Mengalahkan Kekuatiran

Yesus berkata, siapa diantaramu dengan kekuatiranmu bisa menambah satu inci hidupmu? Kuatir malah bisa membuat lebih cepat mati. Ibu Lety, seorang anggota kita, adalah seorang yang luar biasa. Dia menderita kanker dan masih diobati di Singapura, tapi dia tidak pernah menyatakan kekuatirannya. Hidupnya penuh dengan penyerahan kepada Tuhan. Dia mengetahui Tuhan tidak meninggalkannya. Kekuatiran tidak pernah menolong. Kekuatiran mengganggu iman. Kamu berkata,”saya tahu. Saya tahu tidak boleh kuatir. Tapi bagaimana supaya tidak kuatir?”

Paulus berkata, “ Bersukacitalah di dalam Tuhan!” Nyatakanlah kelembutanmu yang suka mengalah. Suka mengalah, bukan suka merebut. Orang yang terus mau menang akan penuh dengan susah payah. Orang yang suka mengalah dan rela mengalah akan penuh  dengan ketenangan. Kalau tidak percaya, praktikan apa yang saya katakana. Tuhan sudah dekat. Kalau Tuhan sudah dekat, semua selesai. Semua menjadi nothing. Tidak ada yang dapat kita banggakan atau sombongkan ketika Tuhan sudah dekat. Dengan doa, permohonan, dan ucapan syukur, serahkanlah segala kekuatiranmu kepada Tuhan, jangan kuatirkan apapun. Tidak ada satupun hal yang perlu kamu kuatirkan.

Bagaimana caranya? Apakah “serahkan kepada Tuhan” berarti kita tidak lagi bertanggung jawab? Tidak. Sekarang kita harus membedakan melarikan diri dari tanggung jawab dengan serahkan kepada Tuhan. Kedua hal itu tidak sama. Serahkanlah kepada Tuhan berarti segala kesulitan yang melampaui kesanggupanku untuk menanggungnya, kuberitahukan kepada Tuhan, tapi kewajiban yang harus saya lakukan tetap saya tanggung di bahu. Itulah artinya serahkan kepada Tuhan.

Ada orang yang dengan mudah berkata “serahkanlah kepada Tuhan, serahkanlah kepada Tuhan.” Apa artinya? Artinya jangan serahkan kepada saya, saya bohwat (Angkat tangan). Orang yang membesuk menyuruh orang lain untuk “serahkan kepada Tuhan” karena si pembesuk tidak mau diserahi, “serahkanlah kepada Tuhan, jangan serahkan kepada saya, saya masih akan membesuk yang lainnya lagi.” Serahkan kepada Tuhan , lalu kamu menikmati kelegaan di dalam meminta kekuatan Tuhan untuk menjalankan tugas menanggung beban berat. Ada sebuah cerita tentang seseorang yang memikul kayu berat sampai berkeringat. Lalu seorang dengan mobil pick-up yang melewati jalan itu berhenti, dan dengan baik hati menawari tukang kayu itu untuk naik ke mobilnya. Tukang kayu itu naik di belakang mobil dengan perasaan sangat berterimakasih. Kira-kira setengah jam kemudian, pemilik mobil tersebut mendengar di belakang ada suara seperti orang sedang keletihan karena mengangkat barang berat. Ketika dia menengok, ternyata di dalam mobilpun tukang kayu itu masih memikul kayunya yang berat. Kalau tadi di jalan dia memikul kayu sambil berjalan maka kini sambil duduk.”lho, mengapa masih dipikul?” Jawab tukang kayu, “Saya sangat berterima kasih sudah dapat naik mobil ini dengan tidak bayar. Jadi supaya tidak membebani mobilmu lebih berat lagi, pikulan ini biar saya yang pikul.” Jangan kamu tertawa, karena hal ini mencerminkan dirimu sendiri. Kamu mau ikut ke sorga tetapi tetap memikul bebanmu sendiri. Banyak orang Kristen seperti ini. “Puji Tuhan saya bisa ikut ke sorga, tapi biarkan saya memikul pikulan saya sendiri.”

Paulus berkata, jangan kuatir akan apa pun, serahkan  pada Tuhan  dalam doa, permohonan, dan ucapan syukur. Inilah hidup berdoa yang sempurna. Kelemahan kita adalah kebaktian doa kita selalu dipenuhi hal yang kedua. Doanya tidak ada, syukurnya tidak ada, yang ada hanya permintaan. Apa bedanya doa dari permintaan, dan apa bedanya permintaan dari ucapan syukur? Dalam doa, ada tiga tahap. Tahap kedua, meminta sesuatu dari Tuhan. Tahap ketiga, mengembalikan ucapan syukur untuk Tuhan dengan mengucapkan terima kasih. Dalam tahap pertama, hanya memberi tahu, tidak ada hal yang lain: tidak meminta, tidak bersyukur, hanya memberi tahu. Kedua, meminta, karena memerlukan, meminta belas kasihan Tuhan untuk memenuhi kebutuhanmu. Ketiga, mengucapkan terima kasih. Itulah bersyukur. Apakah kebanyakan doa kita penuh dengan doa memberi tahu? Apakah doa kita penuh dengan ucapan syukur? Tidak, kebanyakan doa kita hanya penuh dengan permintaan. Selain minta-minta yang tak habis-habisnya, tidak pernah memberi tahu dan tidak pernah berterima kasih, itulah kelemahan kerohanian kita.

Apakah artinya memberi tahu? Memberi tahu seperti relasi rutin antara kawan akrab. Senangkah kamu jika ada orang yang tidak pernah datang kerumahmu, tiba-tiba datang dan meminta uang seratus juta? Tidak pernah mengunjungi, tidak pernah menelepon, tidak pernah datang, tidak pernah mendukung, tapi begitu datang, meminta seratus juta. Di saat tidak ada keperluan, tidak pernah datang. Ada perlunya, baru datang. Tapi adalagi semacam orang yang menelepon menanyakan kabarmu. “Bagaimana, baik-baik? Tidak ada apa-apa, saya hanya mau Tanya khabar.” Orang seperti itulah kawanmu yang baik. Orang yang hanya datang untuk meminjam uang atau memohon sesuatu adalah orang yang egois. Ada orang yang dalam doa kepada Tuhan memberi tahu. ”Tuhan hari ini saya begini-begini…” Tuhan senang dengan orang yang datang memberi tahu seperti dua kawan akrab yang saling bertukar pikiran. Tapi kebanyakan orang Krsiten tidak pernah memberi tahu Tuhan, hanya meminta-minta saja setiap hari, dan setelah selesai ditolong, menghilang dan tidak berterimakasih.

Sebelum terjadi sesuatu, beri tahu Tuhan. Saat terjadi sesuatu, minta tolong pada Tuhan. Sesudah ditolong, bersyukur. Tuhan tidak senang pada orang Kristen yang tidak memberi tahu, tidak bersyukur, dan hanya datang meminta saja. Yesus berkata, bukankah ada sepuluh yang disembuhkan dari sakit kusta? Tetapi hanya satu orang Samaria ini yang kembali bersyukur memuliakan Tuhan. Tuhan sangat tidak puas dengan orang yang sesudah menerima anugerah tidak mengucap syukur kepada-Nya. Bagaimana kamu mengalahkan kekuatiran? Bagaimana kamu menang atas kekuatiran? Caranya adalah dengan datang kepada Tuhan. Bersukacita dalam Dia, berdoa kepada Dia, beritahukan kepada-Nya kebutuhanmu, mohon anugerah-Nya, dan bersyukurlah kepada-Nya atas pertolongan-Nya. Rejoice in the Lord, pray before Him, tell Him what you need, ask His Grace, and give thanks to Him for His help. Ini rahasianya.

Paulus berkata, “Bersukacitalah!” Orang yang menghibur orang lain, dia sendiri memiliki sukacita penuh. Secara lahiriah Paulus berada di penjara ketika menulis surat ini. Jarang ada orang yang dipenjara menyuruh orang bersukacita. Biasanya orang di penjara menelepon untuk meminta-minta, menyatakan kesedihan, kesusahan, kekecewaan, dan keputusasaan. Tapi di dalam penjara Paulus dapat berkata, “Bersukacitalah di dalam Tuhan!” Paulus tidak minta apa-apa. Dia juga mengatakan kamu harus belajar untuk jangan kuatir, berarti dia sendiri sudah mengalahkan emosi sedih, sudah, marah, takut dan kuatir. Orang yang dapat mengalahkan dirinya adalah pemenang yang sejati. Orang yang tidak dapat mengalahkan dirinya selama-lamanya menjadi budak dari emosi yang salah. Dia adalah budak setan yang membelenggu. Orang yang mengalahkan  diri telah membuang ketakutan, kekuatiran,  dan segala kemarahan yang tidak diperlukan. Maka penuhlah iman, sukacita, cinta kasih, dan pengharapan, karena di mana ada pengharapan, di situ tidak ada ketakutan. Di mana ada cinta kasih, di situ tidak ada benci. Di mana ada iman, di situ  tidak ada kekuatiran. Paulus memiliki kemenangan emosi semacam ini, karena itu dia berani berkata, bersukacitalah! Jadilah orang yang datang kepada Tuhan dengan hidup doa yang sempurna: beri tahu, meminta, dan bersyukur.

Coba saya Tanya, ketika seorang meminta-minta, bagaimana raut mukanya? Memelas, dan itu jelek bukan? Tetapi ketika seorang berterima kasih, bagaimana raut mukanya? Penuh senyum dan jauh lebih baik, bukan? Saat kamu tersenyum, saat kamu bersyukur, kamu jauh lebih cantik, ganteng, ayu daripada saat kamu bersungut-sungut. Berterima kasihlah kepada Tuhan. Mari kita hidup di dalam emosi yang sehat. Tuhan memberkati kita masing-masing. Amin.

Nama Buku           :  Pengudusan Emosi
Sub Judul              :  Simpati Sejati
Penulis                  :  Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit               :  Momentum, 2011
Halaman            :  147 s.d  151