3. Dukacita karena Melihat Dunia yang Imoral

Di dalam 2 Petrus 2 : 7 – 8. Firman Tuhan mengatakan, “tetapi Ia menyelamatkan Lot, orang yang benar, yang terus menerus menderita oleh cara hidup orang-orang yang tak mengenal hukum dan yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka saja, sebab orang benar ini tinggal di tengah-tengah mereka dan setiap hari melihat dan mendengar perbuatan-perbuatan mereka yang jahat itu, sehingga jiwanya yang benar itu tersiksa.”

Setelah membaca ayat ini, saya sangat tercengang, karena sepanjang saya diajar Firman Tuhan, mulai dari sekolah minggu sampai mendengar khotbah pendeta, selalu dikatakan bahwa Abraham adalah orang benar, sementara Lot digambarkan sebagai orang yang jahat, yang selalu berdosa dan melanggar firman dan hidup imoral. Tetapi di dalam ayat ini dikatakan bahwa Lot adalah orang benar di tengah lingkungan yang fasik. Sekalipun Lot gagal mendidik kedua anak perempuannya, tetapi dia sendiri sampai mati tetap bertahan sebagai orang benar. Dia memang mempunyai kelemahan bercekcok dan berselisih dengan pamannya, Abraham, tetapi dia tetap menjaga kekudusan hidupnya, dan jiwanya sangat tersiksa. Hatinya sedih karena dia harus melihat kehidupan Imoral di Sodom dan Gomora. Dia melihat orang-orang homoseks, melihat orang-orang berdosa, dan semua tindakan imoral di sana. Orang-orang di sana hidup begitu biadab, begitu fasik, begitu menjijikan. Dia sangat sangat sedih dan hatinya merasa sangat tersiksa.

Apakah kamu senang melihat pemuda-pemudi yang pergi ke kelab malam? Apakah kamu bisa tidak peduli melihat segala penyelewengan seksual dan hubungan seks di luar nikah? Ataukah jiwamu merasa sedih dan tersiksa? Apakah kamu merasa sedih dan tersiksa melihat kotamu penuh dengan berbagai tempat perbuatan mesum? Jika kamu sedih, kamu adalah seorang Kristen yang sejati. Jika kamu tidak sedih, maka kerohanianmu sudah tidak beres. Lot hidup di tengah-tengah orang-orang yang hidupnya sedemikian. Setiap hari dia melihat orang-orang yang hidupnya begitu rusak, maka hatinya menjadi sangat tersiksa. Dia begitu sedih. Dalam Alkitab terjemahan bahasa  Mandarin dikatakan, hatinya sangat luka, begitu sedih sekali.

Melihat zaman yang rusak, melihat pemuda-pemudi yang hidupnya rusak – mereka bukan hanya rusak, tetapi juga membanggakan kerusakan mereka- hati saya sangat sedih. Tahun lalu ketika berada di New York, saya melihat begitu banyak orang berpawai keliling Manhattan. Saya bertanya kepada orang di sana, perayaan apakah itu? Mereka menjawab bahwa itu adalah pawai yang merayakan hari kebebasan Homoseks (gay pride parade). Hari itu mereka berpawai dan begitu gembira, pria dengan pria, wanita dengan wanita. Sungguh tidak tahu malu, setengah telanjang berjalan-jalan di jalan raya. Meraka mengumumkan bahwa mereka bebas, bebas berbuat dosa. Ketika hidup moral sudah rusak, ketika keluarga sudah berantakan, tetapi manusia masih membanggakan dirinya, berarti dunia ini sudah rusak. Manusia ingin menuntut kebebasan yang liar, bukan kebebasan yang diikat oleh kebenaran. Manusia menginginkan seks yang tidak mau dikendalikan oleh kebenaran dan kekudusan. Tetapi akhirnya hal ini malah menimbulkan berbagai penyakit yang menakutkan seperti AIDS dan berbagai penyakit lainnya. Selain itu, hal ini juga menghasilkan anak-anak yang hidupnya biadab dan liar, menghasilkan generasi muda yang tidak takut kepada Tuhan, dan menimbulkan berbagai perbuatan yang keji dan menakutkan. Inilah dunia yang dilihat oleh Lot. Lot sangat sedih, hatinya susah luar biasa, jiwanya tersiksa. Inilah dukacita yang ketiga.

Apakah orang kristen harus berdukacita? Ya dan harus. Dukacita akan membawa kamu pada pertobatan yang sungguh dari dosa-dosamu. Dukacita menurut kehendak Allah akan membawa kamu pada sukacita karena hidup yang dikoreksi. Berdukacita melihat dunia yang rusak karena hancurnya moralitas manusia.

4. Dukacita karena Orang yang belum Mengenal Kristus

Di dalam Roma 9 : 1-3 dikatakan, “Aku mengatakan kebenaran Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani.” Di dalam ayat ini dikatakan bahwa Paulus mau berbicara sejujur-jujurnya, dari dalam hatinya yang terdalam. Inilah ungkapan isi hati yang dalam.

Kesedihan apakah ini? Inilah kesedihan karena bangsanya belum mengenal Kristus. Pada tahun 2003, sebelum pelaksanaan Kebaktian Kebangunan Rohani di Istora Senayan, saya merasakan desakan yang begitu kuat untuk mengkhotbahkan tema utama:”Yesus Kristus Juruselamat Dunia.” Namun, beberapa orang memperingatkan saya bahwa  saya bisa dibunuh karena mengkhotbahkan tema tersebut. Tetapi saat itu saya sudah bertekad, dan jika dibunuh pun saya rela, karena saya harus menyerukan berita ini kepada bangsaku, bangsa Indonesia. Mereka perlu mendengar bahwa satu-satunya Juruselamat yang bisa menyelamatkan manusia bukanlah berbagai pendiri agama, melainkan Yesus Kristus, Anak Allah yang berinkarnasi. Bukan agama yang bisa menyelamatkan, tetapi penebusan Kristus di kayu salib, dengan darah-Nya yang kudus. Kristus bukanlah tokoh revolusioner. Dia turun dari sorga untuk mempersembahkan diri-Nya untuk penebusan dosa manusia. Ia merelakan diri-Nya untuk dibunuh dan melalui darah-Nya Dia memperdamaikan manusia dengan Allah. Itulah Injil. Saat ini begitu banyak orang belum mengenal Injil. Bahkan banyak orang Kristen yang hanya menjadi Kristen secara formalitas tetapi tidak mempunyai pengalaman pribadi dengan Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka.

Paulus mengatakan bahwa dia memikirkan orang-orang Yahudi. Dia memikirkan saudara-saudara sebangsanya, dan dia menjadi begitu sedih, karena bangsanya telah menolak Kristus. Paulus sampai mengataklan bahwa ungkapan itu merupakan ungkapan jujur, yang disaksikan oleh hati nuraninya, dan juga oleh Roh Kudus. Ini berarti dua saksi merupakan ungkapan bahwa kesaksian itu sah secara hukum. Paulus mau menyatakan bahwa dia sedih dan benar-benar sedih. Inilah kesedihan yang kudus. Saya sedih banyak orang yang berbicara begitu banyak hal-hal yang indah di mimbar, tetapi hatinya tidak jujur, hatinya tidak bersih.

Paulus sedih melihat bangsanya belum mengenal Kristus, sampai-sampai dia rela binasa, terpisah dari Kristus, asal bangsanya boleh bertobat dan kembali kepada Kristus. Hati seperti ini, yaitu hati yang terkoyak-koyak oleh kesedihan yang kudus, membuat dia harus pergi kesana sini, melupakan dirinya, kesenangan dirinya, agar bangsanya boleh mengenal Kristus. Dia tidak menghiraukan mati hidupnya dirinya, tidak menghiraukan keuntungan atau kerugian sendiri, tidak menghiraukan sehat atau sakit dirinya, sampai akhirnya dipenggal kepalanya. Dia rela menanggung semua itu demi melihat dunia dapat mengenal Kristus. Pendeta-pendeta yang mencari kelancaran, mencari keamanan hidup, mencari kenikmatan diri, banyak. Orang Kristen yang hanya mau untung, hidup nyaman, juga banyak. Tetapi yang mau berkhotbah bagi Tuhan dan ingin supaya orang lain mengenal Kristus, sangat sedikit.

Saya kagum pada seorang pendeta, yang secara usia relatif masih muda. Dia seorang biasa. Tetapi hatinya begitu polos dan murni. Dia seorang pendeta yang sungguh sungguh giat memberitakan Injil. Setiap hari dia pergi menginjili orang, mendekati satu per saru orang yang bisa dia temui untuk berbagi injil. Segala upaya mau dia lakukan. Dia pergi ke pusat perbelanjaan, ke rumah sakit, ke mana saja dia bisa memberitakan Injil. Kalimatnya yang begitu paling menggerakkan saya adalah : “Jikalau satu hari saya tidak pergi memberitakan Injil, saya merasa hidup saya hari itu tidak ada arti. Jikalau saya mau tidur di malam hari dan belum menginjili seorang pun, saya tidak bisa tidur.” Jiwa seperti inilah yang membuat gereja berkembang. Jiwa seperti inilah yang membuat orang mengenal Tuhan Yesus. Jiwa yang sedih melihat orang belum percaya dan belum diselamatkan. Tetapi mengapa di dalam gereja begitu sedikit orang seperti ini? Bukankah seharusnya setiap orang percaya mempunyai hati seperti ini? Saya tidak menanyakan berapa banyak hasilnya, dan bagaimana tekniknya, tetapi saya bertanya, apakah ada hati seperti ini? Hati yang sedih melihat jiwa-jiwa yang belum diselamatkan seharusnya merupakan hati setiap orang percaya. Sedihkah kita melihat ada keluarga kita, saudara kita, yang belum percaya? Sedihkah kita melihat suku kita, bangsa kita yang belum percaya? Bolehkah kita hidup nyaman tanpa memberitakan Injil? Kesedihan seperti ini harus senantiasa mengikuti kita, selama kita masih diberi kesempatan hidup di dunia ini. Biarlah kita mengingat, inilah dukacita yang kudus. Inilah dukacita orang Kristen yang akan diingat dan dilihat oleh Tuhan selama-lamanya.

Menangisi diri yang kurang cantik tidak mempunyai arti apa-apa, menangisi diri yang kurang kaya tidaklah berarti banyak, menangisi berbagai kesulitan kita tidak mempunyai banyak makna. Tetapi menangisi dosamu, menangisi rencana Tuhan yang belum engkau jalankan, menangisi masyarakat yang imoral, menangisi orang sezaman kita yang belum percaya kepada Tuhan Yesus, itulah tangisan yang berarti. Biarlah kekudusan Tuhan melanda emosi kita di dalam kesedihan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Amin.

Nama Buku        :  Pengudusan Emosi
Sub Judul           :  Sukacita Yang Kudus
Penulis                :  Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit              :  Momentum, 2011
Halaman           :  26 – 31

Artikel Terkait :