Dalam tulisan tulisan sebelumnya telah dibahas tentang 3 (tiga) hal tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan, ketiga hal itu adalah :

  1. Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Peredaran Usahanya  dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu (diatur Dalam Peraturan Menteri keuangan nomor – 74/PMK.03/2010).
  2. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu (diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor – 79/PMK.03/2010 dimana khusus Penyerahan Emas Perhiasan diganti melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 30/PMK.03/2014)
  3. Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Terutang  Dan Tidak terutang Pajak  (diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 78/PMK.03/2010 yang dilakukan perubahan melalui Peraturan Menteri keuangan nomor 21/PMK.011/2014 tanggal 30 Januari 2014).

Dalam tulisan kali ini akan membahas tentang Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.011/2014 ditetapkan tanggal 30 Januari 2014 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 78/PMK,03/2010 tentang pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak.

Bersumber dari Pasal 9 ayat (6) Undang-undang PPN menyatakan, apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Artinya jika dalam suatu masa pajak pengusaha kena pajak melakukan dua macam penyerahan sekaligus yaitu penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan ini. Artinya, pengusaha kena pajak dapat menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan jika memenuhi syarat-syarat kumulatif sebagai berikut :

  1. Dalam suatu masa pajak pengusaha kena pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak sekaligus melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak
  2. Pajak Masukan untuk penyerahan yang tidak terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti.

Maka dalam tulisan kali ini diberi judul “Sekilas Tentang Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan” dalam tulisan ini khusus membahas tentang Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak. Adapun beberapa contoh Pengusaha Kena Pajak Jenis Ini diantaranya :

  • Pengusaha Kena Pajak yang melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan jagung (jagung bukan merupakan Barang Kena Pajak), dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung merupakan Barang Kena Pajak) yang sebagian jagung yang dihasilkannya dijual kepada pihak lain dan sebagian lainnya diolah menjadi minyak jagung.
  • Pengusaha Kena Pajak yang melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit (TBS kelapa sawit merupakan Barang Kena Pajak strategis), dan juga mempunyai pabrik minyak kelapa sawit/CPO, yang seluruh TBS kelapa sawit yang dihasilkannya diolah lebih lanjut menjadi minyak kelapa sawit/CPO (minyak kelapa sawit/CPO merupakan Barang Kena Pajak).
  • Pengusaha Kena Pajak yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya Pengusaha Kena Pajak yang bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usaha jasa di bidang perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha.
  • Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya terutang dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan Barang Kena Pajak berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yang merupakan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
  • Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, misalnya pengusaha pembangunan perumahan yang melakukan penyerahan berupa rumah mewah yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan’ dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Semoga tulisan ini dapat menambah informasi secara umum bagi pembaca setia nusahati.com  seputar perpajakan khususnya Pajak Pertambahan Nilai dan khususnya bagi penulis sebagai pembelajaran .

PMK-78/PMK.03/2010

Sebelum kita menyelami lebih dalam tentang perubahan PMK-78/PMK.03/2010 tersebut di atas ada baiknya dituangkan kembali beberapa pengertian sebagai berikut :

  1. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  2. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
  3. Penyerahan yang Terutang Pajak adalah penyerahan barang atau jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  4. Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, dengan melakukan kegiatan :

  1. Usaha terpadu (integrated), terdiri dari i). unit atau kegiatan yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak; dan ii). unit atau kegiatan lain yang melakukan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak
  2. usaha yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak;
  3. usaha untuk menghasilkan, memperdagangkan barang, dan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang pajak dan yang tidak terutang pajak; atau usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya tidak terutang pajak,

sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

Rumusan Penghitungan P = PM x Z

Ketentuan :

  • P = Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
  • PM = Jumlah Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP
  • Z = Persentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang pajak terhadap penyerahan seluruhnya.

Contoh :

Pengusaha Kena Pajak A yang bergerak di bidang usaha real estate yang menghasilkan rumah yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan rumah sederhana yang  atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN. Pada bulan Februari 2011 Pengusaha Kena Pajak A membeli barang modal berupa truk dengan nilai perolehan Rp200.000.000,00 dan Pajak Pertambahan Nilai Rp 20.000.000,00. Pada saat perolehan truk tersebut, Pengusaha Kena Pajak A belum dapat menentukan berapa penyerahan rumah yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan rumah sederhana yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan perkiraan Pengusaha Kena Pajak A, jumlah rumah sederhana yang akan dibangun pada tahun 2011 adalah sebanyak 30% dari total rumah yang dibangun. Berdasarkan data-data tersebut Pengusaha Kena Pajak A dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan truk dengan perhitungan sebagai berikut : Rp 20.000.000,00 x 70% = Rp 14.000.000,00,-

Rumusan Penghitungan untuk BKP & JKP masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun adalah

                                       PM

                   P’  =   —————  x   Z’

                                       T

Ketentuan :

  • P’ = jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1(satu) tahun buku
  • T = adalah masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang ditentukan sebagai berikut : i). untuk Barang Kena Pajak berupa tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh) tahun; ii). untuk Barang Kena Pajak selain tanah dan bangunan dan Jasa Kena Pajak adalah 4 (empat) tahun;
  • Z =  persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak    terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku.

Contoh :

Pengusaha Kena Pajak B adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan sepatu. Pada bulan Januari 2011 membeli generator listrik dengan nilai perolehan sebesar Rp 100.000.000,00 dan Pajak Pertambahan Nilai Rp 10.000.000,00. Generator listrik tersebut dimaksudkan untuk digunakan seluruhnya untuk kegiatan pabrik. Maka Pajak Masukan atas perolehan generator listrik yang dapat dikreditkan pada Masa Pajak Januari 2011 adalah Rp 10.000.000,00. Selama tahun 2011 ternyata generator listrik tersebut digunakan :

a. untuk bulan Januari sampai dengan Juni 2011 : 10% untuk perumahan karyawan dan direksi; 90% untuk kegiatan pabrik, dan

b. untuk bulan Juli sampai dengan Desember 2011 : 20% untuk perumahan karyawan dan direksi; 80% untuk kegiatan pabrik.

Berdasarkan data tersebut di atas, rata-rata penggunaan generator listrik untuk kegiatan pabrik adalah :

90%   +  80% = 85%

          2

Masa manfaat generator listrik tersebut sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi untuk penghitungan kembali Pajak Masukan ini masa manfaat generator listrik tersebut ditetapkan 4 (empat) tahun. enghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk tahun buku 2011 yang dilakukan pada Masa Pajak Februari 2012 adalah sebagai berikut :

85%    x    Rp. 10.000.000,00  =Rp. 2.125.000,00

                                4

Pajak Masukan atas perolehan generator listrik yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat generator listrik tersebut adalah :

Rp. 10.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00

              4

Jadi Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali (mengurangi Pajak Masukan untuk Masa Pajak  Februari 2012) adalah sebesar :

Rp 2.500.000,00 – Rp 2.125.000,00 = Rp 375.000,00

Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan sampai dengan masa manfaat generator listrik berakhir.

Rumusan untuk BKP dan JKP yang masa manfaatnya 1 (satu) tahun atau kurang adalah sebagai berikut : 

P’ = PM x Z’

dengan ketentuan :

  • P’ =  jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku;
  • PM = jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
  • Z’ =  persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku.

PMK 21/PMK.011/2014

Berawal  dari pengkreditan Pajak Masukan untuk usaha terintegrasi,  sebagai contoh dimana pengusaha Kelapa Sawit umumnya memiliki Kebun Sawit yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) dan memiliki Pabrik Pengolahan yang mengelola TBS menjadi produk olahannya seperti Minyak Kelapa Sawit. Menurut Pengusaha Pajak Masukan yang dibayar terkait dengan Perkebunan Sawit seharusnya dapat dikreditkan  karena pada akhirnya mereka menyerahkan Barang Kena Pajak yaitu Minyak Kelapa Sawit. Namun dikarenakan Tandan Buah Segar (Merupakan Yang Dibebaskan) maka Pengusaha Kelapa Sawit melakukan penyerahan yang terutang pajak  dan tidak terutang pajak. Maka dengan motivasi untuk lebih memberikan kepastian hukum dan mendorong peningkatan nilai tambah komoditas primer, penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 78/ PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak;

Pasal 2 di ubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Adapun contoh penghitungan dengan pedoman penghitungan Pajak Masukan tersebut sebagaimana rumusan yang disebutkan dalam ketentuan sebelumnya.

Ditambahkannya pasal 2A, Atas Pengusaha Kena Pajak yang :

  1. menghasilkan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; dan
  2. mengolah dan / atau memanfaatkan lebih lanjut Barang Kena Pajak, baik melalui unit pengolahan sendiri maupun melalui titip olah dengan menggunakan. fasilitas pengolahan Pengusaha Kena Pajak lainnya sehingga menjadi Barang Kena Pajak yang atas seluruh penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Terutang Pajak,

seluruh Pajak Masukan yang sudah dibayar dapat dikreditkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak, sejak tanggal 1 Januari 2014.

Kesimpulan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri keuangan Nomor 21/PMK.011/2014 Tentang Pedoman Penghitungan Pengkredtian Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan penyerahan Yang Tidak terutang Pajak adalah  merupakan peraturan pelaksanaan dari Pasal 9 ayat (6) Undang-undang PPN, namun demikian didalamnya mengatur juga ketentuan yang terkait dengan materi Pasal 9 ayat (5) Undang-undang PPN.

Berdasarkan perubahan Peraturan Menteri Keuangan dengan penambahan Pasal 2A  yang menyatakan bahwa pengusaha yang menghasilkan barang yang penyerahannya tidak terutang PPN kemudian barang tersebut diolah lagi baik dengan unit pengolahan milik sendiri maupun titip olah kepada pengusaha lain sehingga menghasilkan barang yang seluruh penyerahannya terutang pajak maka seluruh Pajak Masukan yang sudah dibayar dapat dikreditkan. Namun aturan dalam ketentuan dalam perubahan ini berlaku sejak 1 Januari 2014.

Ketentuan perlakuan pengkreditan Pajak Masukan di dalam Peraturan Menteri Keuangan  Nomor 21/PMK.011/2014 tidak mengalami perubahan dibandingkan ketentuan sebelumnya, di mana pengkreditan Pajak Masukan  dikategorikan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu :

  1. Pajak Masukan dapat dikreditkan seluruhnya, dalam hal ini adalah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat .dikreditkan seluruhnya
  2. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan seluruhnya, dalam hal ini Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan seluruhnya,
  3. Pajak Masukan dikreditkan menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan, yaitu Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

 

 

 

Artikel Terkait :