Dari beberapa surat keberatan yang pernah penulis tangani ada salah satu kasus yang kali ini akan coba penulis bahas yaitu terkait dengan adanya penambahan aset dengan nama akun pekerjaan dalam proses sering disebut Construction in Progress (CIP) atau Assets Under Construction (AUC). Akun ini selalu dituduh sepihak sebagi objek PPh Pasal 4 ayat (2) oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak, tentu didasarkan bahwa wajib pajak gagal membuktikan kepada Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak tersebut bahwa pekerjaan dalam proses tersebut bukanlah sepenuhnya objek PPh Pasal 4 ayat (2).

Dalam tulisan ini saya tidak memfokuskan tentang apakah Pekerjaan Dalam Proses tersebut merupakan objek pasal 4 ayat (2) atau bukan, melainkan pada akun apa nantinya pekerjaan dalam proses itu direklas/ditransfer. Misalnya perusahaan sedang melakukan peremajaan, penggantian atau penambahan mesin baru yang melekat pada gedung pabrik dan untuk sementara perusahaan memasukkannya dalam akun Pekerjaan Dalam Proses dan tahun berikutnya setelah selesai dikerjakan/siap digunakan untuk produksi wajib pajak mentransfer ke akun gedung dan bukannya mesin tentu hal ini akan berefek pada penggunaan masa manfaat, tarif penyusutan dan berujung kepada pajak penghasilan terutang pada laba rugi perusahaan. Hal itu adalah sebagian contoh efek dari Pekerjaan Dalam Proses yang akan  menjadi topi pembahasan kali ini. Adapun judul tulisan  medio Agustus ini adalah “Sekilas Tentang Pekerjaan Dalam proses” semoga dapat memberi informasi yang menghibur… “loh.” 😀

Dasar Pencantuman Akun Pekerjaan Dalam Proses

Setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda pada saat perolehan mesin, maupun peralatan pabrik dimana biaya atas perolehan tersebut dimasukkan terlebih dahulu dalam akun Pekerjaan Dalam Proses sering disebut Construction in Progress (CIP) atau Assets Under Construction (AUC), sebelum aset tersebut (Mesin, peralatan pabrik) tersebut dapat digunakan  atau dipakai dalam proses produksi.

Beberapa alasan perusahaan adalah untuk menguji dan memasang/meng-install  aset-aset tersebut sampai aset tersebut  siap dipakai untuk proses produksi. Dan pada saat aset tersebut siap digunakan untuk proses produksi, maka perusahaan akan mentransfer/mereklasifikasi aset tersebut dari pos Pekerjaan Dalam Proses (CIP atau AUC) ke akun/pos aktiva tetap mesin dan peralatan pabrik dalam hal aset yang dimaksud adalah mesin dan peralatan pabrik, dalam hal aset yang dimaksud adalah bangunan yang telah selesai pengerjaannya maka bangunan tersebut akan direklas dari pos Pekerjaan Dalam Proses (CIP atau AUC) ke akun/pos aktiva tetap bangunan.

Pentingnya Pengujian Aktiva Tetap

Beberapa hal yang harus diperhatikan terkait sifat dari suatu aktiva tetap yang meliputi property, plant, dan equity adalah :

  • Bertujuan untuk digunakan dalam operasional  perusahaan (bukan untuk diperjual belikan).
  • Masa manfaat dari aktiva harus lebih dari satu tahun
  • Nilai dan jumlahnya cukup material

Aktiva tetap dapat dibedakan atas aktiva tetap berwujud (fixed tangibel asset) dan aktiva tetap tidak berwujud (fixed intangibel asset). Aktiva tetap berwujud adalah aktiva yang berbentuk, dapat dilihat dan dapat diraba dengan contoh : tanah, gedung, termasuk pagar, lapangan parkir, taman, mesin, peralatan, furniture dan fixture, kendaraan, dll. Sementara  Aktiva tetap tidak berwujud adalah aktiva yang tidak berbentuk, tidak dapat dilihat dan diraba dengan contoh : hak paten, hak cipta, franchise, goodwill, dll.

Pengujian aktiva tetap yang dilakukan secara periodik oleh manajemen perusahaan sangatlah penting dan beberapa tujuan yang diharapkan diantaranya adalah :

  1. Untuk mengetahui apakah perusahaan memiliki pengawasan internal yang baik atas aktiva tetapnya.
  2. Untuk mengetahui bahwa aktiva tetap yang tercantum dalam neraca telah sesuai fakta dan masih digunakan oleh perusahaan,
  3. Untuk mengetahui apakah penambahan aktiva tetap dalam tahun berjalan benar-benar merupakan suatu pengeluaran modal (capital expenditure) dan diotorisasi oleh pejabat yang berwenang serta didukung dengan dengan bukti-bukti yang lengkap dan benar.
  4. Untuk mengetahui apakah penarikan aktiva tetap (disposal) sudah dilakukan pencatatan dengan baik dan diotorisasi oleh pejabat yang berwenang.
  5. Untuk mengetahui apakah pembebanan penyusutan dalam tahun (periode) yang diperiksa dilakukan dengan cara yang sesuai dengan SAK, konsisten, dan apakah perhitungannya telah dilakukan dengan benar (secara akurat).
  6. Untuk mengetahui apakah ada aktiva tetap yang dijadikan sebagai jaminan.
  7. Untuk mengetahui apakah ada aktiva tetap yang disewakan, jika ada apakah pendapatan sewa sudah diterima perusahaan.
  8. Untuk mengetahui  apakah ada aktiva tetap yang mengalami penurunan nilai (imperment).
  9. Untuk mengetahui apakah penyajian aktiva tetap dalam laporan keuangan, sesuai  dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.

Dalam pengujian aktiva tetap dilakukan oleh manajemen perusahaan dengan prosedur pengujian aktiva tetap yang umum dilakukan adalah sebagai berikut :

  1. Melakukan evaluasi internal control atas aktiva tetap.
  2. Terdapatnya Top Supporting Schedule aktiva tetap, yang berisikan : Saldo awal, penambahan serta pengurangan-pengurangannya dan saldo akhir, baik untuk harga perolehan maupun akumulasi penyusutannya.
  3. Melakukan pengecekan footing dan csoss footingnya dan cocokkan totalnya dengan General Ledger atau Sub-Ledger, saldo awal dengan working paper tahun lalu.
  4. Melakukan Pemeriksaan  fiski dari Fixed Assets tersebut (dengan cara test basis) dan periksa kondisi dan nomor kode dari Fixed Assets.
  5. Melakukan pemeriksaan bukti pemilikan aktiva tetap. Untuk tanah, gedung, periksa sertifikat tanah dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) serta SIPB (Surat Izin Penempatan Bangunan). Untuk mobil, motor, periksa BPKP, STNKnya.
  6. Menguji dan memeriksa apakah Capitalization Policy dan Depreciation Policy yang dijalankan konsisten dari tahun sebelumnya.
  7. Melakukan analisis tentang perkiraan Repair & Maintenance, sehingga kita dapat mengetahui apakah ada pengeluaran yang seharusnya masuk dalam kelompok Capital Expenditures tetapi dicatat sebagai Revenue Expenditures.
  8. Melakukan pemeriksaan apakah Fixed Assets tersebut sudah diasuransikan dan apakah Insurance Coverage-nya cukup atau tidak.
  9. Melakukan test perhitungan penyusutan, cross reference angka penyusutan dengan biaya penyusutan diperkiraan laba rugi dan periksa alokasi/distribusi biaya penyusutan.
  10. Melakukan pemeriksaan notulen rapat, perjanjian kredit, jawaban konfirmasi dari bank untuk memeriksa apakah ada Fixed Assets dijadikan sebagai jaminan atau tidak.
  11. Melakukan pemeriksaan apakah ada Commitment yang dibuat oleh perusahaan untuk membeli atau menjual Fixed Assets.
  12. Terkait pekerjaan dalam proses (CIP/AUC), lakukan pemeriksaan penambahannya dan apakah ada Construction in progress yang harus di transfer ke Fixed Assets.
  13. Jika ada aktiva tetap yang diperoleh melalui leasing, lakukan pemeriksaan lease agreement dan periksa apakah accounting treatmentnya sudah sesuai dengan standar akuntansi leasing.
  14. Melakukan pemeriksaan apakah ada aktiva tetap yang dijadikan agunan kredit di bank.
  15. Melakukan pemeriksaan apakah ada aktiva tetap yang disewakan kepada pihak ketiga, jika ada, periksa apakah pendapatan sewa sudah dibukukan dan diterima perusahaan.
  16. Melakukan pemeriksaan apakah ada aktiva tetap yang mengalami penurunan harga (impairment).
  17. Melakukan pemeriksaan atas penyajian dalam laporan keuangan, apakah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.

Aktiva Tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi per\usahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Maka apabila aktiva tetap dan penyusutan disajikan dalam laporan keuangan secara tidak wajar maka akan memberikan informasi yang menyesatkan bagi laporan keuangan tersebut, untuk mengecek kebenarannya informasi laporan keuangan perlu dilakukan penelitian prosedur akuntansi yang ada.

Penelitian terhadap aktiva tetap memerlukan waktu yang relative singkat dan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan memeriksa pos lainnya. Hal ini dikarenakan penelitian aktiva tetap hanya berputar di suatu tempat dalam arti tidak perlu konfirmasi pihak ke tiga, terlebih setiap pengeluaran tersebut masih dimasukan dalam pos Pekerjaan Dalam Proses (CIP/AUC) tentu hal ini akan lebih praktis lagi apabila CIP/AUC tersebut sudah direklas pada pos/akun aktiva tetap baik gedung maupun mesin dan peralatan.

Penutup

Kadangkala sebagai penelaah keberatan ada kekecewaan tersendiri apabila dasar koreksi yang dilakukan adalah hanya sebatas ekualisasi jasa konstruksi yang tercantum dalam SPT Masa PPh pasal 4 ayat (2) dibandingkan dengan total penambahan aset (neraca) dengan nama akun Pekerjaan Dalam Proses (CIP/AUC) yang ada dalam laporan keuangan perusahaan. Menggunakan pasal 26 A poin 4 UU nomor 28 tahun 2007 yang mengatakan “Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi  yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, formasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya,” sebagai dasar untuk mempertahankan suatu sengketa adalah sesuatu yang naif  dan terkesan sembrono.

Sebagaimana contoh yang diberikan di awal tulisan bahwa memang terdapat beberapa unsur yang dapat dikatakan sebagai pekerjaan konstruksi (penegasan SE-13/PJ/2002) adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan  arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk, mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk perawatannya;

pengertian pekerjaan perawatan berupa pembersihan dan pengecetan bangunan atau bentuk fisik lainnya yang dilakukan oleh bukan pengusaha jasa konstruksi, pekerjaan pemasangan dan pemeliharaan/perbaikan mesin dan peralatan mekanik atau elektrik serta komponen-komponen bangunan siap pasang (prefabricated) sebagai pelayanan purna jual (after sales services) yang dilakukan langsung oleh pabrikan atau pemasok mesin dan peralatan tersebut, serta pekerjaan jasa teknik, disain interior dan pertamanan yang dilakukan oleh bukan pengusaha jasa konstruksi, tidak termasuk dalam pengertian pekerjaan konstruksi.

Dalam contoh tersebut juga disebutkan bahwa Pekerjaan Dalam Proses (CIP/AUC) telah dapat dan siap digunakan namun dimasukkan dalam akun aktiva tetap gedung padahal kenyataannya aktiva tersebut adalah pembelian mesin dan spare-partnya yang seharusnya masuk dalam akun aktiva tetap mesin dan peralatan. Apabila perusahaan melakukan hal seperti ini, penulis berpendapat bahwa hal ini merupakan kecerobahan perusahaan yang dapat mempengaruhi jumlah pajak yang seharusnya disetorkan ke kas negara.

loading…

Artikel Terkait :