BAB IV  : ROH KUDUS OKNUM KETIGA ALLAH TRITUNGGAL

Pada waktu Yesus baru memulai pekerjaan-Nya sebagai Mesias, Dia mengutip dari Kitab Yesaya, sebagai berikut:

“Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku  untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”   (Lukas 4:18-19)

Di dalam ayat ini kita melihat dengan jelas ketika Pribadi: Allah Bapa mengurapi Yesus Kristus dengan pengurapan Roh Kudus, dan mengutus Dia masuk ke dalam dunia. Hal yang sama terlihat di dalam Kisah Para Rasul 10:38

“…yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia.”

Di sini sekali lagi muncul tiga Pribadi: Allah Bapa mengurapi Allah Anak dengan Allah Roh Kudus. Yang mengurapi adalah Bapa, yang diurapi adalah Kristus, dengan urapan Roh Kudus.

Pada waktu Yesus Kristus berada di dalam dunia, Dia pernah mengajarkan mengenai Roh Kudus kepada murid-murid-Nya. Didalam pengajaran-Nya itu sangat jelas Dia memberitahukan beberapa sifat Roh Kudus yang hanya dimiliki oleh Allah. Yesus pernah mengajarkan murid-murid-Nya dengan berkata:

“Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni.” (Lukas 12:10)

Apa artinya ayat di atas itu? Ada dua kemungkinan interpretasi yang salah terhadap ayat ini, yaitu:

  1. Tafsiran yang salah menganggap Roh Kudus lebih besar daripada Pribadi yang lain (Yesus Kristus, Anak Allah), sehingga kalau berdosa terhadap Anak masih bisa diampuni, sedangkan berdosa terhadap Roh Kudus tidak bisa diampuni lagi, sebab tingkat-Nya lebih tinggi.
  2. Roh Kudus mempunyai sifat yang lebih keras, sehingga tidak mau mengampuni kesalahan orang; sedangkan Pribadi yang lain (Anak Allah) lebih bersifat rahmani, murah hati, dan suka mengampuni.

Walaupun kedua interpretasi di atas salah, namun paling tidak kita mengetahui bahwa Roh Kudus mempunyai hak, kedudukan sebagai Allah yang tidak bisa lebih rendah dari Pribadi yang lain (Anak Allah). Siapakah Roh Kudus itu?

Di dalam Wahyu yang bersifat memaju (Progressive Revelation) dan di dalam mengajarkan tentang Roh Kudus yang akan datang, Kristus sudah memberitahukan beberapa sifat Roh Kudus yang penting:

Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.”  (Yohanes 14:16)

Ada Alkitab bahasa Indonesia yang tidak mencantumkan “selama-lamanya” di dalam ayat ini. Kata ini memang tidak ada didalam Alkitab bahasa aslinya. Namun, tense yang dipakai (aorist tense) di sini menunjukkan arti selama-lamanya. Jadi sifat kekal dari Roh Kudus dinyatakan oleh Tuhan Yesus di sini. Adakah, pernahkah, seorang nabi atau seorang rasul yang hidup di dunia ini menyertai murid-muridnya atau para pengikutnya sampai selama-lamanya? Tidak ada. Jika demikian, Siapakah Dia yang dijanjikan oleh Kristus kepada murid-murid-Nya ini? Di dalam ayat selanjutnya (ayat 17) dijawab:

“…yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.”  (Yohanes 14:17)

Justru inilah yang membuat jaminan hidup kekal menjadi mungkin, karena Roh itu adalah Roh Pemberi Hidup, dan Roh itu akan bersama-sama dengan kita untuk selama-lamanya. Itulah sifat kekekalan yang dimiliki oleh Roh Kudus, sifat Allah, sifat yang tidak lebih kecil daripada Anak. Sifat ilahi dari Roh Kudus juga diberitahukan di dalam Yohanes 3:34:

“Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas.”  (Yohanes 3:34)

Tidak terbatas adalah ousia atau sifat asasi dari Allah. Siapakah yang tidak terbatas, kecuali Allah sendiri? Di sini dikatakan bahwa Roh Kudus tidak terbatas, berarti Roh Kudus mempunyai sifat yang hanya ada pada Allah.

Sifat-sifat ilahi Roh Kudus muncul di dalam banyak ayat lainnya. Hal ini disangkal oleh aliran-aliran yang disebut Saksi Yehovah, Unitarianisme, Monarchianisme, Modalistic Monarchianisme atau yang disebut juga Sabelianisme, serta Liberalisme. Kita hanya akan membahas sedikit mengenai Sabelianisme di sini, sebab secara tidak disadari ajaran ini sekarang sedang menjalar di Indonesia.

Sabelianisme mengajarkan bahwa Allah kita itu Esa, tetapi mereka tidak percaya adanya tiga Pribadi. Mereka berusaha menjelaskan segala indikasi yang menunjukkan Allah Tritunggal di dalam Alkitab hanya sebagai semacam persona (Pribadi) yang diartikan sebagai topeng. (Sangat disesalkan, bahwa istilah persone dalam bahasa Latin, yang kemudian diterjemahkan menjadi person di dalam bahasa Inggris dan menjadi pribadi dalam bahasa Indonesia, mula-mula mempunyai pengertian topeng, yaitu topeng yang dipakai di dalam sandiwara). Maksudnya, seorang pelaku sandiwara dapat berperan  sebagai dua atau lebih tokoh dengan menggunakan topeng. Misalnya, dalam babak pertama dia berperan sebagai orangtua dengan memakai topeng orang tua, kemudian dalam babak yang lain dia berperan sebagai anaknya sendiri dengan memakai topeng seorang anak. Dengan demikian seorang pelaku dapat muncul beberapa kali dengan topeng yang berbeda-beda. Tentu saja para penontonnya tidak tahu; mereka tertipu oleh topeng-topeng itu. Istilah persone inilah yang diambil oleh segolongan orang dan mengartikannya sebagai topeng-topeng untuk memainkan peranan yang berbeda-beda. Maka, golongan Sabelianisme merasa mudah untuk mengartikan AllahTritunggal, yaitu sebagai Allah Yang Esa yang mempunyai tiga peranan. Dalam zaman Perjanjian Lama, Allah berperan sebagai pelaku pertama dengan memakai topeng Bapa, kemudian dalam zaman Perjanjian Baru, Allah yang sama muncul dengan memakai topeng Anak berperan sebagai Allah Anak; dan setelah Yesus naik ke sorga, Dia datang kembali dengan memakai topeng ketiga sebagai Roh Kudus. Bandingkan dengan, misalnya: Pada waktu saya di mimbar, saya berperan sebagai pengkhotbah; di rumah saya sebagai seorang ayah atau kepala keluarga; pada waktu saya mengajar di sekolah saya sebagai guru atau dosen.

Itu bukan konsep Tritunggal, melainkan tunggal yang tri-topeng, tri-peranan atau tri-pelaku, dan tri-fungsi. Seorang pelaku yang memerankan tiga tokoh dengan tiga topeng; kelihatannya seperti ada tiga pelaku, padahal cuma seorang pelaku dengan tiga peranan. Demikianlah Sabelianisme (dari seorang yang bernama Sabelius yang hidup pada abad kedua) atau Modalistic Monarchianisme menjelaskan mengenai Tritunggal. Ajaran ini termasuk bidat, bukan ajaran Tritunggal yang sesuai dengan Alkitab.

Di dalam Tritunggal, Pribadi Pertama bukan Pribadi Kedua, dan Pribadi Kedua bukan Pribadi Ketiga. Berlainan Pribadi bukan berarti lain Allah, melainkan tetap satu Allah. Satu Allah mempunyai Tiga Pribadi, dan Tiga Pribadi berada di dalam Satu esensi Allah. Inilah Tritunggal.

Jikalau kita menerima ajaran Sabelianisme, maka kita menerima bahwa ketika Allah mengutus Anak-Nya di dunia, berarti Allah mengutus dan diutus diri-Nya sendiri, karena pribadi yang bertopeng pertama itu mengutus dirinya sendiri yang bertopeng kedua. Jadi, yang mengutus adalah yang diutus. Kalau demikian, kita tidak bisa menghindarkan diri dari kesalahan teologis yang lain yang disebut Patripachianisme, yaitu kesengsaraan Bapa sendiri. Maksudnya, pada waktu Yesus Kristus disalibkan berarti Allah Bapa yang dipaku, sebab Bapa sedang memakai topeng Anak datang ke dunia dan disalibkan. Dia sendiri yang mengalami penderitaan dan sampai mati. Kalau Pribadi Pertama yang memakai topeng Pribadi kedua itu mati, berarti Allah itu mati; dan pada waktu Allah mati, siapakah yang menopang alam semesta ini? Teologi tidak semudah apa yang mungkin kita pikirkan. Bukankah banyak orang yang tidak menyukai teologi; mereka lebih menyukai khotbah-khotbah yang berisi banyak cerita, pengalaman, kesaksian, yang enak dan mudah didengar, yang lucu-lucu, serta yang ajaib. Tetapi, sadarkah kita bahwa orang-orang bidat yang menamakan diri Saksi-Saksi Yehovah telah mendapatkan 70% anggotanya dari Protestan dan Katolik, Mormon 80%.

Celakalah kalau gereja-gereja dan para pemimpinnya tidak mengajarkan doktrin-doktrin yang benar dan penting kepada anggota-anggotanya. Alkitab selalu memperingatkan, “Peliharalah Firman Tuhan! Peganglah ajaran-ajaran yang benar! Bertekunlah di dalam pengajaran-pengajaran yang murni! Jangan berkompromi, tapi lawanlah ajaran-ajaran yang sesat! Pertahankanlah ajaran yang benar sampai Tuhan Yesus datang kembali!”

Sejarah sudah menjadi guru besar bagi kita. Seorang filsuf Jerman bernama Hegel, pernah mengucapkan suatu kalimat yang mengejutkan, “Pelajaran yang terbesar dari sejarah adalah bahwa manusia tidak menerima pengajaran sejarah.” Sejarah sudah mengajarkan kepada kita bahwa ajaran-ajaran bidat sudah muncul; isi ajarannya dan cara munculnya sudah dipelajari, namun manusia masih saja tidak waspada. Pintu selalu dibiarkan terbuka, sehingga generasi berikutnya juga ditelan oleh ajaran-ajaran bidat itu. Mari kita menantang arus pengajaran yang tidak beres di zaman ini dengan menanamkan ajaran-ajaran secara ketat.

Gnostikisme dan Arianisme yang hanya mempertahankan Keesaan Allah tanpa mempedulikan kemungkinan adanya tiga Pribadi di dalam diri Allah Yang Esa itu, akhirnya jatuh kepada kepercayaan terhadap Yesus yang moralis saja, tanpa bersifat ilahi, dan menganggap Roh Kudus sebagai yang tidak berpribadi. Mereka tidak mau memperhatikan kesaksian Alkitab yang demikian banyak mengenai ketiga Pribadi Allah.

Apakah Roh Kudus hanya kuasa? Apakah Roh Kudus hanya semacam prinsip? Apakah Roh Kudus berpribadi?  Yang disebut pribadi  paling tidak mempunyai tiga unsur: (1) Unsur rasio, sehingga dapat berpikir serta mempunyai pengertian akan kebenaran; (2) Unsur emosi, sehingga bisa mencintai, membenci, sedih, berduka, bersuka-cita, dan sebagainya; (3) Unsur kemauan, sehingga mempunyai kebebasan untuk bertindak menurut kemauan yang ada. Jika demikian, apakah Roh Kudus hanya semacam hembusan angin atau kuasa, atau prinsip perkerjaan Allah saja? Ataukah sebaliknya, Roh Kudus adalah satu Pribadi? Alkitab memberikan penjelasan mengenai Roh Kudus di dalam ayat-ayat sebagai berikut:

A. Roh Kudus Adalah Kebenaran

“Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah. Dan Rohlah yang memberi kesaksian, karena Roh adalah Kebenaran.” (1 Yohanes 5:6)

Yesus Kristus pernah berkata, “Akulah Kebenaran”, maka kebenaran yang ada pada Kristus itu menjadi ousia ilahi. Demikian juga, kebenaran yang ada pada diri Roh Kudus itu pun menjadi ousia ilahi, sebab Roh Kudus adalah kebenaran. Lain halnya jikalau kita memikirkan mengenai kebenaran, maka kita hanya sebagai orang yang berhak untuk mempunyai dan melakukan fungsi intelek memikirkan tentang kebenaran. Namun Roh Kudus adalah Dirinya Kebenaran itu sendiri. Roh Kudus bukan saja berintelek, tetapi juga menjadi Sumber segala intelek. Roh Kudus bukan hanya mempunyai rasio, tetapi juga Roh Kudus adalah Sumber segala rasio yang benar, karena Dia adalah Kebenaran itu. Bukan saja demikian, Roh Kudus adalah Roh yang mewahyukan kebenaran, dan Roh yang memimpin masuk ke dalam segala kebenaran.

“…yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.” (Yohanes 14:17)

“Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku.”  (Yohanes 15:26)

“Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nyai tulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang.”  (Yohanes 16:13)

Roh Kebenaran bukan saja mempunyai kebenaran pada diri-Nya, tetapi Dia adalah Dirinya Kebenaran itu sendiri. Bukan saya Dirinya Kebenaran, tetapi Dia juga adalah Pewahyu Kebenaran. Bukan saja Pewahyu Kebenaran, tetapi juga yang memimpin pikiran manusia masuk ke dalam kebenaran. Dia bukan aja mempunyai rasio, tetapi Dia adalah Sumber dari semua makhluk yang berasio. Inilah unsur pertama yang dimiliki Roh Kudus yang menunjukkan Dia adalah satu Pribadi, yaitu Rasio.

 B. Roh Kudus Memiliki Emosi

Roh Kudus mempunyai kasih, dan kasih Allah dicurahkan kepada kita justru melalui Roh Kudus.

 “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”  (Roma 5:5)

Roh Kudus juga bisa merasa sedih dan berduka, sebagaimana tertulis di dalam Efesus 4:30:

 “Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan.”

Apa yang dimaksud mendukakan Roh Kudus di sini?  Ini berarti membuat Dia sedih dan susah, karena ketidak-taatan manusia. Bagaimana seorang ibu yang penuh kasih sayang sedih melihat anaknya yang tidak taat kepadanya, demikianlah Roh Kudus menjadi sedih apabila kita tidak taat kepada-Nya, sebab Dia dikaruniakan kepada setiap orang yang percaya. Roh Kudus menjadi meterai dan berdiam di dalam setiap orang yang sungguh-sungguh telah diperanakkan kembali oleh-Nya sendiri.

 C. Roh Kudus Memiliki Kemauan, Kebebasan, Ketetapan.

 “Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini.”   (Kisah Para Rasul 15:28)

Ayat ini mengenai larangan makan daging yang sudah dipersembahkan kepada berhala dan daging dari binatang yang mati lemas. Larangan minum darah serta percabulan. Ini adalah keputusan Roh Kudus dan rasul-rasul. Jadi, kita melihat, Roh Kudus mempunyai kemauan untuk mengambil keputusan. Roh Kudus bukan hanya kuasa, gerakan, atau prinsip kerja Allah. Roh Kudus adalah satu Pribadi yang mempunyai kemauan serta kemampuan memberikan keputusan atau ketetapan.

“Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.” (Roma 8:14)

“Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.” (Roma 8:2)

Roh Kudus bukan saja memberikan keputusan bagi manusia, tetapi juga memimpin manusia. Roh Kudus bukan saja memimpin manusia, tetapi juga memberikan kebebasan kepada manusia, sehingga di mana Roh Kudus berada di situ juga ada kebebasan. Roh Kudus bukan saja mempunyai kebebasan memimpin manusia, masuk ke dalam manusia, tetapi juga memimpin masuk ke dalam kebebasan. Roh Kudus juga mengutus orang untuk melayani Tuhan. Misalnya, Roh Kudus mengutus Barnabas dan Saulus dari Antiokhia untuk mengabarkan Injil keluar.

“Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.”   (Kisah Para Rasul 13:2)

Pengutusan itu direncanakan dan ditetapkan oleh Roh Kudus. Roh Kudus bukan saja memberikan pimpinan positif, namun kadang-kadang juga memberikan pimpinan negatif. Roh Kudus bisa merintangi seorang pada saat-saat dan di tempat-tempat tertentu dalam hal tertentu. Misalnya, Roh Kudus mencegah Paulus dan Silas untuk memberitakan Injil ke Makedonia yang menjadi pintu gerbang di mana Injil masuk ke daratan Eropa (Kisah Para Rasul 16:6-12).

Siapakah Roh Kudus? Kalau Roh Kudus bukan Pribadi, bagaimanakah Dia dapat mengambil keputusan? Bagaimanakah Dia dapat mengutus, bagaimanakah Dia dapat membebaskan kita, dan memimpin kita masuk ke dalam kebebasan. Roh Kudus adalah satu Pribadi, yaitu Pribadi Ketiga dari AllahTritunggal.

(Bersambung ke Bagian 6)

 

Nama Buku        :  Allah Tritunggal (Edisi Revisi)

Penulis              :  Pdt. DR. Stephen Tong

Penerbit            :  Momentum, 2013

 

Sumber : https://www.facebook.com/notes/sola-scriptura/allah-tritunggal-bagian-5-artikel-pdt-dr-stephen-tong/655022247879565

 

Related Post :