Mungkin banyak diantara kita  kurang begitu paham atau jarang mendengar tentang Pemeriksaan Bukti Permulaan, karena yang selama ini yang sering kita dengar tentang pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan (Misalnya SPT menyatakan lebih bayar, rugi, merger dan lain-lain) dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, tentang kedua hal tersebut sebagaimana telah dibahas dalam tulisan terdahulu. “Lalu pemeriksaan bukti permulaan itu apa seh?” “trus apakah masuk dalam kedua hal tentang pemeriksaan tersebut?”

Seperti kita ketahui yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sementara yang dimaksud dengan Bukti Permulaan (Bukper) adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan  yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara.

Jadi pengertian pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

Maka kali ini untuk memenuhi keingintahuan pembaca setia nusahati, admin mencoba menginformasikan kembali tentang pengertian dan selukbeluk Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan judul “Sekilas Tentang Pemeriksaan Bukti Permulaan” semoga tulisan ini bermanfaat.

Latar Belakang

Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan untuk menegaskan bahwa ada dan terdapat bukti penyimpangan pajak  yang dapat menjadi acuan untuk dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan tersebut. Maka tahapan pemeriksaan bukti permulaan tersebut terlebih dahulu dilakukan untuk menghindari dan mencegah terjadinya tindak pelanggaran atas hak wajib pajak.

Dasar Hukum

Dalam UU No. 6 tahun 1983 juncto No. 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum perpajakan pasal 1 angka 25,  26, dan 31 disebutkan tentang :

  • 26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
  • 27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adaLah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
  • 31.   Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

Dalam UU KUP Pasal 43 A disebutkan sebagai berikut :

  1. Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
  2. Dalam hal terdapat  indikasi tindak pidana di bidang perpajakan yang menyangkut petugas Direktorat Jenderal Pajak, menteri keuangan dapat menguasai unit pemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuangan  untuk melakukan pemeriksaan bukti permulaan.
  3. Apabila dari bukti permulaan ditemukan unsur tindak pidana korupsi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang tersangkut wajib diproses menurut ketentuan hukum tindak pidana korupsi.
  4. Tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.

Maka sebagai pelaksanaan Pasal 43 ayat (4) UU KUP tersebut ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan, yang mencabut ketentuan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2007.

Pemeriksaan Bukti Permulaan

Perlu diketahui bahwa tidak ada tindakan penyidikan tanpa didahului oleh pemeriksaan bukti permulaan, hal ini mensyaratkan bahwa Penyidikan dilakukan apabila terdapat indikasi penyimpangan  pajak yang didasarkan pada bukti permulaan.

Pemeriksaan bukti permulaan merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan terjadi penyimpangan pajak, sehingga dalam hal ini pemeriksaan bukti permulaan merupakan alat yang bertujuan untuk mengungkapkan keberadaan bukti permulaaan ada dugaan terjadi tindak pidana perpajakan. Apabila ditemukan adanya penyimpangan  dan tindak pidana perpajakan maka ditindaklanjuti kea rah penyidikan, sebaliknya bila tidak ditemukan bukti permulaan adanya dugaan terjadi penyimpangan dan tindak pidana perpajakan maka informasi, data, laporan atau pengaduan itu tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti untuk memberikan legalitas adanya dugaan terjadinya tindak pidana perpajakan.

Bukti permulaan yang akan dilakukan pemeriksaan tertuju pada keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk ada dugaan terjadinya tindakan pidana perpajakan  dan merugikan penerimaan negara, diantaranya yang bersumber dari :

  • Informasi, keterangan baik yang disampaikan secara lisan maupun tertulis yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
  • Data, kumpulan angka, huruf, kata, atau citra yang bentuknya dapat berupa surat, dokumen, buku atau catatan, baik dalam bentuk  elektronik maupun bukan elektronik, yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya  Bukti Permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, yang menjadi dasar pelaporan yang belum dianalisis.
  • Laporan, pemberitahuan yang disampaikan oleh orang atau institusi karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan.
  • Pengaduan, pemberitahuan mengenai dugaan tindak pidana di bidang perpajakan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang.

Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP) tersebut terkait dengan tindak pidana perpajakan baik yang ditemukan oleh fiskus atau disampaikan oleh wajib pajak atau pihak lain.

Penemuan bukti permulaan dapat terjadi dari dari beberapa hal, yaitu :

  • Temuan fiskus, pada saat dilakukan pemeriksaan (khusus atau rutin)  terkait pembukuan atau pencatatan ditemukan adanya dugaan terjadinya tindak pidana perpajakan.
  • Dari wajib pajak atau pihak lain, dalam bentuk informasi, data, laporan, atau pengaduan yang memiliki substansi yang berbeda secara prinsipil dan dapat dijadikan petunjuk untuk mengungkapkan adanya penyimpangan tindak pidana perpajakan.

Ruang Lingkup & Jenis Pemeriksaan Bukper

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan hasil pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP).

Dalam hal pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan terkait dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang telah diterbitkan           surat ketetapan pajak, hasil pengembangan dan analisis tersebut ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan atau Pemeriksaan ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang KUP.

Ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan ditentukan berdasarkan hasil pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan, yang meliputi :

  1. Dugaan perbuatan tindak pidana di bidang perpajakan dan modus operandinya;
  2. Jenis Pajak; dan
  3. Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak

Apabila pada saat dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan ditemukan data lain di luar hasil pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan, ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat diperluas.

Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilakukan secara terbuka dan secara tertutup yaitu dengan penjelasan sebagai berikut :

  • Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak. Pada umumnya terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (Pasal 17 B UU KUP), atau atas tindak lanjut dari Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.
  • Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dilakukan tanpa pemberitahuan kepada Wajib Pajak.

Standard Pemeriksaan Bukti Permulaan

Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan Bukti Permulaan, yang diatur oleh Direktur Jenderal Pajak yang merupakan capaian minimum yang harus dicapai pemeriksa Bukti Permulaan dalam melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Standar Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut meliputi :

  1. standar umum Pemeriksaan Bukti Permulaan;
  2. standar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
  3. standar pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

1. Standar Umum Pemeriksaan Bukti Permulaan

Merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan pemeriksa Bukti Permulaan. Pelaksanaan Pemeriksaan Bukper tersebut dilakukan oleh pemeriksa Bukti Permulaan yang memenuhi syarat sebagai berikut :

  • merupakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
  • telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa Bukti Permulaan;
  • menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama;
  • jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara; dan
  • taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan

Standar pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan (Bukper) sebagaimana dijelaskan di atas meliputi :

  • didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan Pemeriksaan Bukper, dan mendapat pengawasan yang seksama;
  • tim Pemeriksa Bukper terdiri  atas beberapa orang Pemeriksa Bukper;
  • dapat dilaksanakan di kantor DJP, tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas WP, dan/atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Bukper;
  • temuan Pemeriksaan Bukper didasarkan pada bukti yang sah, cukup dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja;
  • didokumentasikan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Adapun fungsi Kertas Kerja Pemeriksaan Bukper tersebut adalah sebagai bukti bahwa Pemeriksa Bukti Permulaan telah melaksanakan tugas Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana mestinya berdasarkan keahlian dan pengalaman yang dimilikinya; dan sebagai dasar pembuatan Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Dalam Kertas Kerja Pemeriksaan Bukper tersebut diharapkan dapat memberi gambaran diantaranya : prosedur formal perpajakan yang telah dilakukan terhadap Wajib Pajak; unsur-unsur pidana yang disangkakan; penjelasan terhadap unsur-unsur yang disangkakan; penjelasan besarnya kerugian pada pendapatan negara atau besarnya pajak terutang; dan penjelasan mengenai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan.

3. Standar Pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan harus disusun sesuai dengan standar pelaporan Pemeriksaan Bukper, yaitu :

  • disusun secara ringkas dan jelas;
  • memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
  • memuat simpulan mengenai ada atau tidaknya Bukti Permulaan; dan
  • memuat pengungkapan informasi lain yang terkait.

Dalam memuat laporan pemeriksaan bukti permulaan sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: identitas Wajib Pajak; instruksi Pemeriksaan Bukti Permulaan;surat perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan; pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan hasil pengembangan dan analisis informasi,  data, laporan, dan pengaduan; pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan; analisis kasus; analisis yuridis; dan simpulan dan usul.

Persiapan Pemeriksaan Bukti Permulaan

Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh tim pemeriksa Bukti Permulaan pada unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan surat perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan. Di mana Susunan keanggotaan tim pemeriksa Bukti Permulaan dalam surat perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan  terdiri dari:

  • 1 (satu) ketua kelompok;
  • 1 (satu) ketua tim; dan
  • 1 (satu) atau beberapa anggota tim.

Tim pemeriksa Bukti Permulaan dapat dibantu oleh: 1 (satu) atau lebih pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang bukan pemeriksa Bukti Permulaan tetapi memiliki keahlian tertentu dengan disertai surat tugas; dan/atau 1 (satu) atau lebih ahli yang memiliki keahlian tertentu, seperti penerjemah bahasa atau ahli di bidang teknologi informasi, yang berasal dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dan bukan merupakan pemeriksa Bukti Permulaan.

Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Terbuka

a. Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan Secara Terbuka

Dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan menerbitkan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Surat pemberitahuan tersebut dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak, melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.

Dalam hal surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan secara langsung namun Wajib Pajak tidak berada di tempat, surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut dapat disampaikan kepada:

  • wakil atau kuasa dari Wajib Pajak;
  • pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak, yaitu:
    • pegawai dari Wajib Pajak yang menurut pemeriksa Bukti Permulaan dapat mewakili Wajib Pajak, dalam hal Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan;
    • anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang menurut pemeriksa Bukti Permulaan dapat mewakili Wajib Pajak, dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi; atau
    • pihak selain yang dapat mewakili Wajib Pajak.

Dalam hal wakil atau kuasa dari Wajib Pajak atau pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak tidak dapat ditemui, surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, dan surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan dianggap telah disampaikan dan Pemeriksaan Bukti Permulaan telah dimulai.

Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, pemeriksa Bukti Permulaan wajib membuat berita acara penolakan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang ditandatangani oleh pemeriksa Bukti Permulaan dan Wajib Pajak, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim pemeriksa Bukti Permulaan.

Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, pemeriksa Bukti Permulaan dapat membuat usul penyidikan kepada kepala unit pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan. Namun apabila Wajib Pajak, wakil atau kuasa Wajib Pajak juga menolak untuk menandatangani berita acara, pemeriksa Bukti Permulaan membuat berita acara penolakan penandatanganan, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim pemeriksa Bukti Permulaan.

loading…

 

Artikel Terkait :