Seperti kita ketahui bahwa setiap aktiva tetap memungkinkan mengalami pengurangan nilai dari satu periode ke periode berikutnya, hal ini mengakibatkan nilai aktiva tetap akan menjadi turun apabila sudah dipakai atau digunakan dalam periode tertentu, peristiwa ini dalam akuntansi dikenal adanya penyusutan aktiva tetap. Hal yang prinsip dari penyusutan (depreciation) dan amortisasi aktiva tetap baik secara  Fiskal dan Akuntansi (komersial) yaitu untuk mengalokasikan nilai perolehan ke masa manfaat aktiva tetap dan harta tak berwujud tersebut untuk dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung laba neto.

Dalam beberapa kali kesempatan penulis pernah mengulas hal-hal tentang penyusutan semuanya tentang harta berwujud, diantaranya adalah :

Maka kali ini penulis mengulas hal-hal tentang penyusutan atas aktiva tidak berwujud dengan judul tulisan “Sekilas Tentang Amortisasi Aktiva Tidak Berwujud,” semoga tulisan ini memberikan informasi yang bermanfaat.

Aktiva Tidak Berwujud

Perusahaan sering kali mengeluarkan sumber daya untuk mendapatkan, mengembangkan, memelihara atau memperkuat sumber daya tidak berwujud, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang. Contoh aktiva tidak berwujud yang dicakup dalam judul luas tersebut adalah : piranti lunak komputer, hak paten, fil gambar hidup, daftar pelanggan, hak penguasaan hutan, kuata impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, kesetiaan pelanggan, hak pemasaran dan pangsa pasar.

Berdasarkan eksistensinya, aktiva tak berwujud dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori:

  1. Aktiva tidak berwujud yang eksistensinya dibatasi oleh ketentuan perundang-undangan, peraturan pemerintah, perjanjian yang dibuat antara para pihak atau sifat dari aktiva tersebut, misalnya hak paten, hak sewa, hak cipta, franchise yang terbatas, lisensi.
  2. Aktiva tak berwujud yang masa manfaatnya tidak terbatas dan tidak dapat dipastikan masa berakhirnya, misalnya merk dagang, proses dan formula rahasia, perpetual franchise, goodwill.

Jenis Aktiva Tidak Berwujud

Beberapa pengertian  dan yang termasuk dalam aktiva tidak berwujud (intengible asset) antara lain, yaitu :

1. Hak Paten

Dalam  Pasal 1 ayat (1) UU  Nomor 14 tahun 2001 dikatakan bahwa Hak Paten  adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara, dalam hal ini, Pemerintah Republik Indonesia, kepada investor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuan tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Hak paten dapat diartikan sebagai  hak untuk memproduksi atau menggandakan suatu penemuan agar memberikan penghasilan bagi pemilik hak.

Konsep paten mendorong inventor (seseorang yang melakukan pekerjaan untuk mengkreasikan suatu hal yang baru untuk yang pertama kali) untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.

2. Hak Cipta

Dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap.

Singkatnya Hak Cipta adalah hak yang diberikan pada seseorang karena menciptakan sesuatu yang belum dikenal sebelumnya. Dalam pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu:

  • buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
  • ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
  • alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  • lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
  • drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
  • seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
  • Arsitektur, peta, seni batik, fotografi, dll

Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-DepkumHAM).

3. Franchise (waralaba)

Franchise adalah hak yang diberikan kepada perusahaan atau sesorang untuk menggunakan barang atau nama pemberi hak.

Franchise mulai menjadi salah satu alternatif bagi investor yang ingin menanamkan modalnya. Pembahasan mengenai franchise ini sendiri tidak terlepas dari unsur intangible assets (aktiva tidak berwujud) yang terkandung dan menjadi ciri khas dari sistem ini.

4. Goodwill

Goodwill biasa juga disebut nama baik, produk dari perusahaan yang memiliki nama baik di pasar biasanya mudah dijual.

5. Hak Merek

Hak merek adalah hak untuk menggunakan merek dari suatu perusahaan secara monopoli.

Dalam UU no. 15 tahun 2001 disebutkan bahwa merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki  daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.

Azas konstitutif di Indonesia, pemegang Hak Merek adalah yang mendaftarkan untuk pertama kalinya (first to file) di Direktorat Jenderal HaKI. Ini menggantikan azas first to use.

6. Hak Sewa (Lease Hold)

Hak yang diperoleh atas suatu sewa aktiva tertentu (sewa tempat usaha, sewa gedung, sewa mesin) yang biasanya menggunakan kurun waktu tertentu, disahkan oleh pejabat pembuat akte (notaris). Hak sewa dinyatakan sebagai aktiva tetap (tak berwujud) karena dua alasan :

  1. Hak sewa memberikan kontribusi nyata bagi perusahaan, atau dengan kata lain, atas sumber daya (dana) yang dikeluarkan diharapkan hak sewa akan memberikan manfaat kembali (berpotensi menghasilkan kas atau manfaat) di masa yang akan datang.
  2. Manfaat yang akan diterima oleh perusahaan atas kepemilikan hak sewa, akan dinikmati oleh perusahaan untuk periode waktu lebih dari satu tahun buku.

7. Hak Penggandaan (Copyright)

Copyright adalah hak yang berikan atas suatu penulisan, baik itu berupa karya ilmiah, puisi, novel, maupun lyric lagu, notasi lagu/irama tertentu, script atau scenario film tertentu. Copyright meliputi hak untuk memperbanyak dan mengedarkannya.

8. Biaya Organisasi

Biaya yang timbul dalam bentukan suatu organisasi perusahaan tersebut biaya organisasi. Biaya tersebut meliputi pengeluaran untuk biaya jasa yang dibayarkan kepada underwriters untuk pengurusan saham dan obligasi, biaya pengurusan ijin dan akte pendirian dan biaya promosi untuk pengenalan kepada organisasi kepada masyarakat. Biaya-biaya tersebut dikapitalisasi sebagau aktiva tidak berwujud dengan nama Biaya Organisasi. Sebenarnya biaya organisasi akan bermanfaat selama hidup perusahaan, tetapi dalam praktik perusahaan menetapkan masa manfaat dengan taksiran tertentu yang dianggap wajar. Seperti halnya aktiva tak berwujud lainnya, biaya organisasi juga diamortisasi selama jangka waktu tertentu.

Karakteristik Aktiva Tidak Berwujud

Beberapa karakteristik aktiva tidak berwujud diantaranya adalah :

  1. Kurang memiliki eksistensi fisik, tidak seperti aktiva berwujud seperti property, pabrik, dan peralatan, aktiva tak berwujud memperoleh nilai dari hak dan keistimewaan atau privilege yang diberikan pada perusahaan yang menggunakannya.
  2. Bukan merupakan instrument keuangan, aktiva seperti deposito bank, piutang usaha, dan investasi jangka panjang dalam obligasi serta saham tidak memiliki substansi fisik, tetapi tidak diklasifikasikan sebagai aktiva tak berwujud. Aktiva ini merupakan instrument keuangan dan menghasilkan nilainya dari hak untuk menerima kas atau ekuivalen kas di masa depan.
  3. Bersifat jangka panjang dan menjadi subjek amortisasi, Aktiva tak berwujud menyediakan jasa selama periode bertahun tahun. Investasi dalam aktiva ini biasanya dibebankan pada periode masa mendatang melalui beban amortisasi periodik.

Pengakuan dan Pengukuran Awal Aktiva Tidak Berwujud

Aktiva tidak berwujud hanya diakui jika :

  • Kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aktiva tersebut. Dalam hal ini perusahaan harus menggunakan asumsi yang masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan, yang merupakan estimasi terbaik manajemen atas kondisi ekonomi yang berlaku sepanjang masa manfaat aktiva tersebut.
  • Biaya perolehan aktiva tersebut dapat diukur secara andal.

Pengeluaran untuk suatu pos aktiva tidak berwujud diakui sebagai beban pada saat terjadinya, kecuali :

  1. pengeluaran itu merupakan bagian dari biaya perolehan aktiva tidak berwujud yang memenuhi kriteria pengakuan.
  2. pos tersebut diperoleh melalui suatu penggabungan usaha yang berbentuk akuisisi dan tidak dapat diakui sebagai aktiva tidak berwujud.

Perpajakan Atas Aktiva Tidak Berwujud

Amortisasi Aktiva Tidak Berwujud

Berdasarkan penjelasan Pasal 11A UU PPh dijelaskan aktiva tidak berwujud yang dapat diamortisasi (dalam akuntansi dikenal dengan istilah deplesi), dengan penjelasan sebagai berikut :

Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun diamortisasi dengan metode:

  1. dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat; atau
  2. dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku.

Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud yang menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus.

Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran sehingga amortisasi pada tahun pertama dihitung secara prorata. Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang-bidang usaha tertentu perlu diberikan pengaturan tersendiri untuk amortisasi yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Penentuan masa manfaat dan tarif amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi Wajib Pajak dalam melakukan amortisasi.

Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut

Kelompok Harta
Tak Berwujud
Masa Manfaat Tarif Amortisasi berdasarkan
metode
Garis
Lurus
Saldo
Menurun
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
25%
12,5%
6,25%
5%
50%
25%
12,5%
10%

Wajib Pajak dapat melakukan amortisasi sesuai dengan metode yang dipilihnya berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya dari tiap harta tak berwujud. Tarif amortisasi yang diterapkan didasarkan pada kelompok masa manfaat.

Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa manfaat  yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya 6 (enam) tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8 (delapan) tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya 5 (lima) tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun.

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait pembiayaan aktiva tidak berwujud diantaranya adalah :

  • Pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya (termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
  • Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal (dapat dipilih apakah diamortisasi dengan metode di atas atau langsung dibebankan seluruhnya pada tahun terjadinya.
  • Pengeluaran yang dilakukan sebelum perusahaan beroperasi komersial yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, dikapitalisasi (sebagai biaya pra operasi) kemudian dimortisasi dengan metode di atas.
  • Yang termasuk pengeluaran pra operasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum perusahaan beroperasi komersial, misalnya biaya study kelayakan dan biaya produksi percobaan, tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Pengeluaran yang rutin tersebut harus dibebankan sekaligus pada tahun terjadinya.

Contoh Amortisasi Aktiva Tidak Berwujud

PT. Landong Dibutuhana pada tanggal 01 Agustus 2014 mengeluarkan uang sebanyak Rp. 100 Juta untuk memperoleh hak lisensi dari Phoenixcycle Ltd selama 4 tahun untuk memproduksi sepeda Phoenix. Penghitungan amortisasi atas hak lisensi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Metode Garis Lurus

Amortisasi tahun 2014 adalah 5/12 x 25 % x Rp. 100 Juta = Rp. 10.416.666,66
Amortisasi tahun 2015 adalah 25 % x Rp. 100 Juta = Rp. 25 Juta
Amortisasi tahun 2016 adalah 25 % x Rp. 100 Juta = Rp. 25 Juta
Amortisasi tahun 2017 adalah 25 % x Rp. 100 Juta = Rp. 25 Juta
Amortisasi tahun 2018 adalah  disusutkan sekaligus Rp. 14.583.333,33

2. Metode Saldo Menurun

Amortisasi tahun 2014 adalah 5/12 x 50 % x Rp. 100 Juta = Rp. 20.833.333,33
Amortisasi tahun 2015 adalah 50 % x (`Rp. 100 Juta – Rp. 20.833.333,33 ) = Rp. 39.583.333,34
Amortisasi tahun 2016 adalah 50 % x ( Rp. 50 Juta – Rp. 39.583.333,34 ) = Rp. 19.791.666,67

Amortisasi tahun 2017 adalah 50 % x ( Rp. 50 Juta – Rp. 19.791.666,67 ) = Rp. 9.895.833,33

Amortisasi tahun 2018 adalah karena tahun 2018 merupakan akhir masa manfaat, maka pada tahun 2018 seluruh sisa nilai buku diamortisasikan sekaligus sehingga tahun 2018 adalah Rp. 9.895.833,33

Pada tahun 2014 PT. Lokkot Oil mengeluarkan uangnya sebesar Rp. 1.000.000.000,- untuk memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan minyak bumi ditaksir 5.000.000 barel. Produksi minyak bumi tahun 2015 mencapai 1.500.000 barel. Besarnya amortisasi untuk tahun 2015 adalah :

Metode Satuan Produksi

Tarif amortisasi = ( realisasi penambangan : taksiran kandungan ) x 100 %
= ( 1.500.000 : 5.000.000 ) x 100 % = 30 %
Amortisasi 2015 = 30 % x Rp. 1.000.000.000,- = Rp. 300.000.000,-
Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran yang belum diamortisasikan, maka atas sisa tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.

loading….

Sumber referensi : PSAK No 19, UU PPh, dan beberapa catatan rekan bloger