Pdt. Dr. Stephen TongTanya : Mengapa Allah harus repot-repot mencipta pohon terlarang, mengizinkan manusia dicobai dan jatuh di dalam dosa?

Jawab : Anda tak suka repot? Tapi faktanya, hidup manusia memang sangat kompleks, repot. Binatang, setelah lahir sekian jam langsung bisa berjalan. Sementara manusia, setelah lahir, perlu dua belas bulan baru bisa berjalan — repot. Namun hidup manusia juga punya nilai, punya tujuan yang agung. Manusia dapat membuat kapal, pesawat terbang, mesin, rumah… Sementara binatang, sampai mati hanya bisa membuat tempat tinggalnya sendiri — tak menghasilkan apa-apa. Tapi anak-anak yang susah dididik, kelak mungkin jadi orang penting. Itu sebab jangan takut repot. Saya sendiri, selain setiap tahun harus berkhotbah lima ratus kali, naik pesawat tiga ratus kali, menjelajah dari kota ke kota – cukup repot. Masih harus mencari koleksi museum, membayar, membawanya pulang….. repot sekali, bukan? Tapi yang saya pikiran bukan masalah repot atau tak repot, melainkan apa hasilnya? Maka saya berani repot, berkorban, menyangkal diri: rela hidup sehemat mungkin, kerja keras, agar dapat menjadi berkat besar bagi banyak orang. Kali ini, setelah saya umumkan “mimbar ekspositori di empat Negara libur satu bulan, untuk mempersiapkan Museum di Jakarta” baru sadar KKR di Amerika tak mungkin diubah waktunya, saya harus pergi dua belas hari. Jadi, mana mungkin dapat mempersiapkan Museum: mengatur ribuan item seturut zaman, negara, nilai; mutu…. yang berbeda-beda. Maka saya minta beberapa orang dari luar negeri datang membantu. Puji Tuhan, selain mereka, ada beberapa jemaat yang juga berbeban membantu sampai jam 03.00 dini hari. Memang repot! Tapi ingat: orang yang tak mau repot atau hanya mau repot untuk diri sendiri, tak pernah memberikan sumbangsih apa-apa. Allah memang harus repot. Tapi repot yang memang diperlukan. Mengapa diperlukan? Sifat manusia perlu diuji. Jadi, adanya pohon pengetahuan baik dan jahat, ular…. di Taman Eden merupakan satu absolute necessity. Bahkan saat Yesus Kristus di dunia, Dia juga harus dicobai oleh setan. Menandakan Anak Allah-pun tak mendapat pengecualian, semua manusia harus mengalami ujian dan cobaan. Maka dua representatif seluruh umat manusia: Adam dicobai di Taman Eden, Yesus dicobai di padang belantara dan di Taman Getsemani.

Adam jadi representatif manusia yang gagal. Dan Yesus, jadi representatif manusia yang sukses. Adam mengutamakan kemauan diri sendiri, maka dia melawan Allah. Yesus mengedepankan kehendak Allah, maka Dia rela menyangkal diri. Ada sebagian orang yang tak sepertinya pernah mengalami ujian, cobaan, hidupnya selalu mulus, sebenarnya sangat riskan. Tapi orang yang tadinya tidak percaya Yesus, tapi sekarang percaya pasti mengalami pergumulan yang berat, tapi akhirnya imannya justru mantap sekali. Jadi, orang-orang yang Tuhan izinkan lahir di dalam keluarga Kristen tak perlu jadi sombong. Bukan karena kau hebat, sebaliknya justru karena kau sangat lemah, maka Tuhan memberimu belas kasihan, mengizinkanmu lahir di dalam keluarga Kristen. Jadi jangan mendiskridit non Kristen. Sebab Tuhan sanggup mengubah Paulus yang tadinya sangat menentang kekristenan jadi rasul yang mengabarkan injil lebih giat dari Petrus, Yohanes dan rasul-rasul lain. Jadi, Tuhan mengizinkan manusia diuji dan mengharapkan dia menang atas pencobaan.

Tanya : Benarkah iman Kristen dapat bertumbuh lewat kebudayaan, seperti musik, benda peninggalan purba….?

Jawab : Ini adalah pertanyaan yang sangat bagus. Musik, seni….. yang terindah harus untuk Tuhan. Itu sebab, kemarin malam saya masih “lembur”, untuk memajang patung-patung Budha dari Tibet. Mungkin kau bertanya: apa hubungan antara patung yang wajahnya begitu menakutkan, yang bersetubuh dengan perawan yang muda-belia itu dengan iman Kristen? Patung itu diletakkan di sana, bukan untuk meningkatkan iman Kristenmu. Melainkan menyadarkan kita: selain Yesus Kristus, tak ada orang yang sungguh-sungguh suci. Bahkan dewa yang dijunjung tinggi dan disembah orang-pun bersetubuh dengan perawan muda. (memang seharusnya saya sendiri yang memberi penjelasan akan semua benda yang ada di sana. Tapi saya tak mungkin punya untuk waktu itu. Maka saya menuliskan keterangan, kalian dapat membacanya. Dan kalau mungkin, bacalah buku-buku agar dapat mengerti lebih dalam). Jadi, lewat musik, kita melihat kemuliaan Tuhan. Dan lewat membandingkan musik-musik yang ada, kita menyadari betapa indah dan bernilainya musik Kristiani. Begitu juga lewat membedakan lukisan yang mengandung pengertian iman Kristen dan yang tidak mengandung pengertian iman Kristen, kita jadi lebih cerdas. Karena semua itu adalah mandat budaya. Dimana prinsip dasarnya: biar Kristus jadi yang terutama; ditinggikan di segala bidang kebudayaan: politik, etika, pendidikan, sastra, filsafat…..

Kemarin, saya mendengar berita, Sekolah Calvin mendapat juara pertama dalam lomba bola basket dengan tiga puluh sekolah lain. Biar anak-anak Tuhan memuliakan Dia di segala bidang. Sekolah Calvin didirikan bukan untuk mencari uang, melainkan untuk memberikan sesuatu yang lebih dari sekolah-sekolah lain, maka guru-guru diseleksi lebih ketat. Padahal honor mereka lebih kecil dari sekolah lain. Tapi mereka mau memberikan perhatian, berdiskusi dengan orang tua murid soal bagaimana mendidik anak mereka. Dan berharap agar kelak, mereka dapat jadi orang yang bermutu di tengah masyarakat Indonesia. Saya memang tak pernah menginginkan mereka mendapatkan juara satu di bidang olahraga. Karena itu bukan bidang yang paling penting. Namun bidang inipun Tuhan berkati.

Waktu Michael Liu pernah ke perpustakaan Sekolah Calvin, berdialog dengan beberapa anak di sana. Dan komentarnya: “di Taiwan, anak-anak SMP tak dapat diajak dialog dengan bahasa Inggris. Tapi murid-murid SD kelas-5 di sini sudah dapat diajak dialog dengan bahasa Inggris. Maka kelak, kalau saya punya anak, akan mengirimnya untuk studi di Sekolah ini. Karena saya sudah menanyakan pada Pdt. Ivan dan guru-guru di sana: apa yang mereka ajarkan pada anak-anak Sekolah Calvin? Jawab mereka: Plato, Aristotle. Lalu saya bertanya pada seorang murid: filsuf mana yang paling berkesan bagimu? Dijawab: Feuerbach. Saya terkejut sekali, karena murid yang baru berusia belasan tahun sudah mengenal para filsuf. Semua itu membuktikan, bahwa saya mengerjakan segala sesuatu bukan secara asal-asalan. Maka Symphoni, museum, sekolah… yang saya dirikan bukan asal-asalan, juga bukan untuk cari uang, melainkan untuk memuliakan Tuhan. Maka curahkanlah semua perhatianmu pada gerakan ini. Kalau kau menemui ada kelemahan-kelemahan di dalam gerakan ini, tunggulah dengan sabar, Tuhan pasti akan memimpin, membuat gerakan ini jadi gerakan yang memuliakan Dia. Mari kita bukan menuntut banyak tapi memberi banyak untuk gerakan ini. Karena saya sudah memberi teladan untukmu: menyerahkan apa yang ada pada saya untuk pekerjaan Tuhan; mengutamakan Dia.

Tanya : Mungkinkah panggilan Tuhan pada seorang untuk jadi hambaNya batal, karena kesulitan yang dia alami dalam hidupnya?

Jawab : Tidak! Hanya mungkin sedikit lambat. Itu sebab, betapapun sulit hidupmu, menengadahlah terus pada Tuhan dan bersandar padaNya yang memanggilmu. Saya sendiri sudah jadi piatu sejak usia tiga tahun, tapi di usia tujuh puluh tahun masih bisa melakukan banyak perkara untuk Tuhan. Padahal waktu saya muda, tak punya uang untuk studi di luar negeri. Hidup susah, bahkan pernah waktu diutus untuk menghadiri satu Konferensi Teologi di Hong Kong bersama Pdt. Peter Wongso, saat membuat Paspor, beliau yang sudah WNI hanya perlu membayar sepuluh ribu rupiah. Tapi saya, yang saat itu masih berstatus stateless; belum punya WNI harus membayar lima puluh ribu rupiah. Identik dengan lima bulan honor saya. Tapi ceramah yang saya sampaikan di sana jadi berkat besar. Maka meski setelah pulang, saya harus hidup dengan hemat sekali tapi bersukacita. Sungguh, ada banyak kesusuhan yang tidak kalian ketahui. Tapi Tuhan terus memimpin sampai hari ini. Dimana orang memandang saya lebih kaya dari siapapun. Semua itu adalah anugerah Tuhan, yang tidak pernah menelantarkan orang yang benar-benar mau bersandar padaNya.

Tanya : apa bedanya justification dan sanctification?

Jawab : Justification; dibenarkan oleh Tuhan; tidak lagi diperlakukan sebagai orang berdosa, hanya berlangsung once for ever. Sementara sanctification mencakup tiga langkah: langkah pertama, dikuduskan secara posisi, mendapat sebutan sebagai “orang suci”; sebutan yang Paulus pakai saat menulis surat di surat Korintus: “aku Paulus, hamba Kristus, menulis surat kepada orang suci yang ada di Korintus”. Apakah orang-orang di Korintus itu suci? Tidak! Diantara mereka ada yang berebut makanan, ada perpecahan: golongan Paulus, golongan Kefas, golongan Kristus, golongan Apolos. Bahkan ada yang berani meniduri ibu tirinya yang cantik, setelah ayahnya meninggal dunia. Mengapa Paulus menyebut mereka orang suci? Karena mereka sudah disucikan secara status. Tetapi kondisi hidup mereka: tidak suci. Maka perlu langkah kedua: progressive sanctification yang berlangsung sepanjang hidup, terus bersandar pada Tuhan, menyingkirkan semua pikiran yang jahat dari hati dan tubuh kita. langkah ketiga, sanctification at the consumation, saat Kristus datang kembali; sebelum kita masuk sorga, Dia akan menyempurnakan kita dengan anugerahNya; menjadikan kita suci secara sempurna — dikuduskan secara pasif.

Tanya : Mengapa kekristenan di Eropa merosot, mungkinkah kemakmuran membuat mereka meninggalkan agama?

Jawab : Saya percaya, hidup makmur paling tidak punya andil dua puluh persen dalam hal membuat seorang merasa tidak perlu akan Tuhan. Sebaliknya, orang yang merasa perlu Tuhan karena dia sakit, miskin…., imannya pasti juga tidak beres. Jadi, orang yang saat miskin mencari Tuhan, berdoa padaNya dengan tekun, sampai dia sudah kaya raya tetap beriman — imannya beres. Sementara orang yang mencari Tuhan pada saat dia sakit, tapi setelah sehat malah pergi mencari pelacur — imannya tidak beres. Orang Kristen yang beriman harus dapat mempertahankan imannya baik miskin – kaya, sakit – sehat, berliku-liku – lancar tetap mengikut Tuhan dengan stabil. Waktu ibu saya menjanda, dia sedih sekali. Karena usianya baru tiga puluh tiga tahun dan harus membesarkan delapan orang anak seorang diri. Maka dia menggendong anak bungsunya yang baru berusia dua puluh satu bulan dan berlutut; berdoa, minta dua perkara pada Tuhan: jangan biarkan aku terlalu miskin, agar aku tidak mencuri. Juga jangan biarkan aku terlalu kaya sampai-sampai melupakanMu. Memang kami pernah satu kali mengalami masa yang sangat sulit, karena demi menghidupi kami, ibu berdagang kain di tempat lain dan tertahan di sana karena perang. Maka pembantu yang kehabisan uang beras terpaksa memberi kami makan kulit ubi selama empat puluh delapan hari. Tapi Tuhan pelihara. Waktu saya berumur tujuh belas tahun, honor saya dua kali lipat dari honor pendeta yang melayani di gereja terbesar di Surabaya. Tapi Tuhan serta-merta memanggil lima dari tujuh anak prianya jadi hambaNya. Ekonomi keluarga kami kembali terpuruk. Maka mama saya berdoa: “Tuhan, kalau semua anakku jadi hambaMu, waktu saya tua nanti, siapa yang akan memeliharaku?” dan Tuhan mengingatkan dia: bukankah kau minta untuk tidak jadikan kau terlalu kaya, agar kau tak melupakanKu? Inilah cara yang Ku pakai. Puji Tuhan, Dia menyisakan dua orang puteranya berdagang, menunjang kebutuhan ekonomi keluarga. Bahkan lima tahun terakhir dari hidupnya, dia mengunjungi anak-anaknya yang tinggal di tempat berbeda, dan semua anaknya memperlakukan dia dengan baik.

Orang Kristen di Eropa bebas diri segala penderitaan, maka setelah hidup mereka makmur, lancar, kerohanian mereka mulai merosot. Tapi sesungguhnya, kemakmuran hanya punya andil dua puluh persen. Selebihnya adalah karena mereka tidak melakukan penginjilan. Alasannya: mereka Kristen, anak-anak mereka juga Kristen, tak perlu penginjilan. Saya pernah mengalami tiga peristiwa yang aneh, tiga tokoh Kristen di Indonesia:

  1. Ibu Manaputih yang pernah jadi Ketua Sinode GPM di Ambon pernah mengatakan pada saya: datanglah ke Ambon untuk menginjili orang muda di sana. Karena jika generasi muda GPM tak di reevanglisasi, mereka akan jauh dari Tuhan. Tapi tak lama setelah saya mengiyakan ajakannya, dia meninggal dunia. Sehingga rencana KKR ke Ambon batal. Karena penggantinya merasa tak perlu mengadakan KKR di tempat mereka.
  2. Tahun 1966, Pdt. Wenas menemui saya dengan berkata: datanglah ke Manado. Karena kalau anak-anak kami tidak diinjili, gereja akan merosot. Tapi tak lama setelah saya mengiyakan permintaannya, dia meninggal dunia. Dan KKR di Manado juga batal.
  3. Eporus Purba dari GKPS Simalungun juga pernah mengatakan pada saya: datanglah menginjili kaum muda kami di Simalungun, agar mereka tidak terhilang. Tak lama kemudian, dia meninggal dunia di Honggaria.

Saya tak tahu mengapa hal serupa terjadi sampai tiga kali. Namun saya tetap memimpin KKR di Sumatera Utara, Minahasa, Ambon berkali-kali. Beberapa bulan lalu, saya baru memimpin KKR di Ambon, dihadiri tujuh ribu orang. Tapi karena saya sakit, mereka mendengar rekaman khotbah saya di Irian Jaya dengan tenang selama dua jam. Bahkan saat turun hujan, saya minta mereka untuk tetap tinggal, mereka taat. Hanya ada beberapa orang yang beranjak. Selebihnya tetap mendengar khotbah sampai selesai. Puji Tuhan! Maka mengapa kekristenan di Eropa merosot? Karena mereka sudah:

  1. Tidak lagi beribadah pada Tuhan. Kalau kau bertanya pada orang di Amsterdam: “are you Christian?” Sembilan dari sepuluh orang akan menjawab: “no”; itu berarti hanya sepuluh persen orang yang mengaku dirinya Kristen. Dan bila kau tanyakan pada orang-orang yang mengaku Kristen: “do you go to the church regularly”? Sembilan dari sepuluh orang menjawab: “no”. Dengan demikian berarti, tak sampai satu persen orang di sana yang datang beribadah.
  2. Tidak melakukan penginjilan, sangat mengandalkan kepintaran manusia. Maka muncullah Sigmund Freud, Karl Marx, Darwin, Karl Jaspers, Martin Heidegger, Sartre, Nietzsche, Logical positivism, Existentialism…. tokoh-tokoh filsafat yang melawan Tuhan. Membuat orang-orang di sana mulai menghina kekristenan, tak mau mendengar firman Tuhan. Ditambah lagi dengan munculnya teologi Modern yang tidak percaya akan: mujizat, Yesus yang disalib dan bangkit…, membuat iman mereka luntur. Selain itu, musik mereka juga semakin hari semakin meninggalkan Tuhan; secular, bahkan menghujat Tuhan. Seperti music dari Karlina Burana. (Tahun lalu, ada orang yang ingin menyewa gedung ini untuk mementaskan musik Karlina Burana. Tapi saya tolak. Karena gedung ini dibangun untuk memuliakan Tuhan bukan untuk menghujat Tuhan).

Jadi, karena orang-orang di Eropa meninggalkan Tuhan, maka Tuhan juga meninggalkan mereka. Sembilan belas tahun ini, ekonomi China menanjak dua digit, Tapi Eropa? Pertumbuhan ekonomi mereka hanya satu persen. Bahkan minus. Mereka hanya bisa memandang China dengan hati yang kecut. Tapi tak mau bertobat. Selain itu, + empat puluh tahun silam, di sana juga terdapat tempat, dimana orang hidup bersama tanpa mengenakan pakaian. Mereka menganggap itu adalah modern; alami. Sekarang, satu per satu tempat seperti itu tutup. Jadi, Tuhan memang sedang menghukum Eropa. Prof. Kistemaker pernah mengatakan di rumah saya: Europe is finish. Maksudnya: iman Kristen di sana sudah mati. Mungkin kita yang harus mengutus orang mengadakan KKR di sana. Dan memang, sejak dulu saya sudah selalu mengingatkan: jangan terlalu meniru Barat. Tapi banyak orang yang setelah studi di Barat, tak lagi menghormati orang tua, terus meninggikan Barat. Padahal sekarang, Barat ingin belajar dari Timur. Peter Lillback paling sedikit mengatakan delapan kali: I’ll learn from you. Skillen juga mengatakan: we should learn from you. Dan Profesor-Profesor dari Westminster juga mengatakan: we should send our student to learn from you. Tiga puluh tahun silam, apa yang saya kerjakan selalu dihina orang, khususnya para lulusan Barat. Tapi saya mengerjakan kehendak Tuhan yang tak mungkin berubah itu dengan tekun, akhirnya semua itu terwujud.

Tanya : Bolehkah anak berumur sepuluh tahun yang sudah dibaptis ikut ambil bagian dalam perjamuan kudus?

Jawab : Tidak! Meski dia sudah menerima baptisan anak, tetap harus menunggu sampai usia enam belas tahun, ikut kelas katekisasi, diteguhkan imannya; sidi, baru boleh ikut Perjamuan Kudus.

Tanya: Bagaimana menyelaraskan Predestinasi dan kehendak bebas manusia?

Jawab : A, kawan saya, jatuh cinta begitu rupa dengan B, seorang wanita. Tapi B tak suka A, dia cinta C. A sedih sekali. Dua tahun kemudian, C menikah, dan B patah hati. Di saat seperti itu, A yang sudah empat tahun menunggu dia datang meminangnya, B-pun menikah dengan A. Itulah hidup manusia. Mungkin kau bertanya: apa hubungannya dengan Predestinasi? Tuhan mempredestinasikan kau jadi milikNya, tapi kau lebih suka jadi milik setan: berjudi, berdosa. Tuhan terus menunggu dan Cinta kasihNya terus menggerakkan hatimu yang terdalam, sampai kau berpaling padaNya. Jadi, apakah Predestinasi Tuhan berbenturan dengan kebebasan manusia? Tidak. Predestinasi, ketekunan, kesetiaan Tuhan yang tidak berubah sanggup menaklukkan kebebasanmu yang memberontak padaNya. Dan kau bertobat, itu adalah bukti bahwa Tuhan memang mempredestinasimu. Tapi Dia tak memaksamu, hanya Roh Kudus menggerakan hatimu sampai kau mengatakan “ya” pada Tuhan; bertobat. Itu artinya, bukan kemauanmu yang membawamu bertobat. Melainkan Tuhan yang sudah mempredestinasikannya sebelum dunia dicipta, lalu Dia menunggu dan menunggu. Sampai Dia menang atas kemauanmu yang selalu menolak Dia; kau berpaling padaNya.

Jadi, Predestinasi tidak bertentangan dengan kebebasan manusia, melainkan merupakan irresistible grace. Point keempat dalam TULIP: Total depravity, Unconditional election, Limited atonement, Irressistible grace of God, Perseverance of the saints — lima point yang disimpulkan di Synod of Dordrecht; Dort, Belanda, yang mempertajam pengertian Calvinism. Point pertama: semua orang jatuh di dalam dosa secara total. Point kedua, kita diselamatkan bukan karena jasa diri melainkan pilihan Allah. Karena keselamatan merupakan pilihan Allah, maka bukan semua orang tapi hanya sebagian yang diselamatkan. Dasar pilihanNya: kedaulatan Allah dan bijaksanaNya. Point ketiga, Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan umat pilihanNya terlepas dari dosa. Bagaimana dengan nasib orang-orang non pilihan? Itu adalah urusan Tuhan dengan mereka. Tapi ingat: Tuhan itu adil adanya, maka Dia akan menghakimi non pilihan sebagaimana mestinya; seturut dosa mereka dengan adil.

Sementara kaum pilihan, bukan diperlakukan sebagaimana semestinya melainkan dengan anugerahNya. Yang didasarkan atas kedaulatan Allah. Mengapa saya dipilih? Saya tak tahu, hanya tahu bahwa saya ini total depravity — tak bersyarat dipilih, maka saya membutuhkan unconditional election dan limited atonement. Mengapa akhirnya saya bertobat? Karena tak berkuasa menolak akan kasihNya yang begitu besar. Seperti si A tadi, mau menunggu sampai si B patah hati dengan C baru mau menerima cintanya. Bukan dengan paksaaan atau todongan. Begitu juga setiap orang percaya Yesus, karena kehendak Allah dan panjang-sabarNya yang menanti dia berpaling padaNya — irresistible grace of God. Dan setelah kita diselamatkan, Dia akan memelihara kita sampai akhir — perseverance of the saints. Jadi, lima point ini kait mengait, membentuk konsep Soteriology yang benar. Orang Armenian tak percaya akan hal ini. Menurut mereka: karena aku percaya, maka aku diselamatkan. Kalau aku tak percaya, aku tak diselamatkan. Masalahnya: mengapa kau diberi kesempatan mendengar firman dan memilih mau percaya atau tidak, sementara ada orang yang seumur hidupnya tak pernah punya kesempatan satu kali mendengar firman? Armenian tak dapat menjawab. Karena mereka tak mengakui akan kedaulatan Allah.

 (ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – EL)