Berawal dari adanya pernyataan yang mengatakan bahwa Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) sama dengan Norma sebagaimana diatur dalam KEP-536/PJ./2000, maka penulis mencoba mengupas dan menuangkan kembali tentang pengertian dari Klasifikasi Lapangan Usaha. Jika sebelumnya penulis pernah menulis tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dimana disimpulkan bahwa untuk memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya penghasilan neto bagi Orang Pribadi  yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas (Kini hanya pekerjaan bebas) dengan peredaran tertentu bruto (di bawa 4,8 M) maka diperkenankan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NTPN).

Berbeda halnya dengan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU), melalui pertimbangan untuk tertib administrasi perpajakan yang lebih akurat serta untuk transparansi pendapatan negara dari pajak yang diuraikan per sektor, maka dibuatlah  Klasifikasi Lapangan Usaha bagi Wajib Pajak. Untuk menuangkan terkait Klasifikasi Lapangan Usaha maka penulis memberi judul “Sekilas Tentang Klasifikasi Lapangan Usaha” kiranya tulisan ini dapat memberi informasi yang bermanfaat.

Dasar Hukum

  1. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-233/PJ/2012 tanggal 10 Juli 2012 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak.
  2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-321/PJ/2012 tanggal 31 Oktober 2012 tentang perubahan atas Keputusan Direktur Pajak Nomor KEP-233/PJ/2012 tanggal 10 Juli 2012 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak.
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ/2013 tanggal 5 Februari 2013 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak.

Dasar Klasifikasi Lapangan Usaha

Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak, selanjutnya disebut KLU, disusun menurut Kategori, Golongan Pokok, golongan Sub Golongan dan Kelompok Kegiatan Ekonomi. KLU didasarkan kepada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Badan Pusat Statistik Tahun 2009 Cetakan III. Namun untuk menyesuaikan dengan kebutuhan administrasi perpajakan dan evaluasi pendapatan negara dari pajak maka dilakukan beberapa penyesuaian atas KBLI 2009 tersebut. Hal-hal yang mendasar dalam KLU adalah sebagai berikut:

  1. KLU menggunakan kode angka sebanyak 5 (lima) digit, dan satu digit berupa kode alfabet yang disebut kategori. Kode alfabet bukan merupakan bagian dari kode KLU, tetapi kode alfabet ini dicantumkan dengan maksud untuk memudahkan di dalam penyusunan tabulasi sektor atau lapangan usaha utama.
  2. Struktur dan pemberian kode untuk KLU adalah seperti berikut:
    1. Kategori, menunjukkan garis pokok penggolongan kegiatan ekonomi. Penggolongan ini diberi kode satu kode alfabet. Dalam KLU, seluruh kegiatan ekonomi di Indonesia digolongkan menjadi 21 kategori. Kategori-kategori tersebut diberi kode huruf dari A sampai dengan U.
    2. Golongan Pokok, merupakan uraian lebih lanjut dari kategori. Setiap kategori diuraikan menjadi satu atau beberapa golongan pokok (sebanyak-banyaknya 5 golongan pokok, kecuali industri pengolahan) menurut sifat-sifat masing-masing golongan pokok. Setiap golongan pokok diberi kode dua digit angka.
    3. Golongan, merupakan uraian lebih lanjut dari golongan pokok. Kode golongan terdiri dari tiga digit angka yaitu dua digit angka pertama menunjukkan golongan pokok yang berkaitan dan satu digit angka terakhir menunjukkan kegiatan ekonomi dari setiap golongan bersangkutan. Setiap golongan pokok dapat diuraikan menjadi sebanyak-banyaknya sembilan golongan.
    4. Subgolongan, merupakan uraian lebih lanjut dari golongan. Kode subgolongan terdiri dari empat digit, yaitu kode tiga digit angka pertama menunjukkan golongan yang berkaitan, dan satu digit angka terakhir menunjukkan kegiatan ekonomi dari subgolongan bersangkutan. Setiap golongan dapat diuraikan lebih lanjut menjadi sebanyak-banyaknya sembilan subgolongan.
    5. Kelompok, dimaksudkan untuk memilah lebih lanjut kegiatan yang tercakup dalam suatu subgolongan, menjadi beberapa kegiatan yang lebih homogen.

Fungsi Dan Kegunaan Klasifikasi Lapangan Usaha

Sesuai dengan Diktum Kedua Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-321/PJ/2012 tanggal 31 Oktober 2012 tentang perubahan atas Keputusan Direktur Pajak Nomor KEP-233/PJ/2012 tanggal 10 Juli 2012 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak. KLU sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini selanjutnya disebut KLU 2012 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2013, adapun kode KLU dipergunakan untuk :

  1. Penatausahaan data Wajib Pajak, seperti data Kelompok Kegiatan Ekonomi Wajib Pajak dalam Master File Wajib Pajak dan Kelompok Kegiatan Ekonomi pada Surat Pemberitahuan;
  2. Dasar penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
  3. Keperluan lainnya, seperti evaluasi penerimaan pajak sektoral, mapping potensi pajak sektoral, penentuan Wajib Pajak berisiko berbasis Benchmark Behavioral Model.

Struktur Kode KLU Wajib Pajak

Kode Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak terdiri dari 5 (lima) digit yang menunjukkan Golongan Pokok, Golongan, Subgolongan dan Kelompok Kegiatan Ekonomi dengan struktur sebagai berikut:

  1. x     x     x     x     x     =    Kode Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak
  2. x     x     –     –     –     =    Kode Golongan Pokok, adalah dua digit pertama dari KLU
  3. x     x     x     –     –     =    Kode Golongan, adalah tiga digit pertama dari KLU
  4. x     x     x     x     –     =    Kode Subgolongan, adalah empat digit pertama dari KLU
  5. x     x     x     x     x     =    Kode Kelompok Kegiatan Ekonomi, adalah sama dengan kode KLU

Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak

Setiap Wajib Pajak harus diberikan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) dengan berpedoman pada hal-hal berikut:

  1. KLU yang digunakan harus sesuai dengan kegiatan ekonomi yang sebenarnya dijalankan oleh Wajib Pajak;
  2. KLU yang digunakan harus terdiri dari 5 (lima) digit angka sesuai dengan kode Kelompok Kegiatan Ekonomi;
  3. Penentuan KLU bagi Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu kegiatan ekonomi didasarkan pada kegiatan ekonomi yang dominan;
  4. KLU untuk Wajib Pajak yang berstatus cabang harus mengikuti kode KLU pusatnya.

Penutup

Seperti disebutkan di atas bahwa Klasifikasi Lapangan Usaha  (KLU) digunakan adalah untuk :

  1. Tata Usaha Wajib Pajak, seperti data Kelompok Kegiatan Ekonomi Wajib Pajak dalam Master File Wajib Pajak, Kelompok Kegiatan Ekonomi pada Surat Pemberitahuan;
  2. Dasar penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
  3. Keperluan lainnya, seperti evaluasi penerimaan pajak sektoral, mapping potensi pajak sektoral, penentuan Wajib Pajak berisiko berbasis Benchmark Behavioral Model.

Berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha yang ada, manfaat lainnya adalah adalah akan memudahkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam memantau penerimaan pajak. Semisal ada Kantor Pelayanan Pajak yang penerimaan pajak di kantornya dinominasi oleh Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Pedagang Besar  yang mencapai 60% terhadap pencapain penerimaan, hal ini juga akan memudahkan dalam menyusun strategi dalam peningkatan penerimaan di masa-masa berikutnya.

Bahwa ketentuan  Klasifikasi Lapangan Usaha adalah untuk tertib administrasi perpajakan serta untuk transparansi pendapatan negara dari pajak yang diuraikan per sektor serta pembenahan Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak (KLU). Memang ada keterkaitan bahwa dengan adanya perubahan penetapan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak dalam ketentuan tersebut di atas, maka besar kemungkinan bahwa akan ada perubahan juga atas Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).

 

Download Aturan Terkait KLU :

 

Artikel Terkait :

  1.  Sekilas Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto
  2. PPh Final 1% (PP 46 Tahun 2013)
  3. PPh Orang Pribadi
  4. Sekilas Tentang SPT Tahunan