Kedewasaan Rohani Dan Dilukai

Di dalam mutual relationship (relasi intensif antarpribadi), kadang-kadang orang secara sadar dan berencana tetapi kadang-kadang  juga secara tidak sadar menghina dan melukai hati kita. Jika hal itu terjadi , biarlah keadaan itu menjadi sarana pengujian sampai di mana pertumbuhan kedewasaan rohani kita. Apakah dalam menghadapi hal seperti itu kita telah menyatakan  kedewasaan rohani dengan berinisiatif aktif berbuat baik, ataukah kita masih bersifat kekanak-kanakan dengan  melakukan pembalasan yang lebih jahat lagi? Jika kerohanian kita telah bertumbuh semakin dewasa, maka itu akan dinyatakan dengan seberapa aktifnya kita memperlakukan orang lain dengan segala kebaikan yang Tuhan berikan kepada kita.

Tuhan Allah adalah Tuhan yang suci, adil, kasih, baik, dan setia. Semua sifat Ilahi ini perlu kita terapkan juga dalam setiap  kelakuan dan tindakan kita. Itulah etika orang percaya. Etika orang Kristen didasarkan pada sifat Allah yang dinyatakan dalam Alkitab. Apabila sifat ilahi yang diwahyukan dalam Kitab Suci tidak menjadi dasar, pedoman, fondasi, dan prinsip untuk mempengaruhi kelakuan kita, maka tidak ada etika yang benar di dalam dunia ini. Semua buku etika diseluruh dunia yang tidak menerima sifat ilahi sebagai dasar etika adalah suatu kebohongan besar. Sekalipun kita mengaku bahwa ketika seorang penulis yang atheis, ketika mencoba membangun etika berdasarkan apa yang ditemukannya dalam alam, itupun merupakan cermin dari sifat ilahi yang dibukakan melalui wahyu umum dan diberikan sebagai anugerah umum kepada setiap manusia. Semua itu tidak mungkin bisa dilepaskan dari etika atau sifat Allah sendiri.  Namun disini kita harus menegaskan bahwa etika yang sejati harus kembali kepada Alkitab, karena tanpa kembali kepada Alkitab kita tidak akan mendapatkan kepenuhan dari etika dan dasar perilaku manusia yang benar. Kita perlu belajar bagaimana Tuhan mau mengajar kita, sehingga kita bisa hidup dengan benar dihadapan Tuhan.

Yesus Kristus mengajarkan kepada kita bahwa kita jangan hanya mengasihi orang yang baik kepada kita. Jika kamu hanya mengasihi orang yang baik kepadamu , apa bedanya kamu dengan orang kafir? Kasihilah musuhmu, karena Bapamu di sorga seperti itu adanya. Kamu harus sempurna seperti Bapamu di sorga, yaitu menerapkan sifat ilahi dalam hidupmu  dengan inisiatif untuk mengasihi mereka yang melukai dan membenci kamu. Memang tindakan dan etika seperti ini tidak mudah, tapi itulah Kekristenan. Memang tidak mudah untuk menjadi orang Kristen yang baik, menjadi hamba Tuhan yang baik. Pendeta bukan hanya orang yang pandai berkhotbah, tetapi orang yang mau belajar sifat-sifat  yang diajarkan oleh Tuhan. Terkadang kita merasa kita sudah tahu banyak, sudah mengerti Alkitab, dan sudah pandai berkhotbah atau bersaksi, lalu kita merasa bahwa kita adalah orang Kristen yang baik. Tetapi kemudian, di dalam suatu peristiwa yang kecil, ternyata kita sama sekali belum lulus, karena kita tidak tahan uji. Mungkin baru sedikit dilukai kita sudah berteriak-teriak; tetapi ketika kita  melukai orang lain, kita tidak merasa. Ketika kita tidak merasa melukai orang, dengan ringan kita bisa berkata bahwa kita tidak berencana melukai hatinya, bahwa kita tidak sengaja dan tidak berinisiatif untuk melukai. Dan kita anggap itu bukan hal yang serius. Tetapi mari kita pikirkan dan perhatikan bagaimana perasaan dan hidup orang yang telah kita lukai. Sering kali kita tidak peduli dengan apa yang orang lain alami setelah kita dilukai. Memang kita tidak sengaja melukai, tetapi apakah itu berarti kita boleh tidak peduli? Ada banyak orang yang melukai orang lain sampai orang itu mengalami celaka yang fatal. Maka yang melukai hatinya harus tetap bertanggung jawab.

Beberapa tahun yang lalu di Taiwan, ada pasien yang meninggal karena salah memberi obat. Orang yang memberi obat menyatakan bahwa dia tidak sengaja melakukan itu. Dia mengira bahwa itu adalah obat yang benar. Dalam hal ini dia tidak bisa mengatakan: “saya tidak sengaja, maka itu bukan urusan saya.” “Tidak bisa!! Dia tetap dituntut karena keteledorannya. Dia secara ceroboh atau kurang pengetahuan yang baik telah mengakibatkan kesalahan dalam memberikan obat. Tetapi ada kewajiban bagi orang yang tidak sengaja. Ingat! Itu sebabnya Daud berkata,”Ampunilah dosaku yang tidak kusadari, atau yang belum dinyatakan.” Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari. Kita selalu mengaku dosa kalau kita sadar, mengaku yang kita tahu itu dosa. Tetapi bagaimana dengan dosa-dosa yang kita tidak tahu bahwa itu adalah dosa? Apakah jika engkau tidak tahu, maka dosa itu menjadi tidak ada? Karena itu Tuhan memperbolehkan Daud menulis kalimat demikian.

Kita perlu belajar Firman Tuhan dengan teliti dan akurat, demikian pula kita perlu kritis dan akurat ketika mendengarkan khotbah firman, tidak sembarangan merasa sudah tahu. Hal-hal yang belum kita ketahui sering kali lebih banyak daripada hal-hal yang telah kita ketahui. Karena itu, dengarkanlah khotbah dengan teliti, jangan selalu merasa saya sudah tahu. Orang yang miskin rohani selalu menghitung apa yang sudah diketahuinya; orang yang kaya rohaninya selalu mau menghitung-hitung apa yang telah diketahuinya dan mau menghitung pun tak bisa, sehingga dia terus menanti pencerahan baru dari Tuhan untuk bisa maju. Kalau kita terus menghitung apa yang sudah kita miliki, kita bodoh. Tetapi ketika kita terus menanti-nantikan apa yang kita miliki, itulah kerendahan hati yang sungguh-sungguh,

Rendah hati bukanlah sikap dimana orang kelihatan baik dan hina. Rendah hati berarti terus terbuka untuk menerima semua teguran, pengajaran, dan visi yang Tuhan berikan kepada kita, dimana kita begitu rela untuk mengosongkan diri, dikoreksi, dan menerima ajaran firman yang benar. Itulah rendah hati. Rendah hati adalah tuntutan yang tidak ada habisnya terhadap diri untuk mau mengerti kelimpahan kebenaran Tuhan yang tidak terhingga.

Daud berdoa, mohon agar Tuhan mengampuni segala dosa yang tidak nyata, atau yang belum disadari. Itu berarti, ketika kita berbuat salah kepada salah kepada orang lain, meskipun kita tidak sadar, tidak sengaja, atau tidak berencana, perbuatan kita sudah melukai orang lain, kita tetap harus bertanggung jawab dan memohon pengampunan untuk dosa itu.

Beberapa tahun yang lalu, ada seorang yang baru lulus dengan juara dua di sebuah universitas yang bergengsi di Taiwan. Dia adalah anak tunggal yang dibesarkan orangtuanya dengan susah payah, masih muda, tampan, dan pintar. Pada suatu hari ketika dia naik mobil, datanglah sebuah mobil yang melaju begitu cepat, dan menabraknya sampai mati. Ternyata orang yang menabraknya adalah orang yang mabuk. Orang mabuk yang mengendarai kendaraan bukan saja membahayakan dirinya sendiri, tetapi juga membahayakan orang lain. Ibu dari anak muda yang meninggal itu menangis begitu sedih,”Harapanku seumur hidup dalam beberapa detik saja sudah melayang, apa artinya lagi hidup ini buatku? Kembalikan anakku, kembalikan anakku! Sejak kecil aku menggendongnya, dan dengan susah payah aku membesarkan dia…” Tetapi siapakah yang bisa mengembalikan anaknya? Bolehkah pengendara mabuk itu berkata,”Saya tidak sadar, saya tidak merencanakan, saya tidak sengaja, maka saya tidak berdosa”? Tidak Bisa!

Mari  kita belajar dalam hal melukai dan dilukai. Ketika kita dilukai. Kita merasa sedih, tetapi yang melukai mungkin tertawa-tawa. Pada saat kita dilukai, kita merasa dirugikan, tetapi yang melukai mungkin merasa senang, merasa bahwa hal itu hak kebebasannya. Itu adalah hak kebebasan yang secara tidak sadar telah dipakai manusia secara sewenang-wenang setelah kejatuhan Adam. Semua pemakaian kebebasan dilakukan secara tidak sadar dengan suatu keadaan egosentris yang tidak diuji dan dikritisi sendiri terlebih dahulu. Karena itulah kita perlu pencerahan dari Tuhan.

“Tuhan, tiliklah aku dan tuntunlah aku menuju jalan yang kekal,” demikian doa dari Daud dalam Mazmur 139. Allah adalah Allah yang maha tahu dan sangat mengerti semua yang kita pikirkan dan lakukan. Bahkan ketika kita tidurpun Allah melihat kita. Di mana kita bersembunyi, di situ pun Tuhan ada dan melihat. Ayat terakhir dari Mazmur ini mengatakan,”Tiliklah aku apakah ada niat jahat dalam hatiku yang aku tidak tahu,” Kalau Tuhan sudah tahu, untuk apa berdoa lagi minta Tuhan menilik hati kita lagi? Tuhan memang tahu, bahkan tahu sejak dulu, kitalah yang tidak tahu. Tuhan mengetahui semuanya, kamu yang  tidak sadar. Apa gunanya Tuhan tahu saya sakit, tetapi saya tidak sadar saya sakit? Orang yang tidak tahu dirinya sakit bagaimana mau datang ke dokter untuk disembuhkan? Orang yang tidak merasa dirinya sakit tidak akan datang kepada Tuhan karena ia merasa hal itu tidak perlu. Biarlah kita memiliki kepekaan akan hal-hal seperti ini.

Alkitab mengandung banyak hal yang belum selesai dikhotbahkan ke seluruh dunia. Saya berkali-kali bicara kepada para calon hamba Tuhan agar jangan beranggapan ketika mereka lulus dari sekolah theologia, lalu menjadi hamba Tuhan dengan angka yang cukup baik, maka mereka sudah hebat. Kita perlu terus belajar, terus berkhotbah, terus membaca Kita Suci. Sampai berpuluh ribu kali khotbah pun masih begitu banyak bahan yang belum kita ketahui. Setiap hari, ketika saya merenungkan Firman Tuhan, saya selalu mendapat sesuatu yang baru. Saya baru tahu bahwa masih ada hal-hal yang dahulu belum saya sadari atau ketahui. Kalau saya sendiri merasa sudah tahu, maka saya merasa tidak perlu untuk berfikir dan belajar Firman Tuhan terus menerus. Kita perlu diajar oleh Tuhan sebelum kita mengajar orang lain. Dicerahkan oleh Tuhan sebelum kita meminta Tuhan untuk mencerahkan orang lain. Disini kita menjadi orang yang terus maju di dalam kebenaran.

Berapa banyak orang yang jatuh dan rugi karena kelakukan yang tidak kita sengaja? Kita tidak mungkin bisa menghitungnya karena kita tidak menyadarinya. Kalau kita tidak menyadari kejadian itu. Kita tidak bisa menghitung, dan akibatnya, kita juga tidak bisa mengakui dosa-dosa itu. Oleh karena itu, kita hanya mengakui dosa-dosa yang kita sadari saja. Lalu, bagaimana dengan dosa-dosa yang kita tidak sadari ini? Maka Daud berdoa untuk mohon pengampunan bagi dosa-dosa yang tidak dia sadari ini. Tuhan tahu kelemahan kita dan keterbatasan pengetahuan kita. Tuhan murah hati, dan ketika kita memohon pengampunan-Nya dengan tulus, Dia akan mengampuni kita.

 

 

Diambil dan disalin kembali dari buku  Pdt. Dr. Stephen Tong , DLCE:  Pengudusan Emosi (Hal 281 s.d 288)

 

Artikel Terkait :

  1. Kerohanian Dan Luka Hati (Part 1)
  2. Kasih Yang Sempurna (Bagian II)
  3. Kasih Yang Sempurna (Bagian I)
  4. Ketakutan Yang Benar (Bagian III)
  5. Ketakutan Yang Benar (Bagian II)
  6. Ketakutan Yang Benar (Bagian I)