Kita sangat sedih karena uang kita hilang, atau kita sedih karena kita ditipu atau dirugikan. Tetapi anehnya, hanya sedikit orang yang sedih ketika uang orang lain hilang, atau kita tidak sedih kalau kita merugikan orang lain. Jadi kita harus membedakan kesedihan karena kerugian, dan kesedihan karena dosa. Jadi, pertobatan yang  sejati dari Tuhan adalah kesedihan bukan karena kita takut dihukum, tetapi karena kita tahu bahwa kita telah berbuat salah melanggar hukum Tuhan Allah, dan telah mempermalukan nama Tuhan. Pada saat itu, Roh Kudus menyadarkan kita bahwa kita tidak boleh mempermalukan nama Tuhan dan Roh Kudus menegur kita, sehingga kita bertobat. Inilah kesedihan yang kudus. Kesedihan yang kudus membawa manusia kepada pertobatan.

Itu sebabnya Theologi Reformed begitu mendalam mengungkap sesuatu, karena mereka telah melihat sampai ke inti Firman Tuhan sedalam-dalamnya. Tanpa kelahiran kembali, tanpa emosi yang dikuduskan oleh Tuhan, tidak ada orang yang mengerti apa itu pertobatan. Jangan kamu menerima Theologi Reformed hanya ikut-ikutan, apalagi ikut-ikut saya, tanpa mengerti apa itu Theologi Reformed yang sesungguhnya. Kita perlu belajar dan mengerti dengan mendalam, sehingga iman dan pengertian kita akan Firman Tuhan dipertumbuhkan.

Ada orang mengatakan bahwa dia sudah mempunyai kartu baptisan dari Gereja Reformed, dan sekarang tidak merasa perlu untuk datang berbakti secara rutin. Dia merasa sudah mahir, sudah mengerti Firman Tuhan, sehingga tidak merasa perlu untuk mengikuti kebaktian setiap minggu. Saya memberitakan Injil, melayani Firman berpuluh-puluh tahun, tetapi sampai sekarang saya masih merasa kurang dan dangkal dalam mendalami Firman Tuhan. Biarlah kita selalu rendah hati, sadar bahwa pengertian Firman Tuhan begitu mendalam, yang masih belum mampu kita gali sepenuhnya. Biarlah kita senantiasa mau belajar. Celakalah orang yang baru tahu dan mengerti sedikit sudah merasa dirinya hebat dan mengetahui segala hal, lalu mau melayani. Saya senang kalau orang mau giat melayani, tetapi perlu sambil melayani, mau rendah hati belajar, bukan melayani dengan merasa sudah hebat dan tidak perlu belajar lagi.

Kekudusan emosi merupakan hal yang sangat penting, karena mempengaruhi semua aspek hidup kita. Setiap hari kita menggunakan fungsi emosi kita, sebagai salah satu elemen mendasar yang Tuhan tanam dalam hati kita. Pertobatan adalah akibat pekerjaan Roh Kudus. Pertobatan merupakan suatu fenomena bahwa kamu sudah menerima kelahiran baru. Pertobatan juga adalah hasil dari Firman Tuhan yang telah ditanam di dalam hatimu, sehingga sekarang mulai tumbuh tunasnya.

Mengapa Yesus berkata:”Berbahagialah orang yang berdukacita”? Mengapa Tuhan Yesus mengatalan “Berbahagialah orang yang miskin dihadapan Tuhan” (Ing : poor in spirit)? Jika kamu merasa miskin secara rohani berbahagialah. Jika kamu merasa kaya secara rohani, celakalah kamu. Orang yang merasa sudah kaya dan cukup, adalah orang miskin; orang yang merasa diri miskin secara rohani mungkin bisa diberikan kekayaan rohani oleh Tuhan. Tuhan selalu memberikan kalimat-kalimat yang berbeda dari apa yang dipikirkan manusia.

Saya terkadang heran sekali. Ada orang-orang yang telah lulus sekolah theologi, tidak lagi mau membaca  buku, tidak mau mendengar khotbah, karena dia merasa sudah lulus sekolah theologi. Sebaliknya, ada orang-orang Kristen biasa tau belum sekolah theologi, tetapi semangat belajarnya begitu luar biasa, melebihi mahasiswa atau lulusan sekolah theologi. Yang satu merasa dia sudah hebat, sementara yang lain merasa dia begitu miskin.

Saya mengundang Ev. Michael Hsu menjadi asisten saya untuk kebaktian bahasa Mandarin di Indonesia. Saya melihat dia setelah selesai sekolah theologi, sudah dapat gelar, tetapi tiap minggu dia masih begiutu tekun belajar, mengikuti kebaktian yang saya pimpin, secara rutin selama dua tahun. Dia menjadi hamba Tuhan, dia sudah mengembalakan gereja. Sekalipun saya tidak pernah mendengar khotbahnya, tetapi saya terus melihat semangatnya untuk mau belajar, ada kerendahan hati dan kehausan yang sungguh akan kebenaran Firman Tuhan. Maka  saya merasa bahwa orang ini adalah orang yang masih punya harapan dan bisa dipakai Tuhan. Saya mengundang suami istri Hsu datang ke Indonesia untuk melihat pelayanan di Indonesia. Ketika pulang, saya meminta mereka berdoa, kalau Tuhan gerakkan untuk melayani di Indonesia. Dua bulan kemudian Ev. Hsu mulai bergabung, dan sekarang terbukti bahwa dia boleh menjadi hamba Tuhan yang pelayanannya sangat diberkati Tuhan. Kekristenan membutuhkan orang-orang yang sungguh-sungguh. Jika tidak ada pertobatan yang sejati, hati yang mau dibentuk dan kesungguhan untuk belajar, lalu melayani Tuhan, maka hanya akan ada khotbah yang muluk-muluk dan terkenal, tetapi Gereja tidak akan maju.

Kita perlu terus peka akan apa yang Tuhan mau kita kerjakan. Kalau gereja hanya berisi mulut-mulut yang pandai berkhotbah, tetapi tidak ada tangan yang mau bekerja dan kaki yang mau melangkah, dan jiwa yang penuh cinta kasih dan emosi yang dikuduskan, maka gereja itu tidak mempunyai harapan dan akan lumpuh.

Tuhan Yesus berkata;” Berbahagialah orang yang berdukacita.” Orang-orang penganut Injil Sosial (Social Gospel) menafsirkan hal ini sebagai suatu kesedihan karena miskin dan kekurangan uang atau makan, atau kesedihan karena terbuang dari masyarakat, tidak mempunyai pekerjaan dan berbagai penderitaan lainnya. Memang keadaan-keadaan sedemikian cukup menyedihkan dan butuh dikasihani, tetapi lebih jauh daripada itu, dukacita sejati adalah dukacita yang sesuai dengan kehendak Tuhan Allah melalui pimpinan Roh Kudus akibat mengerti emosi yang dikuduskan oleh Tuhan Allah.

Ada satu kalimat yang terus menggerakkan saya semenjak pertama kali saya membacanya. “Arsitek dunia selalu memakai bahan-bahan yang paling indah untuk membangun bangunan yang megah di dunia ini. Hanya Tuhan Allah yang memakai manusia-manusia yang hancur hatinya untuk membangun kerajaan-Nya.” Bahan dari Kerajaan Allah adalah hati-hati yang hancur, jiwa-jiwa yang berduka. Hati yang hancur, karena tahu dia sudah berdosa, tidaklah dihina oleh Tuhan. Orang yang sedih dan hatinya hancur, tidak ada seorangpun yang dihina oleh Tuhan, karena hati yang hancur dan berduka karena dosa ini bisa dipakai menjadi batu-batu hidup bagi pembangunan kerajaan Sorga.

Pernahkah kamu menangisi dosa yang telah kamu lakukan? Dalam khotbah saya di Sumatera Utara, saya pernah mengajukan pertanyaan ini. “Berapa kalikah dalam hidupmu, kamu telah mengalami hati yang hancur, menangis bagi dosa-dosamu, dan berlutut memohon Tuhan mengampunimu?” Setelah saya mengatakan kalimat itu. Walikota Medan saat itu mengatakan kepada saya, “Saya sangat tersentuh oleh kalimat itu, karena saya pikir selama hidup saya, sangat sedikit pengalaman saya berlutut dihadapan Tuhan menangisi dosa saya dan memohon pengampunan Tuhan.” Apakah di sorga ada orang yang bisa masuk ke dalamnya tanpa menangisi dosanya? Tidak ada! Masuk sorga bukan memakai karcis yang bisa engkau beli dengan harga yang mahal. Ke sorga hanya karena Tuhan melihat hatimu pernah menangisi dosa, pernah bertobat karena pekerjaan Roh Kudus, pernah merendahkan diri dan minta pengampunan dari Tuhan. Itulah tiket masuk sorga, hati yang penuh kesedihan karena Tuhan menegur  engkau karena dosa-dosamu. Roh Kudus datang bukan untuk memuliakan manusia, tetapi memuliakan Tuhan Yesus dan menjadikan manusia sedih, karena telah menegur dosanya, dan menyadarkannya akan keadilan dan penghakiman Tuhan.

Demikianlah Firman Tuhan Yesus:”Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu; Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi. Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi. Aku mengutus Dia kepadamu. Dan kalau Dia datang. Dia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yoh 16 :8). Manusia akan diinsafkan, akan sedih dan sadar akan dosanya. Inilah kesedihan yang pertama.

2. Dukacita karena  (menurut) Kehendak Allah

Alkitab berkata kepada kita mengenai adanya dukacita menurut kehendak Allah. 2 Korintus 7 : 10 – 11 mengatakan ;”Sebab dukacita menurut kehendak Allah  menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian. Sebab perhatikanlah betapa justru dukacita yang menurut kehendak Allah itu mengerjakan pada kamu  kesungguhan yang besar, bahkan pembelaan diri, kejengkelan, ketakutan, kerinduan, kegiatan, penghukuman! Di dalam semuanya itu kamu telah membuktikan bahwa kamu tidak bersalah di dalam perkara itu.

Paulus dalam ayat ini (ayat 8 – 11) menunjukan bahwa sebelumnya dia telah menulis suatu surat kepada jemaat Korintus yang isinya begitu keras sehingga membuat mereka berdukacita. Surat itu berisi teguran yang sedemikian keras, dan setelah dikirim, Paulus sendiri menyesal dia telah menegur begitu keras, yang pasti akan membuat mereka berdukacita. Dia berdoa, dan mempertanyakan, apakah mereka memang perlu bersedih dengan teguran itu. Dan kesimpulannya adalah mereka memang memerlukannya. Mereka perlu ditegur sedemikian, karena jika mereka tidak bersedih, mereka akan terus berbuat dosa. Sehingga  setelah mereka menerima surat itu, mereka bisa bertobat dan tidak berbuat dosa lagi.

Di sini, Paulus mengalami penyesalan karena telah membuat orang sedih. Tetapi kemudian, dia sadar bahwa dia tidak perlu menyesal karena dia pernah membuat orang menyesal. Paulus kini tidak menyesali penyesalannya. Perlu sekali kesedihan itu diterima oleh jemaat Korintus, karena dukacita itu telah menyebabkan pertobatan. Maka kesimpulan Paulus bahwa dukacita itu terjadi oleh karena kehendak Allah.

Ayat ini merupakan satu-satunya perikop yang membicarakan tentang dukacita karena kehendak Allah. Ada ayat Firman Tuhan tentang menderita menurut kehendak Allah (1 Petrus 4 :19), tetapi hanya di sini tertulis tentang “berdukacita menurut kehendak Allah.” Sekalipun mereka berdukacita, tetapi mereka tidak rugi. Paulus memang membuat mereka berdukacita, tetapi Paulus tidak merugikan mereka dengan membuat mereka berduka, karena dukacita itu telah membawa mereka pada pertobatan. Dukacita itu terjadi menurut kehendak Allah akan menghasilkan kebaikan, dan pada akhirnya, itu membawa sukacita. Ini bukan mendatangkan kerugian, melainkan suatu keuntungan.

Dukacita menurut kehendak Allah akan membawa pertobatan dan keselamatan. Tetapi hal ini dikontraskan dengan dukacita dari dunia, karena dukacita dari dunia ini membawa kematian. Jika dukacitamu berasal dari kehendak Allah, maka kamu tidak akan pernah menyesal karena kamu sudah berduka. Inilah dukacita yang sehat. Ini merupakan dukacita sorgawi.

Jika kita, sebagai orang tua, melihat anak kita tidak beres, maka kita akan sangat susah hati. Kita berharap dia sendiri menyadari bahwa dirinya tidak beres, lalu dia sendiri juga susah hati, seperti kita susah hati. Apa gunanya orangtua susah hati untuk anaknya padahal anaknya itu sedang bersenang-senang dan tidak merasa susah? Apa gunanya orangtua sadar bahaya yang segera akan menimpa anaknya, sementara anaknya itu sendiri tidak sadar bahwa dia dalam bahaya? Apa gunanya kita kuatir kalau-kalau dia berada di pinggir kehancuran, sementara dia sendiri tidak sadar kalau dia sedang hancur? Kalau kesedihan orangtua bisa timbul dalam hati anak yang sedang hancur itu, sehingga dia sadar dan kembali, itulah pendidikan yang sukses. Guru yang gagal adalah guru yang hanya pandai marah-marah kepada anak-anak didiknya, tetapi semakin dimarahi anak-anak didiknya itu menjadi semakin jahat. Guru yang hebat adalah guru yang bisa membuat anak didiknya itu marah kepada dirinya sendiri dan menegur dosanya sendiri. Itulah pendidikan yang sukses. Sebagai seorang pimpinan agama dan seorang guru, saya telah mengajar sejak usia 15 tahun. Saya sadar satu hal, yaitu jika saya menyadari suatu kebahayaan yang akan terjadi pada murid saya, tetapi murid itu sendiri tidak sadar akan bahaya itu, maka itu berarti dia belum dididik. Demikian juga saya mendidik anak-anak saya sendiri. Saya berdoa dan meminta kepada Tuhan agar jangan sampai anak pendeta merusak nama Tuhan. Biarlah mereka satu per satu dididik dengan ketat dan dengan baik, sehingga akhirnya kesadaran yang Tuhan berikan kepada saya turun kepada mereka, sehingga mereka sadar sendiri. Inilah maksudnya dukacita Tuhan itu kini sudah menjadi dukacita orang kristen.

Paulus menulis bahwa dia sempat menyesal dan berduka ketika menulis surat yang sedemikian keras. Dia merasa tidak perlu membuat orang lain menjadi susah, Itu membuat dia sendiri menjadi susah. Tetapi kemudian dia sadar bahwa kesusahan itu telah mengakibatkan penyesalan dan pertobatan. Berarti kedukacitaannya itu telah berpindah dan menjadi dukacita mereka. Dukacita yang mereka alami adalah dukacita yang berasal dari dukacita Paulus yang melihat mereka telah berdosa. Dan dukacita seperti ini berasal dari dukacita Tuhan sendiri. Maka inilah dukacita menurut kehendak Allah.

Dukacita menurut kehendak Tuhan tidak perlu mengakibatkan penyesalan atas penyesalan. Kita tidak perlu menyesal karena telah membuat orang berdukacita. Sampai kapan pun, bahkan sampai di sorga nanti, kita tidak akan pernah menyesali bahwa kita pernah menyesali dosa kita dan bertobat. Penyesalan yang menyebabkan kita tidak perlu menyesal lagi, adalah penyesalan yang baik. Itu dukacitanya Tuhan.

Kini Paulus bersukacita karena telah mengerti dukacita menurut kehendak Allah. Dukacita seperti ini adalah dukacita yang kudus. Dukacita seperti ini menyebabkan engkau menegur diri dan menyucikan diri. Akhirnya engkau berubah dan menjadi semakin kudus. Inilah progressive sanctification (pengudusan progresif). Pengudusan adalah prosedur membersihkan diri melalui menegur diri, mengoreksi diri, dan membersihkan diri. Orang yang perlu terus dimarahi orang lain bagaikan seekor babi, tetapi orang yang bisa memarahi dirinya sendiri adalah manusia. Orang yang perlu dipukul dan dipecut adalah kuda malas. Orang yang perlu terus dimarahi dan dihukum tanpa pernah mau bertobat bagaikan binatang yang dibawa ke pembantaian. Orang yang bisa sadar sendiri adalah orang yang menjalankan peta dan teladan Allah. Di dalam Alkitab, beberapa kali Tuhan Allah mengumpamakan  manusia seperti binatang. Manusia itu diciptakan dengan begitu hormat, tetapi manusia tidak sadar, akhirnya mereka dikatakan bagaikan binatang yang dibawa ke pembantaian (Mazmur 49 : 20).

Manusia yang diciptakan di dalam kehormatan, tetapi tidak mempunyai kesadaran dan pengertian, bagaikan hewan yang harus dibinasakan. Tetapi manusia yang sadar sendiri dan tahu akan hal-hal yang tidak benar dan tidak baik, yang tahu akan dosa, tahu akan hal yang melanggar, dan menjadi sedih dengan dukacita  menurut kehendak Tuhan, adalah orang yang akan mengalami proses pengudusan dan pertobatan yang sungguh.

Jangan menunggu hari penghakiman yang terakhir, sekarang adililah dirimu, sekarang bertobatlah dan sekarang sadarlah dan keluarlah dari dosamu. Selama masih ada kesempatan, janganlah kita menghina dan mengabaikan anugerah Tuhan.

Nama Buku        :  Pengudusan Emosi
Sub Judul           :  Sukacita Yang Kudus
Penulis                :  Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit              :  Momentum, 2011
Halaman           :  16 – 25

Artikel Terkait :