BAB I: PENGENALAN AKAN ALLAH

Apakah Allah mempunyai Anak? Banyak orang tidak menerima konsep bahwa Allah mempunyai Anak. Tidak mungkin dapat dimengerti bahwa Allah mempunyai Anak. “Allah tidak memperanakkan dan Allah tidak diperanakkan”, tegas satu pandangan agama tertentu. Ajaran Allah mempunyai Anak, adalah ajaran yang tidak bisa diterima oleh rasio.

Tetapi ajaran ini bukanlah ajaran yang direkayasa atau dikarang oleh orang Kristen. Ajaran ini sudah ditegaskan sejak dari zaman Perjanjian Lama. Rahasia yang ajaib ini sudah tersembunyi di dalam Alkitab sejak zaman Perjanjian Lama. “Tahukah Saudara nama Dia yang menciptakan alam semesta ini? Tahukah Engkau akan nama Anak-Nya?”  Di dalam kitab Yesaya sudah dinyatakan bahwa,“Seorang Anak akan dilahirkan bagi kita.” (Yesaya 9). Seolah-olah ini hal yang biasa.

Jika seorang sedang menantikan anak, maka ketika anaknya lahir, ia akan bersukacita, karena pada saat anak itu lahir, ia dengan sendirinya menjadi bapa. Namun, kejadian dalam Yesaya sangat berbeda, karena di dalam Yesaya 9 ini disebutkan bahwa Anak ini memiliki nama dan status yang sangat tidak biasa. Ia disebutkan sebagai Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang kekal, dan Raja Damai. Di dalam bagian ini, istilah “Bapa” menunjuk kepada pengertian sebagai “Sumber yang Kekal” yang juga dimiliki oleh Kristus, tidak seperti pandangan Saksi Yehovah yang menganggap bahwa ini adalah Bapa yang di sorga. Kata “Allah yang Perkasa” dapat juga diterjemahkan sebagai “Yang Perkasa”, sehingga kembali orang-orang Saksi Yehovah menuntut bahwa Yesus bukanlah Allah.

Konsep yang benar adalah bahwa memang kalimat ini harus dinyatakan sebagai “Allah yang Perkasa”, sehingga Yesus memang adalah Allah, namun Ia tidak menuntut hak kesetaraan dengan Allah, sebaliknya dengan rela memberikan diri untuk diutus dan dibatasi, sehingga Ia disebut sebagai “Yang Perkasa”. Selama di dunia ini Ia adalah manusia biasa, tetapi juga sekaligus memiliki kuasa yang luar biasa, yaitu kuasa Allah sendiri. Dan Ia juga disebut sebagai Raja Damai. Bayi manakah atau anak siapakah yang boleh disebut dengan nama-nama sedemikian? Inilah Tritunggal yang tersembunyi di dalam Perjanjian Lama.

Yesus berkata, “Bapa (Ia) yang mengutus Aku” dan “Roh Tuhan ada pada-Ku, sebab Ia telah mengurapi Aku.” (Lukas 4:18), yang merupakan kutipan Tuhan Yesus atas kitab Yesaya (Yesaya 61:1-2), yang kemudian dikonfirmasikan-Nya untuk diterapkan pada diri-Nya sendiri (ayat 21), sehingga dengan demikian menyatakan bahwa Perjanjian Lama sudah menyembunyikan doktrin Allah Tritunggal ini.

Masih ingatkah Saudara di dalam beberapa peristiwa Perjanjian Lama, ada Malaikat dengan huruf “M” (besar) yang menyebut diri sebagai Yehovah dan menerima sembah sujud orang-orang. Malaikat ini dikirim oleh Allah dari atas. Maka Yehovah yang diutus oleh Allah ke dalam orang-orang seperti Abraham, sehingga boleh terjadi dialog antara Abraham dengan Yehovah itu (Kejadian 18). Bahkan di dalam Kejadian 19 dicatat bahwa Yehovah (Tuhan) telah menurunkan api dan belerang dari Yehovah (TUHAN) yang di atas (ayat 24). Di sini kita melihat Dua Oknum yang berbeda di dalam peristiwa ini. Maka dengan begitu jelas kita melihat tersembunyinya doktrin Tritunggal di dalam Perjanjian Lama.

Bukan saja demikian, bahkan dalam Kejadian1, ketika Allah menyebut diri-Nya dengan kalimat: “Mari kita menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Kita,”  Mengapa Allah tidak memakai kata “Aku” atau “Saya” (dalam bentuk tunggal), tetapi memakai “Kita”? Memang ada pandangan dalam agama-agama Timur bahwa tidak boleh menyebut nama Allah di dalam bentuk tunggal, tetapi memakai bentuk jamak untuk memberikan gambaran keagungan (pluras mayestatis). Memang ini suatu bentuk sastra khusus. Tetapi Saudara perlu ingat bahwa hal sedemikian bukanlah kebiasaan manusia menyebutkan dewa-dewa mereka, tetapi justru di sini Allah menyebut atau menjuluki diri-Nya sendiri. Allah memperkenalkan diri bukan dengan bentuk tunggal tetapi jamak. Lebih lagi, Perjanjian Lama ditulis dengan bahasa Ibrani, yang mempunyai kerumitan tertentu dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain. Bahasa Ibrani tidak saja mengenal bentuk tunggal atau jamak, tetapi juga bentuk ganda, tetapi memakai bentuk jamak.

Lalu, mengapa bentuk jamak itu dilihat tiga, bukan empat atau lima atau lainnya? Hal ini tergantung dan tersirat di dalam seluruh Kitab Suci, dengan melihat kata: “Suci, suci dan suci”  Tidak ditambah “sudi” satu lagi. Juga Bapa, Anak dan Roh, tidak ada tambahan lainnya. Hal ini akan secara lebih detail dibahas dalam Bab berikutnya.

B. Problema Analogi Tritunggal

Allah berkata : ” Allah (bentuk jamak) itu Esa (tunggal).” (Ul 6:4). Di sini kita kembali melihat bentuk Tritunggal. Bagaimana kita bisa mengerti hal seperti ini? Tiga tetapi satu, satu tapi tiga. Jika dipaksa, kita bisa gila untuk mengertinya. Memang tidak ada analogi, tidak ada rasionalisasi untuk menjelaskan hal itu. Saya pernah diserang dengan pertanyaan yang sangat menyakitkan : “Engkau adalah orang yang bodoh sekali, 1+1+1=3, bukan 1 seperti yang kau ajarkan.” Saya jawab : “Saya memang tahu bahwa 1+1+1=3, itu saya pelajari di kelas 2 SD, tetapi pada kelas 3 SD saya belajar juga 1x1x1=1.” Mengapa kita harus selalu mengerti konsep Tritunggal dengan 1+1+1? Tidak bolehkah kita mengertinya juga dengan 1x1x1 ? Matematika memang kebenaran yang sangat pasti, sehingga ia disebut sebagai ilmu pasti. Tetapi kita tidak mungkin boleh mengurung Allah dengan rasio 1+1+1. Adajuga orang melihatnya sebagai ~ + ~ + ~ = ~ ( tak terhingga + tak terhingga + tak terhingga = tak terhingga). Namun ini pun akan menghadapi kesulitan, yaitu yang tak terhingga tidak perlu ditambah dengan apapun yang lain. memang ini bisa dipakai untuk menjelaskan tentang Tritunggal, tetapi tetap akan mengalami kesulitan. Tidak mungkin kita mengertinya dengan pendekatan rasional atau analogi tertentu.

 1. Air, Uap dan Es

Ada orang yang berusaha menjelaskan Tritunggal dengan menggunakan ilustrasi air. Jika air didinginkan ia menjadi es, kalau dipanaskan menjadi uap. Air, Es, Uap bukankah kehendak berbeda, tetapi ketiganya mempunyai kode kimia yang sama yaitu H2O. Itulah Tritunggal. Benarkah demikian? Apakah analogi seperti ini dapat dipakai? Analogi ini tidak tepat, karena hanya memaparkan sebagian saja dari pengertianTritunggal, yaitu hanya menunjukkan kesamaan esensinya saja, yaitu ketiga zat tersebut sama-sama memiliki esensi H2O. Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, Roh Kudus adalah Allah. KetigaNya memiliki esensi yang sama, yaitu Allah yang Esa. Tetapi dalam perumpamaan ini, air bisa menjadi  es, es bisa menjadi uap, sedangkan Bapa tidak bisa menjadi Anak, dan Anak tidak bisa menjadi  Roh Kudus, dan Roh Kudus tidak bisa menjadi Bapa. Bapa adalah Bapa, Anak adalah Anak, Roh Kudus adalah Roh Kudus, tidak bisa ditukar-tukar. Maka teori air, es dan uap belum cukup untuk menjadi analogi Allah Tritunggal.

 2. Bentuk, Bau dan Warna Bunga

Lalu ada orang mencari jalan lain. Mereka memakai analogi “bunga“. Paling tidak ada 3 elemen dasar pembentuk bunga, yaitu pertama, warna bunga; kedua, bau bunga; dan ketiga, bentuk bunga itu. Maka bentuk, warna dan bau merupakan sub-esensi dari esensi aslinya. Menurut filsafat John Locke dari Inggris, setiap materi mempunyai dua sifat. Natur yang pertamanya adalah elemen natur itu sendiri, dan yang kedua adalah bentuk, bau, warna dan yang lainnya. Maka keberadaan bunga ditentukan pertama-tama oleh elemen dasar natur bunga itu sendiri, lalu keberadaan bunga itu juga ditandai dengan ada bentuknya, warnanya, dan baunya. Maka ini dipakai sebagai esensi Allah Tritunggal, karena bentuk bunga adalah bunga, warna bunga adalah bunga, bau bunga adalah bunga, sehingga, Allah Bapa adalah Allah, Allah Anak adalah Allah, dan Allah Roh Kudus adalah Allah. Apakah ini benar? Itupun tidak benar. Bentuk bunga bukanlah bunga, bau bunga bukanlah bunga, warna bunga bukanlah bunga. Bulat bukan bunga, harum bukan bunga, dan merah bukan bunga. Maka perumpamaan ini juga tidak dapat dipakai.

 3. Matahari, Sinarnya dan Panasnya

Perumpamaan ketiga yang sering dipakai untuk menggambarkan Allah Tritunggal adalah Matahari. Matahari berada jauh dari bumi, berjarak lebih dari 156 juta km. Sinar matahari membutuhkan 8 menit 13 detik untuk tiba di dunia. Dirinya matahari tidak bisa kita lihat, tetapi sinarnya dapat kita lihat; kehangatannya tidak bisa kita lihat tetapi bisa kita rasakan. Maka ini seperti Allah Bapa yang berada “disana”, sehingga kita tidak bisa lihat, sedangkan Allah Anak dapat kita lihat, lalu Allah Roh Kudus tidak bisa kita lihat, tetapi bisa kita rasakan pekerjaanNya. Maka banyak orang yang menganggap bahwa inilah cara yang terbaik untuk menjelaskan tentang Allah Tritunggal. Namun, saya tetap mengatakan bahwa ilustrasi inipun tidak dapat mencakup analogi Allah Tritunggal, karena sinar matahari bukanlah matahari, kehangatan matahari atau energi matahari bukanlah matahari. Tetapi memang di dalam analogi matahari ini sepertinya ada signifikansi tersendiri (band. Ibr 1:3 , yaitu Anak merupakan elemen Allah yang kelihatan dari Allah Bapa yang tidak kelihatan). Yesus Kristus merupakan cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah, juga dibandingkan Yoh. 1:18

 4. Tubuh, Jiwa dan Roh Manusia

Jika perumpamaan yang manapun menjadi tidak cocok, lalu adakah kita melihat perumpamaan yang tepat? Maka muncul analogi yang keempat, yaitu mengatakan bahwa manusia terdiri dari tubuh, jiwa dan roh. Karena manusia adalah peta dan teladan Allah, maka benarlah jika kita mengerti Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus dengan perumpamaan ini. Mereka beranggapan bahwa Bapa, Anak dan Roh adalah tiga di dalam satu Allah, demikian juga tubuh, jiwa dan roh dari StephenTong adalah Stephen Tong. Ini pun analogi yang salah. Sulit untuk bisa memisahkan tubuh, jiwa dan roh. Tetapi jika kita memaksakan untuk memisahkannya juga, maka roh manusia bukanlah manusia, tubuh manusia bukanlah manusia itu sendiri. Jika kita menunjuk dada kita lalu mengatakan : “Inilah aku,” maka itu bukanlah “aku” tetapi tubuhku. Jadi dimanakah “aku”  Maka tanganku, kepalaku, badanku, bukanlah aku. Maka perumpamaan inipun tidak cocok.

5. Bapa, Sopir, dan Direktur

Maka timbullah pemikiran analogi Tritunggal yang sudah banyak diterima di seluruh Indonesia, yaitu : Waktu saya di rumah, saya adalah bapa; pada saat saya mengendarai mobil, saya adalah sopir; pada waktu saya di kantor, saya adalah direktur. Direktur, sopir, bapa menggambarkan Tritunggal. Maka tunggal itu menunjuk satu orang, tetapi satu orang yang tunggal ini bisa menunjukkan peranan sebagai bapa, sebagai sopir dan sebagai direktur. Maka Allah yang Esa, waktu di sorga sebagai Bapa ,datang ke dunia sebagai Anak, lalu naik ke sorga dan turun lagi di dalam diri umatNya sebagai Roh Kudus. Inilah Tritunggal. Analogi inipun sama sekali salah. Allah Bapa tidak pernah menjadi Allah Anak, Allah Anak tidak menjadi Allah Roh Kudus, dan Allah Roh Kudus bukanlah Allah Bapa.

Konsep teologi dan iman yang tidak beres seperti di atas perlu dikoreksi di seluruh Indonesia. Berapa banyak orang yang telah dengan berani mengajar tanpa belajar dengan baik, karena terlalu mudahnya kesempatan untuk bisa mengajarkan sesuatu. banyak sekali pendeta dan pengajar instant karena mudahnya ditahbiskan dan diberi hak untuk mengajar.

Suatu kali, ketika saya membicarakan hal-hal yang penting di suatu tempat, ada orang-orang yang tersinggung lalu memanggil pendeta mereka untuk melawan saya. Saya tidak tahu bahwa saya sudah menyinggung mereka. Ia menjelaskan bahwa sebelumnya ia seorang hakim, yang kemudian meninggalkan profesinya untuk menjadi pendeta. Ia pikir saya akan terlalu hormat pada dia. Saya tidak akan sembarang berkhotbah kalauTuhan tidak mengutus saya dan saya tidak baik-baik belajar untuk hal itu. Saya bertanya kepada dia berapa lama ia belajar di Universitas untuk menjadi seorang hakim. Ia lalu sadar apa yang mau saya tanyakan. Saya tanyakan berapa lama ia sudah belajar firman Tuhan sebelum ia mengajar orang lain tentang kebenaran firman Tuhan. Banyak orang yang tidak berani mengajar teori-teori Einstein kalau mereka tidak belajar baik-baik; banyak orang tidak berani menjadi dosen kalau mereka tidak belajar baik-baik, tetapi begitu banyak orang di dalam Kekristenan yang tidak belajar namun berani mengajar. Kemanakah Kekristenan dan Gereja akan menuju? Kalau pemuda-pemudi tidak dididik dengan doktrin yang benar, Kekristenan mau kemana? Marilah kita bersehati untuk menggarap masa ini, menggarap dunia ini. Terlalu mudah bagi saya untuk melayani orang-orang kaya, lalu mendapatkan amplop dari mereka, tetapi itu bukan beban saya. Zaman kita sudah sampai pada suatu saat dimana kita tidak dapat bersantai lagi. Anak muda kita perlu dididik dengan doktrin yang benar. Saya mengajak Saudara untuk bekerja sama menjalankan kehendak Tuhan.

Jika semua analogi yang dipaparkan di atas tidak benar, maka mungkin kita dapat melihatnya dalam pemikiran-pemikiran seperti ini.

 C. Relasi sebagai Ganti Analogi

Orang Kristen hanya memiliki Satu Kitab Suci, yaitu Alkitab yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Tetapi jika orang Kristen hanya memiliki satu Kitab, bagaimana semua orang Kristen membacanya, bukankah harus antri? Tidak perlu, kita bisa masing-masing membeli satu kitab. Apakah itu berarti orang Kristen mempunyai banyak kitab? Jawabannya : tidak. Orang Kristen tetap hanya mempunyai satu kitab. Memang kitab saya bukan kitab kamu, dan kitab kamu bukan kitab dia. Tetapi kita semua mempunyai hanya satu Kitab. Di sini saya memberikan suatu gambaran yang lebih tepat dari perumpamaan-perumpamaan yang sebelumnya. Tetapi ini bukan analogi, hanya merupakan relasi. Antara volume dan esensi. Tetapi tetap gambaran ini mempunyai kelemahan, yaitu mengapa harus berhenti pada tiga mungkin bisa empat atau lima, tetapi Allah Tritunggal hanya berhenti sampai tiga, tidak bisa dikurangi atau ditambah.

 

(Bersambung ke Bagian 3)

 

Nama Buku        :  Allah Tritunggal (Edisi Revisi)

Penulis              :  Pdt. DR. Stephen Tong

Penerbit            :  Momentum, 2013.

 

Sumber: https://www.facebook.com/notes/sola-scriptura/allah-tritunggal-bagian-2-artikel-pdt-dr-stephen-tong/654081081307015

 

Related Post :

  1. Allah Tritunggal (Bagian I)