5. Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Kelima, kita bisa frustasi karena kita membandingkan diri dengan orang lain. Membandingkan diri dengan orang lain merupakan suatu kecelakaan yang tersembunyi. Sangat tidak baik bila kita membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Dia adalah dia, saya adalah saya, dan kamu adalah kamu. Saya bukan kamu, kamu bukan dia, dia bukan saya. Karena saya adalah saya, maka saya harus berpijak kepada anugerah, janji Tuhan, potensi dan semua kemampuan yang ditanam Tuhan di dalam diri saya untuk saya mengerti dan perkembangkan, dan saya harus mempertaruhkan diri saya di dalam diri Tuhan. Itu cara yang benar untuk kita bertumbuh. Jangan kita suka membandingkan diri dengan orang lain. Jangan kita iri hati terhadap orang lain. Kalau orang lain menyanyi lebih baik, kamu mulai menangis, dan semakin kamu menangis, semakin jelek suaramu, iri hati tidaklah berguna.

Ada yang memprotes. “Tuhan, mengapa Engkau memberi dia dan tidak memberi saya?” Kira-kira Tuhan akan menjawab:”Kalau Aku berikan kepada kamu, orang di disebelahmu juga marah. Kalau Aku berikan kepada orang di sebelahmu, setelah dari sebelahmu juga marah. Jadi kepada siapa Aku mau memberi anugerah, itu adalah bagian-Ku. Aku mengasihani siapa yang adalah umat pilihan-Ku. Kamu tidak usah ikut campur, karena ini adalah kedaulatan-Ku.” Iri hati dan suka membanding-bandingkan diri dengan orang lain merupakan sumber kecelakaan bagi diri kita. Dalam peribahasa Tionghoa ada dua kalimat yang sangat ironis: istri yang baik selalu milik orang lain, tetapi terhadap posisimu selalu kamu menganggap dirimu yang paling baik. Kita sering beranggapan istri atau suami orang lain lebih baik. Dari mana kamu tahu? Bukankah kamu tidak pernah menikah dengannya? Mengapa orang yang suka main pelacur hidup pernikahannya tidak bahagia? Itu karena dia sudah tahu orang yang berbeda-beda, lalu mulai membanding-bandingkan. Itu suatu kebodohan. Nikmati dan cukupkan dengan satu istrimu. Satu istri saja sudah cukup repot, harus saling mengisi, saling membantu, saling melayani. Suka melihat kepada orang lain, lalu tidak puas pada diri, adalah suatu kebodohan. Kita seharusnya merasa puas dengan apa yang Tuhan karuniakan kepada kita. Membandingkan  diri dengan orang lain itu sumber kecelakaan untuk hari depan. Iri hati tidak pernah menolong. Iri hati hanya merusak, destruktif dan menghancurkan. Iri hati tidak pernah memberikan penghiburan.

Amsal 3:5-8 mengatakan bahwa jika kamu memandang kepada Tuhan, konsentrasilah kepada Dia dan jangan bersandar pada kebijaksanaanmu sendiri, ini akan menyembuhkan pusarmu dan menyegarkan tulang-tulangmu. Akan melicinkan atau memberikan pelumas di dalam tulang-tulangmu. Kalau seseorang gerak badan, terasa enak sekali. Orang tua kalau bergerak kaku. Anak kecil kalau goyang badan begitu lentur, karena persendian tulang-tulangnya penuh dengan lubrikasi (pelumas). Tetapi jika kamu iri hati dan merasa diri pintar, maka kamu menjadi orang yang kaku dan susah bergerak, menjadi orang yang penuh dengan kepahitan. Ada lelucon yang mengatakan, kalau seseorang botak di depan, dia adalah orang yang suka berkelahi dengan istrinya; karena dijambak, jadi botak. Kalau botak dibelakang, dia itu sangat dikasihi istrinya, terus dibelai-belai sampai botak. Ada versi yang mengatakan, kalau seseorang botak di depan, dia itu orang pintar, kalau botak  belakang, orang itu pemikir. Barang siapa berfikir dirinya pintar, dia tidak ada pelumas. Barang siapa bersandar pada kebijaksanaan sendiri, dia akan gagal.

Melepaskan Diri Dari Frustasi Dan Putus Asa

Mari kita melepaskan diri dari kesalahan-kesalahan yang telah disebutkan di atas supaya kita dapat terlepas dari frustasi dan putus asa. Berikut ini adalah hal-hal yang harus kita lakukan.

  1. Kembali kepada Tuhan dan mendapatkan kesejahteraan dalam pangkuan-Nya. Kita mau dipukul, dihajar, dan menerima apa saja yang Tuhan lakukan dalam diri kita. Kalau perlu dipukul, biarlah Tuhan pukul. Kalau perlu dihajar, biarlah Tuhan hajar. Anak-anak yang dihajar ibunya, setelah menerima pukulan, tidurnya paling nyenyak. Sebelumnya nakal, melawan, memberontak. Lalu dipukul, setelah itu menangis tetapi puas. Anak tidur paling nyenyak setelah dipukul. Kembalilah kepada Tuhanmu; kembalilah rela untuk dipukul; kembali rela untuk dihajar. Kamu berkata kamu sudah frustasi dan kecewa, sekarang kebali dipukul lagi supaya kamu berhenti dari ambisi yang liar. Supaya kamu kembali ke pangkuan Tuhan dan mendapat istirahat di dalam Tuhan. Tidak ada jalan lain.
  2. Mulai menilai diri dengan penilaian yang baru. Pakailah ukuran iman yang diberikan kepada masing-masing. Ada orang yang berkemampuan besar, tetapi ada juga yang berkemampuan kecil. Mari kita mengenal diri dan menilai diri dengan sewajarnya. Setiap ibu yang baru melahirkan anak mengira anaknya paling baik di seluruh dunia. Setiap ibu yang baru melahirkan anak mengira tidak ada anak lain yang dapat mengalahkan anaknya. Setiap orang kalau menikah menganggap pernikahannya yang paling penting, pernikahan orang lain tidak penting sampai  mencetak kartu undangan lebih indah daripada Kitab Suci. Tidak salah kamu mementingkan dirimu, tapi kalau kamu memenitngkan dirimu lebih daripada apapun, itu berbahaya. Mengapa mengerjakan pekerjaan Tuhan begitu sembarangan? Mengapa menilai pernikahanmu begitu penting? Nilailah dirimu secara objektif menurut ukuran objektif menurut anugerah Tuhan. Ibu-ibu, kalau anakmu dikalahkan oleh anak orang lain, terimalah dengan lapang hati, karena  memang tidak ada orang yang sama. Bukannya karena dia anak saya, maka dialah yang paling baik. Kalau Tuhan ingin mengangkat dia lebih dari orang lain, biarlah kehendak Tuhan jadi. Saya tidak pernah ingin anak saya meneruskan pekerjaan saya. Bukan seperti  Kim Young II, bukan seperti Billy Graham, dan bukan seperti Robert Schuller. Mereka merencanakan agar anak mereka nanti meneruskan pekerjaan mereka. Kecuali jemaat melihat anak saya lebih dari semua pendeta dan betul-betul berjiwa pelayanan, dia tidak berhak meneruskan posisi saya. Dia orang biasa. Saya harus menilai anak saya orang biasa. Saya orang biasa. Semua orang adalah orang biasa. Tuhan yang mengangkat seseorang karena itu, biarlah kehendak Tuhan yang jadi, bukan rencana manusia yang jadi. Setiap ibu perlu belajar untuk tidak mau kecewa, tidak mau melukai dirinya sendiri di hari depan. Kita telah berlajar mengenai “dilukai” maka kini saya harus mengatakan bahwa frustasi dan putus asa timbul karena melukai diri sendiri akibat  memakai standar yang tidak benar. Maka kita harus menilai diri dengan iman yang sepatutnya menurut takaran iman yang diberikan Tuhan kepada kita masing-masing. Setiap orang mendapatkan iman menurut ukuran yang berbeda, dan menurut ukuran itu juga kita harus menilai diri kita masing-masing.
  3. Bekerja sebaik mungkin, sesetia mungkin, semampu mungkin. Serahkan seluruh hasilnya kepada Tuhan, maka engkau tidak akan  frustasi dan putus asa lagi. Lakukanlah bagianmu sebaik mungkin, dan selebihnya serahkanlah kepada Allah, maka kamu tidak akan kecewa. Jangan lagi menginginkan hasil yang sebesar-besarnya menurut ambisimu yang liar, tetapi mau belajar menurut kehendak Allah saja. Apa yang harus kamu pikul, pikullah; apa yang harus kamu kerjakan, kerjakanlah. Sesudah itu, hasilnya serahkan kepada Tuhan. Kiranya kehendak Tuhan sajalah yang jadi. Ini cara terbaik untuk menghindari frustasi dan putus asa.

Marilah kita kembali kepada ayat-ayat yang kita baca. Janganlah bersandar pada kebijaksanaanmu, tetapi konsentrasilah menyerahkan seluruhnya kepada Tuhan. Dia pasti membuka jalan hari depanmu. Dengan tidak bersandar pada kebijaksanaanmu sendiri, engkau akan menyembuhkan pusarmu dan melumaskan tulang-tulangmu. Engkau akan kembali menjadi orang yang berbijak kepada janji Tuhan yang asli melalui pengertian Tuhan yang benar, menilai penilaian diri yang sesuai, melalui kerajinan yang dikerjakan dengan sesungguhnya. Amin

Nama Buku        :  Pengudusan Emosi
Sub Judul           :  Frustasi Dan Putus Asa
Penulis                :  Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit              :  Momentum, 2011
Halaman           :  326 – 332