Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. (1 Tesalomika 5 : 16 – 18)

Tuhan ingin emosi orang-orang Kristen disucikan. Disucikan bukan sekedar bagaikan orang mandi. Banyak orang yang tubuhnya bersih sekali, tetapi rohaninya kotor sekali. Saya menemukan beberapa orang yang suka berzinah, hidupnya sangat keji dan najis, tetapi pakaiannya rapi dan wangi sekali. Tubuhnya bersih sekali, tetapi hatinya kotor sekali. Paulus berkata, ”Marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah” (2 Kor 7 : 1).

Tuhan  memang menginginkan kita membersihkan tubuh kita dari seluruh pencemaran jasmaniah, tetapi Dia juga menginginkan penyucian secara rohaniah, atau dalam terjemahan lain, pembersihan dari pencemaran jiwa dan pencemaran hati. Bukan bersih secara fisik, bukan  sekedar berpakaian yang rapi dan wangi. Yang Tuhan minta adalah kebersihan jiwa, kebersihan emosi, kebersihan pikiran dan kebersihan rohani kita. Konsep iman kepercayaan, sikap dan motivasi haruslah senantiasa dibersihkan.

Kebersihan, kesucian yang sesuai dengan rencana Allah berarti kita berada di dalam sifat ilahi secara moral. Sebagai manusia, memang kita tidak bisa memiliki sifat ilahi secara esensi. Tetapi sebagai ciptaan yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah, kita bisa memiliki sifat ilahi secara moral. Kita diselamatkan, dikeluarkan dari kerusakan dunia ini supaya kita berbagian di dalam Allah. Kita disucikan agar berbagian di dalam natur ilahi. Tetapi berbagian dalam sifat yang mana? Di dalam sifat-sifat moral-Nya. Itu berarti, Allah yang suci ingin kita berbagian di dalam kesuciannya. Allah yang adil ingin kita bertindak sesuai dengan keadilan-Nya. Allah kita yang penuh dengan kasih ingin kita berbagian di dalam Kasih-Nya. Allah kita  yang penuh kemurahan ingin kita berbagian dalam kemurahan-Nya. Itulah maksudnya bahwa kita berbagian dalam sifat ilahi-Nya.

Kita menjadi serupa dengan Tuhan kita ketika kita berbagian di dalam kekudusan-Nya. Kita menjadi semakin serupa dengan Allah ketika kekudusan Allah melanda dan memenuhi kehidupan kita. Ketika itu terjadi maka setiap aspek dari karakter atau watak pribadi kita akan terpengaruh. Abraham Kuyper berkata bahwa “tidak ada satu inci pun dari hidupku di mana Allahku tidak bertaktha di atasnya.” Maka sangat perlu bagi kita untuk membahas tema penting ini, yaitu Pengudusan Emosi. Kita telah membahas topik yang pertama, yaitu kesedihan atau dukacita yang kudus. Telah kita bicarakan bahwa sering kali kita menangis untuk hal-hal yang tidak Tuhan tangisi, dan kita tidak bersedih untuk hal-hal yang Tuhan sedihkan. Tangisan kita yang tidak pernah berubah membuktikan kerohanian kita tidak maju dan bertumbuh. Kesedihan yang kudus adalah kesedihan yang sesuai dengan kesedihan Tuhan.

Kini kita masuk dalam tema kedua, yaitu : Sukacita di dalam kehendak Tuhan. Ini adalah sukacita yang dikuduskan. 1 Tesalonika 5 : 16 – 18 adalah perikop pertama yang mencatat beberapa sikap hidup Kristen yang digabungkan menjadi satu di dalam ikatan “kehendak Allah.” Pertama, Allah menghendaki kita menjadi orang yang bersukacita; kedua, Allah menghendaki kita menjadi orang yang tetap berdoa, dan ketiga, Allah juga menghendaki kita menjadi orang yang senantiasa bersyukur di dalam segala keadaan. Dalam Surat 1 Tesalonika ini topik yang penting mengenai kehendak Allah dibicarakan 2 kali. Pertama, orang percaya harus hidup dalam pengudusan dan menjauhkan diri dari kenajisan nafsu birahi, karena inilah kehendak Allah (1 Tesalonika 4 : 3). Kedua, dalam kehidupan kita sehari-hari kehendak Allah harus diungkapkan dalam tiga unsur, yaitu kita harus menjadi orang yang senantiasa bersukacita, selalu berdoa, dan bersyukur dalam segala keadaan.

Berdoa Tiada Henti

Mungkinkah seorang Kristen berdoa tiada henti? Kalau benar, apakah itu berarti kita tidak tidur atau tidak makan? Bukan demikian. Justru doa itu bukan berarti kita tutup mata, lipat tangan, lalu berlutut. Itu hanyalah salah satu cara atau postur atau sikap berdoa. Yang disebut doa sebenarnya adalah sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Tuhan. Sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Tuhan berarti apa yang kita kehendaki harus disesuaikan dengan apa yang menjadi kehendak Allah. Pada saat kita menghendaki sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah yang kekal, itulah saat kita berdoa. Yang disebut sebagai doa yang terus menerus (unceasing prayer) adalah sikap di mana jiwa kita berusaha untuk terus sinkron dengan kehendak Allah yang kekal. Apa yang Allah tetapkan di dalam kekekalan, apa yang Tuhan kehendaki di dalam sifat ilahi-Nya, itu juga menjadi keinginan dan tekad kerinduan kita. Itulah sinkronisasi  kehendak kita dengan kehendak Allah. Itulah doa yang terus menerus. Di dalam doa kita menaklukkan diri ke dalam kedaulatan Allah. Di dalam doa kita mensinkronisasikan rencana kita dengan rencana Allah. Di dalam doa kita membicarakan apa yang kita inginkan di hadapan Tuhan yang maha kuasa. Doa adalah pengakuan akan kerendahan kita dan kedaulatan Allah. Doa merupakan pengakuan bahwa kita membutuhkan Dia sebagai Pemberi Anugerah. Doa juga mengaku bahwa kita tidak mungkin menjadi sempurna tanpa pertolongan dari atas. Semua ini merupakan prinsip-prinsip theologi doa yang harus kita pahami. Doa yang tidak henti-hentinya, dikatakan oleh Billy Graham sebagai “The Prayer In The Subconscious” (doa di dalam bawah sadar kita). Itu berarti secara sadar kita sedang mengerjakan segala sesuatu, tetapi dibawah sadar, di dalam hati kita yang terdalam, kita terus menerus minta pertolongan Tuhan.

Mungkinkah seorang yang sedang berkhotbah sekaligus juga sedang berdoa? Mungkin, dan itulah yang saya jalankan. Sambil saya berkhotbah, hati saya terus bersandar dan menantikan anugerah dan pertolongan Tuhan. Saya mohon pertolongan agar setiap kalimat tidak salah, baik secara doktrin dan secara bahasa. Tuhan kiranya tolong juga dalam cara menyampaikan dan juga seluruh sikap hidupku. Dan hal ini menjadi kebiasaan, sehingga tanpa sadar hal itu dilakukan terus menerus. Sambil melayani sambil terus berdoa minta pertolongan Tuhan.

Apakah ketika kita bekerja kita juga bisa berdoa? Bisa. Jika kita bekerja sambil mengomel, maka kita tidak sedang berdoa. Kita harus bekerja dengan rela sambil meminta kekuatan dari Tuhan untuk bisa mengerjakan bagian pekerjaan yang Tuhan percayakan kepada kita. Kerelaan yang berkesinambungan terus menerus, itulah yang disebut sebagai bawah sadar (prayer in the subconscious). Terkadang saya berfikir, orang yang bekerja dengan tidak rela lebih baik dia tidak usah bekerja. Apa gunanya dia bekerja sambil mengomel atau marah-marah. Akhirnya, pada suatu saat dia akan meledak karena dia sudah mengerjakan banyak dengan tidak rela. Orang seperti ini lebih baik tidak usah bekerja. Tuhan juga tidak mau kita melayani Dia dengan cara seperti itu. Marilah kita belajar sambil bekerja keras, sambil melayani dengan rela, sambil bertumbuh dalam berbagai tugas, kita bisa tetap berdoa secara bawah sadar.

Doa yang tidak henti-henti dilukiskan dengan perkataan seseorang: “Ketika aku menyapu rumah, aku berdoa, “Tuhan, bersihkan hatiku seperti aku sedang membersihkan lantai ini”; ketika mencuci pakaian aku berdoa,’ Tuhan, cucilah hatiku dengan darah-Mu, seperti aku mencuci pakaian-pakaian ini’; ketika aku melayani orang, aku berdoa, ‘Tuhan, ajarlah aku mengerti Engkau datang ke dunia melayani orang lain.” Di dalam setiap tindakannya dia belajar berdoa, sehingga ada doa yang tidak habis-habis di dalam bawah sadar-nya, menghubungkannya dengan semua yang dilakukannya di dalam kesadarannya.

Sukacita Dan Kerelaan

Berdoa dan bersukacita seperti ini merupakan aspek rohani yang sangat penting bagi kehidupan iman kita. Jika kita telah belajar untuk bisa terus berdoa secara bawah sadar seperti ini, dan menghubungkan semua tindakan kita yang sadar dengan doa yang bergumul untuk mengerti kehendak Tuhan yang kekal, maka hidup kita akan menjadi ringan, walaupun kita dalam pekerjaan yang berat. Bekerja berat tidak menjadi masalah, karena yang terpenting adalah kerelaan. Bekerja berat atau bekerja ringan tidak terlalu berdampak banyak bagi tubuh kita. Tetapi di mana ada kerelaan, di situ ada keringanan, dan di mana ada ketidak relaan, di situ ada beban yang berat sekali. Jikalau kerelaan itu bisa terus bertambah dan bertumbuh, maka tugas yang berat akan menjadi ringan. Jikalau tidak rela, tugas seringan apapun akan menjadi berat. Jikalau kita mengerjakan apapun dengan sukacita, maka kita akan mengerjakan dengan sungguh-sungguh dan melakukannya dengan lancar dan menikmatinya. Maka ada perkataan : suffering plus willingness is enjoyment (kesusahan ditambah kerelaan adalah kenikamatan). Beban berat jika disertai kerelaan akan mendatangkan kenikmatan.

Didalam suatu tayangan TV di cina dibicarakan tentang dua wanita lulusan Shanghai University yang masuk ke pedesaan lalu membantu orang-orang miskin di pedesaan tersebut. Mereka mencoba mengajar anak-anak dari orang-orang miskin ini, yang harus berjalan berkilo-kilometer untuk belajar dan harus datang dari dusun-dusun yang berbeda. Setelah delapan tahun mereka menjalankan tugas pekerjaan ini, melihat anak-anak yang mereka bantu kini telah menjadi remaja dan bisa maju, mereka sangat bersukacita. Mereka merasakan sukacita yang tak terkira karena mereka pernah menolong orang-orang ini, yang dahulunya begitu miskin. Memberikan pertolongan dengan membagi-bagikan hidup, membagikan waktu, dan talenta, dan akhirnya melihat pertumbuhan orang lain, itu memberikan sukacita besar bagi diri sendiri. Itu karena mereka rela.

Inginkah kamu berbahagia dan bersukacita di masa tuamu? Biarlah kamu banyak membantu orang lain pada saat mudamu. Dengan demikian kamu akan mendapatkan banyak sukacita karena melihat orang-orang yang dahulu kamu bantu sukses dan bisa hidup bahagia. Maukah kamu dikenang banyak orang pada masa tuamu? Biarlah pada saat mudamu kamu rela membagi-bagikan hidupmu kepada banyak orang.

Dalam pelayanan akhir tahun saya berkeliling ke Kuala Lumpur, Hong Kong, dan Taiwan, saya menerima banyak sekali kartu Natal yang diberikan langsung kepada saya, karena saya tidak pernah memberitahukan alamat saya. Ketika saya membaca kartu-kartu Natal itu, saya sangat bersuka cita. Ada yang mengatakan bahwa selama dua tahun dia mendengarkan khotbah saya, dia baru menyadari bahwa Kekristenan itu sedemikian indah dan mendalam. Ada yang mengatakan bahwa dia hampir saja hanyut dari iman sejati dan menyeleweng secara doktrin, tetapi kini dia kembali lagi dan mau setia kepada Alkitab. Ada yang mengatakan, “Saya adalah seorang yang tidak mempunyai ayah, tetapi setelah mendengarkan firman, saya menyadari ada Bapa di sorga yang memelihara saya di dalam kebenaran Firman Tuhan. Sunguh betapa besar pertolongan yang saya dapatkan.” Ada yang mengatakan bahwa selama dua tahun mendengar khotbah, dia sudah membawa beberapa teman, dua diantaranya boleh menerima Tuhan dan satu diantaranya minggu depan akan dibaptiskan. Sungguh berita-berita seperti ini membawa sukacita yang sangat besar dalam hati saya. Ketika kita membagikan hidup, menolong orang lain, dan dengan sukarela mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Tuhan, semuanya akan menuai sukacita yang luar biasa.

Nama Buku        :  Pengudusan Emosi
Sub Judul          :  Sukacita Yang Kudus
Penulis              :  Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit            :  Momentum, 2011
Halaman            :  33 -40

Artikel Terkait :