut Teologi Teosentris (Teologi yang berpusat pada Allah). Inilah Teologi yang sejati, yang benar.

Sejak Fricdrich Schleiermacher menginterprestasikan kembali konsep “Wahyu Allah melalui inspirasi Roh Kudus” itu menjadi hanya semacam gejala atau emosi keagamaan akan kesadaran Kristus yang terdapat di dalam diri orang-orang yang mengalami perasaan agama, disitulah awal atau mulainya kejatuhan teologi dari yang berdasarkan pada Alkitab (Firman Allah) kepada yang berdasarkan perasaan manusia saja. Apakah agama hanyalah suatu perasaan jiwa seseorang? Apakah sekedar merupakan perasaan harus bergantung yang mutlak kepada sesuatu yang mutlak itu? Dalam aspek yang tertentu, hal ini ada benarnya, tetapi sebenarnya Alkitab memberikan pengertian yang lebih dari itu.

B. Kristus sebagai Dasar Pengenalan Akan Allah 

Allah orang Kristen adalah Allah yang dikenal di dalam diri Yesus Kristus sebagai puncak Wahyu Allah. Wahyu Allah yang ada di dalam alam saja tidak cukup. Wahyu Allah yang terdapat di dalam Kitab Suci bersifat lebih tinggi. Klimaks atau puncak Wahyu Allah terdapat di dalam diri Kristus, Pribadi Kedua dari Allah yang turun ke dunia. Di dalam diri Kristus kita mengenal Allah secara konkrit; di dalam diri Kristus kita mengenal Allah secara sempurna; dan di dalam diri Kristus kita mengenal Allah secara benar dan tepat. Keakuratan itu hanya bisa dicapai melalui pengenalan terhadap Kristus, dan yang memberikan kesaksian yang benar tentang Kristus adalah Firman yang tertulis di dalam Alkitab. Itulah sebabnya Alkitab merupakan saksi bagi Kristus, yang menyaksikan tentang Kristus, dan melalui Kristus kita datang kepada Allah Bapa.

Namun dari manakah kita dapat mengerti Alkitab? Dari Roh Kudus. Roh Kudus memimpin kita ke dalam arti yang sesungguhnya dari Alkitab. Melalui Alkitab kita dipimpin seluruhnya ke dalam pengenalan akan Yesus Kritus. Melalui Kristus kita mengenal Allah Bapa yang sesungguhnya. Dengan perkataan lain, kunci kita mengenal Alkitab adalah Roh Kudus; Kunci kita mengenal Yesus Kristus adalah Alkitab;  dan kunci kita mengenal Allah Bapa adalah Yesus Kristus. Dengan demikian kita mengenal Allah melalui Kristus; kita mengenal Kristus melalui Firman-Nya, dan kita mengerti Firman melalui Roh Kudus.

C. Roh Kudus menyebabkan kita mengenal Kristus

Kunci mengenal Allah hanya ada di dalam Yesus Kristus sendiri yang berkata, “Akulah Jalan, Kebenaran dan Hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6). Tetapi, bagaimanakah orang dapat datang kepada Kristus? Mereka ditarik oleh Allah Bapa (Yohanes 6:44), dan mereka mengenal Kristus melalui Kitab Suci (Yohanes 6:45). Sebelumnya Yesus juga pernah menantang orang-orang Yahudi, yang tidak percaya kepada-Nya, “Kamu menyelidiki Kitab Suci, sebab engkau anggap di dalamnya ada hidup yang kekal. Tetapi, walaupun Kitab Suci memberi kesaksian tentang Aku, kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.” (Yohanes 5:39).

Jadi, melalui Kitab Suci yang menyaksikan tentang Kristus barulah kita dapat datang kepada-Nya. Tetapi, bagaimanakah kita dapat mengerti Kitab Suci? Melalui Roh Kudus, karena Roh Kudus adalah Roh Kebenaran yang telah mewahyukan kebenaran, dan yang memimpin orang Kristen masuk ke dalam kelimpahan kebenaran yang sempurna (Yohanes 14:26, 16:13).

Dengan demikian, melalui Alkitab, FirmanTuhan, kita datang kepada pekerjaan Allah Tritunggal: Roh Kudus (Pribadi Ketiga) melalui Kitab Suci membawa kita kepada Kristus (Pribadi Kedua); Kristus melalui karya penebusan-Nya membawa kita kepada Allah Bapa (Pribadi Pertama), sehingga manusia yang dicipta oleh Allah kembali kepada Pencipta-Nya. Allah Tritunggal berkarya, namun demikian, apakah artinya Allah Tritunggal? Bagaimana penjelasannya?

D. Sikap yang benar untuk mempelajari Doktrin Allah Tritunggal

Sebelumnya, kita juga telah membahas bahwa tidak mungkin Tritunggal dimengerti seluruhnya oleh rasio manusia. Ini tidak mungkin dimengerti oleh manusia secara sempurna, karena Allah adalah Allah yang tidak terbatas, sedangkan manusia sangat terbatas.  Memang, doktrin Allah Tritunggal adalah doktrin yang paling sulit dimengerti, paling sulit dijelaskan, paling sulit diterima dan sulit dipercaya, diungkapkan dengan kata-kata atau istilah-istilah manusia. Doktrin ini bagaikan doktrin yang tidak dapat sesuai dengan rasio manusia. Namun, apakah karena demikian sulit kita tidak perlu mengajarkan atau tidak perlu mengabarkannya? Tidak! Betapa pun sulitnya doktrin ini, tidak berarti kita tidak perlu mengerti, tidak berarti kita tidak perlu menjelaskan, tidak berarti kita perlu percaya, tidak berarti kita tidak perlu memakai rasio untuk memikirkan.

Dari dasar prinsip Teologi Reformed yang saya pegang dengan teguh menyatakan bahwa orang Kristen bukanlah orang yang rasionalis, tetapi orang Kristen harus menjadi orang yang rasionil. Maksudnya ialah, rasio kita tidak mungkin mencapai keseluruhan pengetahuan firman, tetapi harus secara maksimal dipergunakan untuk mengerti firman Tuhan. Meskipun kita tidak mungkin mencapai kesempurnaan yang mutlak karena kita bukan Allah, kita harus semaksimal mungkin sebagai yang dicipta mempergunakan segala alat yang diciptakan Tuhan di dalam diri kita untuk mengenal firman Allah.

Apa bedanya rasional dan rasionalis? Rasional berarti seseorang yang mempergunakan fungsi rasionya secara maksimal tanpa menyembah rasio sebagai Allah, tidak memperdewakan dan tidak memutlakkan rasio. Kita perlu selalu sadar bahwa rasio hanyalah merupakan suatu ciptaan saja. Kita hanya bersyukur kalau Tuhan tidak meletakkan rasio pada kucing, atau pada gajah.

Pertama, karena Allah Tritunggal adalah Allah yang benar, Allah yang terbesar, yang tidak terbatas, maka jika kita menemukan kesulitan besar di dalam mempelajari dan mengajarkan doktrin ini, hal itu adalah wajar (normal). Namun, yang sulit dimengerti bukan berarti tidak mungkin dimengerti. Kita harus tetap mempelajari, mengertinya dan mengajarkannya.

Kedua, pada waktu kita mempelajari Allah Tritunggal, maka kita bukan hanya menyelidiki konklusi dogma yang didiskusikan selama berabad-abad, melainkan kita menyelidiki Allah itu sendiri. Pada waktu kita menyelidiki doktrin Allah Tritunggal, kita juga sedang belajar dari Dia yang mengawasi serta memimpin kita. Kita bukan mempelajari tentang Dia, tetapi mempelajari Dia dan Dia sedang berada untuk mengajar saya. Allah bukan sekedar Obyek penyelidikan kita, melainkan Subyek).

Ini berbeda dengan kalau kita mempelajari seseorang tokoh, misalnya Sokrates. Sokrates sudah tidak ada lagi sejak berpuluh-puluh abad yang lalu. Maka, untuk menyelidiki tentang dirinya, kita harus mencari buku-buku mengenai Sokrates. Sokrates tidak pernah menulis buku mengenai dirinya sendiri. Tetapi dari murid-muridnya, Plato dan Kroton,dan lainnya, kita dapat belajar tentang Sokrates. Berbeda halnya dengan waktu kita sedang mempelajari Allah. Allah yang sedang kita pelajari ini, pada saat ini juga sedang mengawasi kita di sini. Itulah sebabnya hati kita harus jujur dan murni.

Ketiga, doktrin Allah Tritunggal memang sulit dipelajari karena melampaui rasio manusia (supra-rasional). Ini bukan berarti bertentangan dengan rasio (kontra rasional). Kontra rasional berarti tidak logis, berlawanan dengan jalan pikiran dan segala prinsip untuk mendatangkan konklusi yang logis. Tetapi doktrin Allah Tritunggal merupakan suatu fakta yang melampaui rasio (supra-rasional)

E. Kesulitan Mengerti Allah Tritunggal

Kebenaran doktrin Allah yang supra rasional ini menjadi sulit diterima dan dimengerti oleh rasio karena beberapa sebab:

(1).  Kebenaran ini bersifat Wahyu

Kebenaran ini adalah kebenaran yang bersifat dan berdasarkan Wahyu Allah sendiri. Ini bukan kebenaran spekulasi, bukan hasil spekulasi pikiran manusia. Terhadap yang diwahyukan atau dinyatakan Allah kita hanya bisa menerimanya dengan rasa kagum dan syukur sebagai fakta yang tidak dapat dibantah. Banyak hal yang terima sebagai anugerah dari Allah yang tidak bisa kita mengerti, juga tidak bisa kita bantah (tolak), hanya bisa kita terima.

Pada permulaan abade ke-20, ilmu dianggap sudah mencapai posisi yang tertinggi, sedangkan agama diletakkan diperingkat yang rendah sekali. Segala sesuatu yang dianggap takhyul disingkirkan dari Ilmu Agama, supaya sisanya yang sedikit bisa diterima oleh orang yang mengaku kaum intelektual. Tetapi pada pertengahan abad ke-20 muncul hal-hal yang tidak bisa dimengerti maupun dianalisa dari sudut ilmu, dan manusia harus menerima fakta ini. Adanya kuasa yang melampaui dalil atau metode ilmiah ini mendorong para ilmuwan di barat menandatangani pernyataan bahwa memang ada kuasa-kuasa yang tidak dapat dimengerti melalui ilmu (misalnya, kuasa membengkokkan besi hanya dengan memandangnya terus). Demikian juga Doktrin Allah Tritunggal. Doktrin ini juga melampaui rasio dan melampaui pengertian. Kita hanya dapat mengatakan: “Kita tidak mengerti, tetapi memang faktanya demikian.”  Ini adalah unsur wahyu dan sistem iman kepercayaan orang Ibrani.

Yunani dan Ibrani merupakan dua sumber yang merupakan pondasi pembentukan seluruh kebudayaan Barat dan seluruh pengembangannya. Dari Ibrani, dunia Barat menemukan iman, dan dari Yunani, mereka menemukan rasio; dan keduanya saling bertentangan di sepanjang abad dalam sejarah. Di dalam sumber yang pertama, yaitu sistem kepercayaaan orang Ibrani, merupakan kekaguman terhadap apa yang diberikan melalui Wahyu Allah, sehingga manusia melihat fakta yang tidak dapat mereka tolak, dan mereka hanya dapat menerima, dan pada akhirnya menyebabkan manusia memuji dan berbakti kepada-Nya. Dan sumber yang kedua, yaitu sistem berpikir (filsafat) orang Yunani, mendorong manusia menyelidiki dan menganalisa, serta mencatat penemuan-penemuan mereka secara sistematis, sehingga mengakibatkan perkembangan ilmu di dunia Barat.

Sebenarnya, keduanya bersumber dari Allah sendiri. Kalau orang Yunani menggali pengertian dari Wahyu Umum (dalam alam), maka orang Ibrani menerima Wahyu Khusus; jika keduanya digabung menjadi satu, maka kita akan mengetahui bagaimana menggunakan rasio dengan sebaik-baiknya dan sesudah itu mengetahui bagaimana memuji Allah. Ketimpangan akan terjadi jika kita memuji Allah tanpa mengerti apa-apa, tanpa menyelidiki atau mempelajari doktrin, hanya percaya. Sebaliknya juga, jika kita hanya mempelajari segala doktrin tanpa mengetahui Allah, dan tidak percaya akan Wahyu Allah. Dua pola ini merupakan pola dari banyak orang Kristen pada saat ini. Banyak orang Kristen yang belajar dan belajar terus, bahkan belajar teologi, tetapi pada akhirnya tidak percaya kepada Allah, tidak percaya akan Wahyu Allah, karena mereka menjadikan Alkitab sebagai obyek rasio mereka. Segolongan orang lainnya menolak segala pemikiran teologi, yang dianggap mematikan iman, dan hanya mementingkan memuji Tuhan, tanpa mengerti secara benar Wahyu Allah.

Kebenaran Allah Tritunggal adalah kebenaran Wahyu, itu sebab kebenaran ini bukan akibat spekulasi dan penyelidikan analisa rasio manusia. Dalam perkembangan di Yunani, segala pikiran manusia dalam filsafat dan agama, tidak pernah ditemukan istilah atau konsep Allah Tritunggal, kecuali sebagai hasil penggalian dari Alkitab saja.

(2). Kebenaran ini Kebenaran Sang Pencipta

Kebenaran ini dari dalam Diri Sang Pencipta sendiri, bukan kebenaran yang ada di dalam alam ciptaan. Menyelidiki dan menganalisa buatan manusia, misalnya sebuah termos, jauh lebih mudah daripada mengerti yang membuatnya, yaitu manusia itu sendiri. Demikian pula, ketika kita menyelidiki kebenaran-kebenaran alam semesta, kita bisa mendapatkan pengertian sistematis mengenai yang dicipta itu. Tetapi pada waktu kita datang untuk menyelidiki Sang Pencipta, hal itu jauh lebih tinggi dan jauh lebih sulit.

Doktrin Tritunggal adalah doktrin mengenai Pencipta, bukan doktrin mengenai yang dicipta. Ada perbedaan kualitatif atau perbedaan sifat dasar antara Pencipta dan yang dicipta (the qualitative difference between The Creator and creatures). Segala yang dicipta hanya menjadi bayang-bayang Yang Mencipta, dan bayang-bayang bukanlah realita; bayang-bayang itu merefleksikan yang asli. Penciptalah yang merupakan Realita di atas segala realita yang dicipta. Di dalam bayang-bayang, kita melihat apa yang terjadi di dalam dua dimensi, tetapi yang menjadi sumber bayang-bayang, realita itu sendiri, mempunyai lebih dari dua dimensi. Bayang-bayang dari benda tiga dimensi bisa menyerupai bentuk benda aslinya, tetapi bayang-bayang itu tidak bisa loncat dari dua dimensi menjadi tiga dimensi; sedangkan sumber bayang-bayang itu, realita itu sendiri, adalah tiga dimensi. Demikian pula, jika bagaimana pun yang dicipta hanya bisa sampai tiga dimensi, maka Yang Mencipta pasti lebih dari tiga dimensi. Apakah ini berarti Allah berada di dalam dunia empat dimensi? Tidak! Allah berada di dalam dimensi tidak terhingga. Jika kita mengenal Allah hanya di dalam empat dimensi, maka Allah sedemikian masih dalam wilayah alam. Einstein melihat waktu sebagai dimensi ke empat.

(3). Doktrin merupakan Doktrin tentang Yang Satu-satunya

Doktrin Tritunggal ini adalah doktrin atau kebenaran mengenai Allah yang Satu-satunya, Allah Yang Maha Esa (The Only One God). Karena Allah satu-satunya, maka Dia tidak ada bandingan-Nya, tidak ada yang menyamai-Nya. Tidak ada yang bisa mewakili Allah sepenuhnya. Kalau tidak ada yang dapat dipersamakan dengan Allah, bagaimana kita dapat mengerti Dia?  Biasanya kita mengerti sesuatu karena sesuatu itu mempunyai persamaan dengan sesuatu yang lain, sehingga melalui persamaan itu kita menemukan analoginya. Karena ada persamaan kita mempunyai jembatan analogis untuk pengertian kita, sehingga dari sesuatu yang sudah dimengerti kita loncat ke sesuatu yang belum kita mengerti, akhirnya kita mengerti semuanya. Tetapi hal ini tidak dapat diterapkan di dalam usaha mengenal Allah, karena Allah adalah Yang Satu-satunya. Di dalam kita ingin mengerti Allah, kita tidak menemukan pembanding-Nya, tidak ada persamaan-Nya, sehingga kita bisa mengerti dengan rasio sepenuhnya. Di dalam Pemahaman Iman Reformed Injili, di bagian pertama mengenai Allah, dicantumkan,“Kami percaya kepada satu-satunya Allah….” Dialah satu-satunya Allah yang benar, yaitu Allah di dalam Yesus Kristus.

Misalkan kita mencari makanan tahu dipelosok Afrika, di mana belum ada orang tahu apa itu tahu. Kemudian kita berusaha menjelaskan apa itu tahu: “Yang berwarna putih, bentuknya kotak(persegi).”  Lalu orang di sana memberi secarik kertas. Kita berusaha menjelaskan lagi, “Bukan itu. Yang agak tebal dan empuk.”  Lalu diberi sepotong karet busa berwarna putih. Ditambah penjelasan lagi, “Yang bisa dimakan.”  Orang di sana semakin bingung, makin dijelaskan makin kacau pikiran mereka. Kita kehabisan akal menjelaskan apa yang dimaksud dengan tahu, karena di sana memang tidak ada konsep mengenai tahu; sepanjang sejarah dan tradisi mereka tidak ada tahu. Sampai pada suatu ketika kalau kita berusaha membawa tahu ke sana, dan memperlihatkannya kepada mereka, barulah mereka mengerti. Pada saat itu ia akan berkata, “Ooooh, sekarang saya tahu.”  Sekarang segala penjelasan tidak diperlukan lagi. Pada saat ia berkata, “Ooooh…” itu berarti semua konsep yang tadinya sulit ia mengerti sekalipun sudah berusaha dipikirkan dengan begitu berat, sekarang telah bertemu dengan faktanya. Maka, “Ooohhh” berarti melampai rasio. Dari contoh di atas kita bisa mengerti bertapa sulitnya menjelaskan tentang tahu kepada orang-orang di pedalaman Afrika, karena di sana tidak ada tahu, tidak ada konsep tahu seperti di Indonesia. Pada saat seorang sudah mengetahui, maka berhentilah ia dari segala macam spekulasi pikirannya yang ingin menebak dan ingin mengetahui sesuatu, tetapi kini ia sudah ditaklukkan dibawah fakta.

Demikian pula, betapa sulit lagi menjelaskan Doktrin Allah Tritunggal, karena konsep ini tidak ada persamaannya di dalam segala ciptaan. Tidak ada jembatan analogis apapun yang bisa dipakai untuk melukiskan (nanti akan dibahas lagi dalam Bab berikutnya). Doktrin ini makin dijelaskan mungkin makin membingungkan, sebagaimana dikatakan oleh seorang pendeta didalam bukunya yang menyarankan agar Doktrin Allah Tritunggal ini tidak usah diajarkan kepada jemaat. Pendapat ini tidak bisa kita terima, sebab betapa pun sulitnya menjelaskan konsep Tritunggal yang tidak ada analoginya ini, kita harus tetap mengajarkannya.

Allah sendiri sudah mengatakan, “Siapakah yang sama seperti Aku? Tidak ada Allah selain daripada-Ku.”  Allah yang benar tidak ada pembanding-Nya, tidak ada persamaan-Nya, sehingga tidak ada jembatan analogis untuk mengerti-Nya. Itulah sebabnya di dalam mempelajari Doktrin Allah Tritunggal ini kita harus kembali kepada Wahyu Tuhan. Karena Allah itu Pencipta, karena Allah itu Esa, dan karena Allah itu melampaui dunia dan segala ciptaan, maka mengerti Allah yang sedemikian itu mengakibatkan kita bisa bersikap terbuka di dalam menyelidiki ilmu. Kalimat ini sangat dalam dan sangat penting bagi kaum cendekiawan. Karena Allah melampaui segala ciptaan, maka Dia tidak berada didalam ciptaan. Kalau Allah berada di dalam ciptaan, hal itu karena kehendak dan kuasa-Nya yang melampaui segala sesuatu. Allah tidak diikat di dalam ciptaan; Allah tidak terbatas di dalam keterbatasan ciptaan-Nya. Dia adalah Allah yang mutlak. Itulah sebabnya jika kita mengenal Allah yang demikian, kita akan memandang dunia ini sebagai ciptaan yang terbatas, yang tidak mutlak.

Salah satu prinsip yang paling penting didalam Teologi Reformed ialah bagaimana kita menanggapi atau memandang dunia; bagaimana kita mengerti dan menginterpretasi alam semesta ini (Jerman: weltanschauung; Inggris: world-view; yang artinya: Pandang Semesta). Orang Yunani yang tidak diberi Wahyu Khusus Allah yang melampaui alam semesta, menyelidiki alam semesta di dalam segala bidang ilmu pengetahuan berdasarkan konsep dasar bahwa dunia ini tertutup. Kalau dunia tertutup berarti dunia ini mempunyai kecukupan didalam dirinya sendiri (self-sufficient) untuk menjelaskan segala sesuatu. Sedangkan orang yang percaya kepada Doktrin Allah Tritunggal akan terbuka didalam menyelidiki alam semesta yang diciptakan oleh Tuhan. Di hadapan Allah kita harus mengakui bahwa di dalam dunia ini tidak ada seorang pun yang dapat menjelaskan segala sesuatu, kecuali terbuka kepada Yang mencipta. Dengan terbuka di hadapan Tuhan, barulah kita dapat memandang segala sesuatu dengan tepat, karena kita melihat segala sesuatu melalui mata Tuhan.

 

(Bersambung ke Bagian-2)

 

Nama Buku        :  Allah Tritunggal (Edisi Revisi)

Penulis              :  Pdt. DR. Stephen Tong

Penerbit            :  Momentum, 2013.

 

 

Sumber: https://www.facebook.com/notes/sola-scriptura/allah-tritunggal-bagian-1-artikel-pdt-dr-stephen-tong/654052071309916