4. Perjanjian Lama dan Kemarahan Allah

Semoga kita bisa membedakan berbagai macam kemarahan. Ada kemarahan-kemarahan yang tidak ada artinya; tetapi juga ada kemarahan-kemarahan yang sangat bermutu tinggi. Seperti apakah kemarahan Tuhan Allah? Jika Alkitab menyatakan bahwa Allah marah atau Allah murka, kemarahan seperti apakah itu?

Di manakah dicatat dalam Alkitab bahwa Allah marah? Alkitab mencatat dengan paling jelas tentang kemarahan Allah di dalam Mazmur 2. Alkitab mencatat: “Maka berkatalah Dia kepada mereka dalam murka-Nya dan mengejutkan mereka dalam kehangatan amarah-Nya” (Mazmur 2:5). Allah murka karena musuh-musuh-Nya telah bersepakat untuk melawan Allah dan Anak-Nya. Inilah kemarahan yang besar. Allah menertawakan mereka, mengolok-ngolok mereka, raja-raja di bumi yang mau melawan Dia dan Yang Diurapi-Nya. Di dalam ayat ini diungkapkan dua macam emosi Tuhan Allah, yaitu 1). Allah tertawa dan mengolok-ngolok mereka; dan 2). Allah marah dengan murka yang besar. Mengapa tertawa? Karena Tuhan tahu bahwa semua yang sedang dipikirkan dan dikerjakan manusia adalah hal yang tidak benar. Allah perlu tertawa dan mengejek mereka. Tertawa itu menyatakan suatu kemenangan Allah yang tidak mungkin diganggu atau dikalahkan. Tertawa ini merupakan suatu kemenangan dan kepastian dari diri Tuhan Allah sendiri, yang tidak mungkin digoyahkan. Tetapi, Dia juga telah marah dengan keras kepada mereka, karena mereka telah berusaha untuk merusak prinsip dan rencana Allah yang kekal. Allah telah menetapkan Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat, yang akan mengeluarkan manusia dari dosanya. Yesus Kristus, Dia “Yang diurapi Allah” ini, kini sedang diolok-olok dan mau dihancurkan oleh raja-raja dan bangsa-bangsa, Allah marah kepada mereka.

Pada saat Allah marah, maka tidak seorangpun dapat menolong orang yang sedang di bawah murka Allah. Tidak seorang pun sanggup melepaskan diri atau menolong orang lain yang sedang berada di bawah murka Allah. Satu kali Allah marah, maka semua dunia ini harus binasa, kecuali sekelompok kaum pilihan yang disisakan di dalam beberapa kasus. Misalnya di dalam kasus Nuh dan air bah, hanya Nuh sekeluarga (delapan orang) yang diselamatkan, sementara semua orng lain dihanyutkan Allah yang terbesar dalam sejarah, yang bisa kita lihat. Tidak ada suku, tidak ada negara, yang terluput dari kemarahan Allah. Allah membasmi seluruh umat manusia. Seberapa besar kemarahan Allah? sampai di mana ada manusia, sampai di sana air bah itu melanda. Tuhan membasmi semua manusia.

Air bah yang begitu dasyat adalah air bah yang menghabiskan seluruh umat manusia dan hanya menyisakan Nuh, istrinya, tiga anaknya dan tiga menantunya. Ketiga anaknya yaitu Sem, Ham dan Jafet, menjadi tiga pokok keturunan yang baru bagi seluruh umat manusia. Orang-orang kulit hitam merupakan keturunan ham, orang-orang semitik dari Sem, dan orang kulit putih dari Jafet.

Allah juga menyatakan kemarahan-Nya dengan mendatangkan api ke Sodom dan Gomora. Allah marah dan tanpa ampun menghabiskan seluruh wilayah Sodom dan Gomora. Api menghanguskan apa saja yang ada di sana. Allah kita adalah api yang menghanguskan. Dan cerita ini terus berlanjut sampai Kitab Wahyu, di mana Allah marah dan menghukum manusia di neraka. Neraka merupakan api yang menyala-nyala untuk menghukum mereka yang dihukum Tuhan Allah dan dibinasakan di sana. Dari kejadian hingga Wahyu kita melihat adanya kemarahan-kemarahan Allah  yang tidak terlalu besar. Memang tidak selalu Allah marah, karena Allah memang tidak mudah marah.

Ketika Allah menunggu manusia bertobat, Dia memberikan pengajaran-pengajaran agar manusia bertobat. Allah mengirimkan nabi-nabi, memberikan berita-berita, agar manusia bertobat dan bertobat. Jika manusia tidak bertobat, maka kemarahan itu akan tiba kepadanya. Namun kalau manusia itu bertobat maka kemarahan itu tidak perlu tiba padanya. Manusia mendengar Firman Tuhan, lalu takluk dan taat, dengan rendah hati mengoyakkan pakaian, menaruh abu di kepala, mengaku dosa, maka Tuhan menyingkirkan kemarahan itu dari manusia. Seperti pada zaman Nabi Yunus, Yunus dikirim ke Niniwe untuk memberitakan berita pertobatan, dan seluruh penduduk Niniwe, dari raja hingga rakyat jelata bertobat dan Allah tidak jadi menurunkan bencana kepada mereka. Allah tidak jadi menghukum mati kota itu dan membinasakan semua makhluk di situ. Tetapi jangan berfikir bahwa kalau Allah telah mengampuni dan tidak jadi menghukum, maka kita boleh hidup sembarangan. Sekitar 150 tahun kemudian, kota Niniwe tetap dihancurkan dan dibinasakan, karena mereka mengulangi dosa yang sama. Itulah sebabnya, ketika membaca Kitab Yunus, kita mendapat berita bahwa Allah tidak jadi menghukum Niniwe (Yunus 3 : 10); tetapi ketika kita membaca Kitab Nahum, maka dikatakan bahwa Niniwe akan dilupakan orang untuk selama-lamanya (Nahum 1 : 15). Hanya seratus luma puluh tahun diperpanjang hidupnya, lalu dihancurkan, karena Allah marah. Di dalam Perjanjian Lama, kita melihat Allah Bapa yang marah.

5. Perjanjian Baru Dan Allah yang Marah

Di dalam Perjanjian Lama kita melihat bahwa Allah Bapa marah. Dan kini di Perjanjian Baru kita melihat Yesus Kristus marah. Jika kita mengenal Perjanjian Lama sebagai pernyataan keadilan Allah, sehingga memang wajar jika dinyatakan bahwa Allah adalah Allah yang marah dan menegakkan keadilan-Nya, maka bagaimana dengan Perjanjian Baru? Bukankah kita mengenal Perjanjian Baru sebagai pernyataan cinta kasih Allah? Bukankah Yesus Kristus adalah Allah Putra yang menyatakan  cinta kasih Allah? Bukankah tema Perjanjian Baru adalah pengampunan, kemurahan, dan cinta kasih Allah kepada manusia?

Kita tidak bisa dan tidak boleh melihat secara sangat ekstrem sedemikian. Didalam Perjanjian Lama ada kemarahan, tetapi juga ada cinta kasih; sebaliknya dia didalam Perjanjian Baru ada cinta kasih, tetapi juga ada kemarahan Allah. Di dalam kemarahan Tuhan disisakan cinta kasih bagi kaum pilihan, dan di dalam cinta kasih Allah disisakan kemarahan bagi mereka yang tidak mau bertobat. Yesus Kristus dua kali marah. Alkitab menyatakan bahwa dua kali Tuhan Yesus marah sekali dengan mata yang memandang tajam kepada orang yang dimarahi-Nya. Dua kali Tuhan Yesus marah ditempat yang sama yaitu Bait Allah.

Sebelum Tuhan Yesus melakukan karya Mesianik yang agung, Dia masuk ke dalam Bait Allah dan melihat orang-orang menjadikan tempat itu sebagai tempat berjualan. Bait Allah dijadikan bagai sarang penyamun. Yesus sangat marah melihat semua itu. Dia mengusir semua pedagang di Bait Allah. Dia juga mengusir semua penukar uang, dan juga berbagai orang lain yang terlibat dalam perdagangan korban itu. Dia marah dan mengatakan : “Jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan” (Yohanes 2:16). Yesus Kristus bukanlah Allah yang tidak bisa marah. Dia marah dengan sangat keras. Tetapi perhatikanlah baik-baik, bahwa ketika Kristus marah, Dia tidak marah tanpa akal atau sekedar meluapkan emosi yang tak terkontrol. Dia marah dengan pengertian yang jelas dan pemikiran yang jernih. Dia marah di dalam Kebenaran. Dia marah dengan prinsip dan cara yang terkontrol. Dari mana kita mengetahui hal ini? Kita bisa melihat bagaimana ketika Dia marah dan menunggangbalikan semua meja penukar uang, sehingga uang mereka berhamburan. Tetapi ketika Dia marah terhadap para penjual binatang, Dia tidak melepaskan semua burung-burung dari kandang, karena burung yang dilepaskan tidak bisa kembali, sementara uang yang dihamburkan masih bisa dipungut lagi (Yohanes 2:14-16) Dia memang marah, tetapi Dia tidak menghancurkan nafkah hidup seseorang. Ini bijaksana di dalam kemarahan yang suci.

Terkadang seorang wanita marah, piring dibanting, kursi dirusak, itu semua tidak bisa dikembalikan lagi. Jangan marah seperti itu. Itu adalah kemarahan yang tidak suci. Jangan marah yang bersifat merusak. Kalau mau membanting, banting bantal saja, karena tidak akan rusak. Jika membanting piring, maka akan menjadi puing. Kalau engkau mau membanting, bantinglah cincin emas, dia tidak akan berubah; tetapi jangan membanting radio, membanting televisi, membanting barang-barang yang bisa pecah dan rusak. Akhirnya setelah semua hancur, kemudian menyesal dan menangis. Tuhan Yesus di dalam kemarahan tetap mengendalikan emosi. Dia sadar sepenuhnya di dalam kemarahan-Nya sehingga semuanya terkendali dan tetap di dalam hikmat sejati.

Siapa yang mengatakan orang Kristen tidak boleh marah? Siapa yang mengatakan bahwa seseorang yang marah berarti tidak ada Roh Kudus? Siapa yang mengatakan bahwa marah itu berdosa? Jika marah berdosa, berarti Allah dan Kristus juga berdosa. Yesus Kristus tidak berdosa. Allah Bapa tidak berdosa, Roh Kudus tidak berdosa, dan Allah Tritunggal adalah satu-satunya yang sanggup dan berhak menghakimi dosa. Marah tidak selalu berdosa. Namun, marah seperti apa yang tidak berdosa?

Roh Kudus juga marah. Dari mana kita mengetahui hal ini? Ketika Ananias dan Safira menjual tanah mereka, mereka bermaksud memberikan hasil penjualannya sebagai persembahan. Mereka tidak mau memberikan semua, tetapi mereka mengatakan  bahwa mereka telah memberikan semuanya. Petrus menegaskan kepada mereka bahwa uang hasil penjualan tanah mereka itu adalah uang mereka, milik mereka. Tetapi apa yang menjadi kesalahan mereka ialah mereka telah menipu dan mengatakan yang tidak sebenarnya. Petrus menegaskan bahwa mereka bukan menipu manusia, tetapi telah menipu Allah. Penipuan itu adalah penipuan kepada Roh Kudus. Dan saat itu, kemarahan Roh Kudus tiba atas kedua orang itu, dan mereka langsung jatuh dan mati. Di sini kita melihat bahwa penipuan terhadap Allah adalah penipuan terhadap Roh Kudus. Ini merupakan penunjukan identitas bahwa Roh Kudus adalah Allah. Ketika Roh Kudus marah, maka tidak ada ampun lagi bagi manusia. Ananias dan Safira mati saat itu juga.

Melalui hal-hal di atas, kita melihat bagaimana Allah marah. Allah bukan Allah yang tidak boleh dan tidak bisa marah. Ini Allah yangdinyatakan oleh Alkitab, Bagaimana Manusia?

Nama Buku        :  Pengudusan Emosi
Sub Judul           :  Sukacita Yang Kudus
Penulis                :  Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit              :  Momentum, 2011
Halaman           :  88 – 94

Artikel Terkait :