Pdt. Dr. Stephen Tong

Pdt. Dr. Stephen Tong

Mari kita mempelajari pengajaran penting tentang teladan penginjilan pribadi Yesus Kristus. Yesus menangani setiap orang dengan bijaksana ketika melakukan PI pribadi, Ia menemui pria tua di waktu malam, dan wanita muda yang amoral pada siang hari.

Dialog Yesus di pasal 3 sepertinya tidak membuahkan hasil. Dia tidak memaksa Nikodemus untuk berlutut dan bertobat, melainkan membiarkannya bergumul sendiri. Mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun untuk itu. Tetapi di pasal 4, perempuan Samaria itu bukan saja bertobat, bahkan langsung menjadi saksi bagi-Nya. Pelayanan gereja ada yang berbuah cepat tetapi ada yang sulit dan lambat. Ketika pendengar khotbah adalah orang yang berpengetahuan dan berlogika kuat, maka mereka tidak mudah menerima karena membutuhkan waktu dan pergumulan. Tetapi kita juga tidak boleh mengabaikan mereka yang tidak berpengetahuan banyak, mereka yang bukan akademisi. Mereka juga membutuhkan Injil, dan sering kali mereka lebih cepat berespons dan lebih cepat dipakai Tuhan untuk menjadi saksi bagi-Nya.

Sekalipun pada awalnya perempuan Samaria itu berusaha keras untuk mengalihkan topik pembicaraan, tetapi Yesus selalu membawanya kembali. Sementara kita, ketika menginjili sering kali terbawa oleh orang yang kita injili, membiarkan dia mengendalikan pembicaraan, karena kita tidak memiliki kemampuan dan ketekunan untuk menariknya kembali memikirkan Injil. Oleh karena itu kita perlu belajar dari Tuhan Yesus. Yesus memiliki kebijaksanaan, cinta kasih, iman, keberanian, kuasa, dan konsistensi yang kita butuhkan saat menginjili orang berdosa yang selalu ingin menjadikan dirinya sebagai pusat dan mau mendominasi pembicaraan.

Perempuan Samaria ini berulang kali mengalihkan topik pembicaraan, tetapi Yesus selalu berhasil membawanya kembali. Dia tidak membiarkan perempuan itu mengendalikan pembicaraan. Bahkan ketika perempuan itu kehabisan akal dan berkata, “Tunggu nanti, ketika Mesias datang, semua akan menjadi jelas,” ia bermaksud menghentikan pembicaraan. Ia mengelak untuk menjawab dan mengambil keputusan dengan melemparkan ke masa depan. Ini adalah alasan terbaik yang sering dilakukan untuk tidak mengambil keputusan, yaitu dengan menundanya. Tetapi perlu kita ketahui bahwa ketika seseorang menunda keputusan, sebenarnya ia sudah memutuskan untuk tidak mengambil keputusan sekarang. Maka, kita tidak boleh tertipu oleh orang yang pandai mempermainkan logika seperti perempuan Samaria ini. Yesus justru menjepitnya bahwa waktunya sudah tiba dan sekarang ia harus mengambil keputusan, karena Mesias berada di depannya. Pernyataan ini membuat perempuan Samaria itu tidak dapat lari dan berkelit lagi. Saat itu ia mengambil keputusan yang tepat, yaitu mengaku dengan jujur, bahwa “Engkaulah Juruselamat yang kami nanti-nantikan.” Ia segera meninggalkan tempayannya, berlari ke kota, dan memberitakan Mesias ke seluruh kota.

Bukankah perempuan Samaria ini pergi ke perigi untuk menimba air? Benar, tetapi karena dia telah menemukan rencana Tuhan yang begitu berbeda dari rencananya, maka ia segera berputar arah. Banyak orang yang pada awalnya datang ke gereja karena berbagai motivasi yang salah, akhirnya bertemu Kristus, Tuhan di atas segala tuhan, bukan mendapatkan apa yang ia inginkan. Jadi, interupsi Tuhan atas motivasimu adalah tanda Dia begitu mengasihi engkau. Maka, kiranya kita tidak terus-menerus ingin rencana kita saja yang terwujud. Siaplah menerima perubahan yang Tuhan lakukan agar rencanamu bisa sejalan dengan rencana-Nya.

Perempuan ini membutuhkan air dan memang itu adalah kebutuhan setiap orang setiap hari. Tetapi Yesus berkata, “Barang siapa minum air dari perigi ini akan dahaga lagi, tetapi yang menerima air hidup yang Aku berikan, tidak akan dahaga lagi.” Pikiran perempuan itu mulai diubah. Tetapi ketika ia merasa terancam, ia berusaha mengalihkan pembicaraan. Ia mengangkat masalah perbedaan penyembahan antara orang Yahudi dan Samaria. Sering kali dalam banyak agama, ibadah dikaitkan dengan tempat, tetapi Yesus menerobos ikatan ruang dan waktu. Ibadah yang sejati melampaui tempat dan waktu, “Orang menyembah Tuhan bukan di bukit ini atau di Yerusalem, melainkan menyembah dengan roh yang jujur, mengikuti pimpinan Roh Kudus dan kebenaran.” Inilah pertama kali Tuhan Yesus membebaskan manusia dari mitos agama, seperti dibaptis di Sungai Yordan, berdoa lebih berkuasa di bukit doa, dan seterusnya.

Beribadah harus di dalam roh dan kebenaran. Roh Kudus dan kebenaran tidak dapat dipisahkan karena Roh Kudus adalah Roh Kebenaran. Roh Kudus adalah Roh yang mewahyukan kebenaran Allah, yang mewahyukan firman Allah kepada para rasul dan nabi, dan dituliskan di dalam Alkitab. Roh Kudus juga membimbing umat Tuhan untuk mengerti firman Tuhan secara utuh dan menyeluruh. Jadi, janganlah percaya kepada orang yang mengaku mempunyai, bahkan penuh, Roh Kudus, tetapi hidup dan khotbahnya tidak benar; demikian juga kepada orang yang mengaku mempelajari Kitab Suci, membahas kebenaran dengan tanpa kuasa Roh Kudus. Saat ini banyak theolog liberal yang membaca Kitab Suci, tetapi tidak mengakui Allah Tritunggal. Di sisi lain banyak orang mengklaim memiliki Roh Kudus dengan tanda jatuh-jatuh dan menangis atau tertawa-tawa. Roh yang tidak memiliki kebenaran adalah roh palsu, dan kebenaran yang bukan dari Roh adalah kebenaran palsu. Kebenaran dan Roh Kudus tidak bisa dipisahkan.

Roh Kudus lebih penting dari pengalaman, perasaan, dan berbagai fenomena psikis. Dialah yang memimpin, menggeser pengalaman yang tidak sesuai dengan kebenaran. Dengan kunci inilah orang Reformed menyeimbangkan antara mengenal Roh Kudus dan mengenal kebenaran, karena gereja adalah milik Tuhan. Kita tidak boleh hanya tampak bersemangat tinggi, terlihat ramai, tetapi yang diajarkan bukan ajaran Alkitab. Juga tidak mungkin hanya mempunyai pengetahuan akademis tanpa kuasa Roh Kudus. Mari kita memastikan dan menegaskan kembali bahwa Roh Kudus dan kebenaran tidak boleh dipisahkan.

Kita tidak bisa mengatakan gereja mana pun sama saja. Kita harus melihat gereja yang benar-benar menyatukan Roh Kudus dan kebenaran seturut firman Tuhan atau terjadi pemisahan antara pengenalan dan pekerjaan Roh Kudus dengan kebenaran yang diajarkan. Kita tentunya tidak menikah dengan sembarang gadis, bukan? Kalau kekasih kita ditukar dengan perempuan lain, lalu orang mengatakan, “Ah sama saja,” tentu kita akan menolaknya. Kita juga tidak boleh sembarangan berbakti kepada Tuhan. Mari kita tidak membiarkan diri kita ditipu oleh Iblis dengan menyatakan bahwa semua gereja sama. Ingat, gereja bukan tempat pesta. Gereja dan ibadah Minggu bukanlah tempat hiburan, tetapi tempat di mana kita diajar kebenaran Tuhan, diubahkan untuk bertobat, berbalik, dan semakin berjalan seturut kehendak Allah. Sebagai pendeta, saya tidak boleh berkhotbah sekadar menyenangkan telinga Anda, lalu membuat Anda suka kepada saya. Saya harus berani menegur, mengoreksi, menghibur, menasihati, dan memimpin Anda untuk tidak menyimpang dari firman Tuhan, kembali berjalan seturut kebenaran firman, dan menaati kehendak-Nya. Ketika kebenaran tidak ada lagi di dalam gereja, gereja itu berubah menjadi kuburan (Belanda: Kerk menjadi Kerkhof). Ketika kebenaran hilang dari sekolah theologi, maka seminari menjadi kuburan (Inggris: Seminary menjadi Cemetery).

Mari kita berpegang teguh pada prinsip: Roh dan kebenaran tidak dapat dipisahkan karena Roh membawa kita kepada Kristus dan Kristus membawa kita kepada Allah Bapa. Di sini kita melihat Allah Tritunggal dan karya-Nya. Allah Bapa mempersiapkan keselamatan, Allah Anak menggenapkan keselamatan, dan Allah Roh Kudus melaksanakan keselamatan lewat firman yang bersaksi bagi Kristus, kita berpaling pada Allah. Roh bukan hanya memberikan kebenaran, tetapi juga memimpin kita mengerti kebenaran. Jadi, Roh dan kebenaranlah yang membawa kita berbakti kepada Tuhan dan sekaligus memberi iman yang sejati.

Setelah Yesus mengakhiri pembicaraan-Nya, perempuan Samaria itu sadar. Maka janganlah kita menghina pelacur atau perampok. Seseorang bisa menjadi pelacur mungkin karena parasnya cantik atau menarik; seseorang menjadi perampok karena dia pandai dan bertubuh sehat. Dengan kata lain, seseorang yang tidak mempunyai potensi apa pun sulit menjadi perampok atau pelacur. Masalahnya adalah mereka telah salah menggunakan potensi mereka. Sungguh, saya tidak menjumpai pemberita Injil yang berkuasa besar seperti perempuan Samaria, yang sebelumnya adalah pelacur. Ia hanya mengatakan, “Mari datang dan melihat Dia yang telah membongkar semua kebobrokan yang telah kulakukan dalam hidupku. Mungkinkah Dia itu Kristus?” Maka, semua orang datang kepada Yesus. Ini menyatakan: 1) Dulu dia telah salah pilih profesi, potensinya adalah menginjili, malah menjadi pelacur. Sayang sekali, bukan? 2) Dia terus berkelit ketika diinjili, begitu ia bertobat, langsung menjadi pemberita Injil yang menggemparkan kota Sikhar.

Di Alkitab hanya ada dua orang yang dengan khotbahnya berhasil membawa semua orang di kota itu berpaling kepada Tuhan, yaitu Yunus dan perempuan Samaria ini. Oleh karena itu, potensi seseorang harus ditemukan sedini mungkin, lalu diarahkan dan dikembangkan untuk Tuhan. Tiga puluh lima tahun silam, saya berkata kepada Dr. Jahja Ling, “Banyak musikus tidak memakai talentanya untuk memuliakan Tuhan. Saya berharap engkau menjadi musikus yang memuliakan Tuhan dengan talenta musik yang Allah berikan,” dan mengajaknya berdoa. Saya juga mengatakan hal yang sama kepada seorang pianis muda, Kevin Suherman. Sejak muda saya berusaha mengenali talenta yang Allah berikan kepada setiap orang, dan semua talenta yang Allah berikan harus dipakai untuk memuliakan Allah.

Jika engkau cantik, jangan sombong, pakailah kecantikanmu untuk memuliakan Tuhan. Kalau engkau pandai, jangan sombong, pakailah kepandaianmu untuk kemuliaan Tuhan. Saya bersyukur kepada Tuhan karena di masa tua, saya masih bisa memakai bakat-bakat saya: arsitektural, musik, literatur, retorika, yang Tuhan berikan untuk memuliakan Dia. Bahkan anak-anak yang Tuhan karuniakan saya bawa kembali kepada Allah. Biarlah orang Reformed terus-menerus berpikir seturut Allah berpikir; merasa seperti perasaan Allah; bertindak sesuai tindakan Allah dan menaati setiap pimpinan Allah, karena kita menyadari bahwa Allah itulah Tuan kita, Tuhan dan Raja bagi hidup kita. Itu sebabnya kita mengikuti Dia sampai kita mati, bahkan sampai kekekalan nanti.

Perempuan Samaria ini memang unik. Meski hidupnya pernah tidak beres, namanya rusak dan dihina semua orang di kota itu, tetapi setelah dia bertemu Tuhan, dia tidak lagi rendah diri. Sebaliknya, setelah Yesus membongkar semua kebobrokannya dan mengubah konsepnya, dia yakin Yesus adalah Tuhan yang Mahatahu dan Mahakuasa, maka dia berseru, “Mari lihat, Mesias yang kita nanti-nantikan ada di sini.” Dia bukan membawa orang-orang datang kepadanya, melainkan kepada Tuhan untuk diubah oleh-Nya.

Dan semua orang di kota itu pun datang. Perhatikan: Banyak orang saat bersaksi memamerkan kebolehan, kesuksesan, dan kehebatan dirinya. Bukan seperti perempuan ini yang mengaku bahwa Yesus telah membongkar semua dosanya. Almarhum Pdt. Peter Xu dari Malaysia, salah seorang pendeta yang saya hormati, ketika mengajar di sekolah theologi sering mengutarakan kegagalannya sebagai hamba Tuhan. Dia ingin murid-muridnya melihat dia yang mereka kagumi sebagai seorang biasa yang mengalami begitu banyak kegagalan dan agar mereka tidak mengulangi kesalahannya. Dia juga yakin, ketika seseorang meninggikan Kristus, berani mengakui kelemahan dirinya, orang lain melihat takhta Tuhan di dalam pelayanannya.

Kita perlu sadar bahwa sebenarnya kita tidak memiliki apa pun yang bisa menarik orang datang kepada Tuhan. Inilah rahasia pelayanan. Jangan sembarangan membawa orang kepada dirimu. Jangan mendirikan kerajaan bagi dirimu. Dulu, ada satu gereja yang menaruh tulisan: “Hanya Yesus (Only Jesus)” di atas gedung gereja mereka yang baru. Tetapi setelah ditiup angin, huruf yang pertama jatuh adalah huruf “s”, lalu “J”, dan “e”, dan akhirnya yang tersisa “Only us (Hanya Kami)”. Banyak pemuda-pemudi ketika menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan mengatakan, “Tuhan, pakailah aku.” Ketika baru lulus, pernyataannya masih sama. Tetapi setelah berusia 50 tahun, pernyataannya berubah menjadi, “Tuhan, aku ingin memakai-Mu.”

Perempuan ini membawa orang datang kepada Kristus bukan kepada dirinya, karena membawa orang kepada dirinya hanya membuatnya malu. Membawa orang kepada Tuhan tidak membuatnya malu. Maka orang yang mau melayani Tuhan tidak perlu merasa takut dan malu, karena engkau tidak memperkenalkan dirimu, melainkan memperkenalkan Kristus. Mengapa, kalau disuruh berdoa, bersaksi, menginjili, merasa takut dan malu; tetapi kalau diajak melacur, berjudi, tidak merasa malu? Di sini kita melihat bahwa emosi manusia sudah tidak beres. Tetapi, perempuan Samaria yang dulunya malu bertemu perempuan-perempuan yang baik, saat dia bersaksi bagi Kristus, ia tidak merasa malu. Ia telah diubahkan, hidupnya tidak lagi berpusat pada diri sendiri, melainkan kepada Kristus. Itulah yang juga saya alami, karena pada usia 3 tahun, saya sudah menjadi piatu. Saya merasa rendah diri dan malu. Tetapi setelah saya menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan, saya tidak lagi rendah diri atau malu. Bahkan, ketika saya harus berbicara kepada raja, presiden, menteri, atau siapa pun. Saya bukan berbicara tentang diri saya, tetapi sedang berbicara tentang Tuhan; saya tidak membawa orang kepada diri saya, tetapi kepada Kristus. Itu sebabnya saya bisa berani bagaikan singa.

Perempuan ini berhasil membawa semua orang di kota Sikhar datang kepada Yesus. Setelah mereka bertemu Yesus, mendengar khotbah-Nya, mereka meminta Dia tinggal di sana. Di sini terdapat satu hal yang paling penting: Mereka bukan mendengar Yesus dari orang lain, tetapi mendengar langsung dengan telinganya sendiri. Jadi, jika engkau hanya menerima Injil yang dikabarkan oleh seseorang, itu belum cukup. Kita sendiri harus mengenal Yesus dan hidup dekat dengan-Nya. Ada banyak orang setelah mendengar khotbah dari pengkhotbah terkenal, kemudian tidak membaca dan menyelidiki Kitab Suci.

Gerakan Reformed dimulai dengan: 1) Seminar Pendidikan Iman Kristen (SPIK) pada tahun 1984, yang dihadiri oleh 1.200 orang; kemudian SPIK 1988 dihadiri oleh 4.300 orang; lalu 2) Sekolah Theologi Reformed Injili Jakarta, sebuah pelatihan theologi awam, mengajak orang Kristen awam untuk belajar. Dengan belajar kita mengetahui ajaran yang benar dan salah; 3) Perpustakaan, di mana orang bisa membaca buku dan mendapatkan kebenaran yang sejati secara otoritatif; 4) Memulai Mimbar Reformed Injili pada tahun 1989 dengan khotbah eksposisi. Pada akhirnya barulah 5) Sekolah Theologi. Maka, khotbah, pengajaran, membaca buku, baru mendirikan gereja, dan mendidik orang meneruskan pekerjaan Tuhan.

Ketika engkau mendengar khotbah Benny Hinn atau beberapa pendeta lain yang muluk-muluk, tetapi tidak pernah menyelidiki apakah khotbahnya benar atau tidak, itu sama seperti menelan nasi bersama racun. Tahukah Anda bahwa banyak sekali khotbah yang tidak bertanggung jawab karena tidak sesuai dengan Alkitab? Persoalannya adalah bagaimana saya dapat memilah mana yang benar mana yang salah. Di sini kita melihat peranan Roh Kudus dan kebenaran. Kita perlu kembali kepada arti asli dari Alkitab. Untuk mengerti dengan tepat, kuncinya adalah Theologi Reformed yang didasarkan kepada Alkitab.

Ketika orang-orang Samaria menginginkan Yesus untuk tinggal bersama mereka, Yesus menolak. Jadi, Tuhan Yesus hanya mengikuti hal-hal yang perlu. Kita telah membahas bahwa Yesus harus melewati Samaria karena ada rencana Allah bagi sekelompok orang yang sudah dilupakan dan dihina oleh orang Yahudi. Dengan kata lain, Yesus ke Samaria karena Samaria juga adalah domba-Nya. Maka, jangan menghina orang agama lain atau orang atheis. Ada anak-anak Tuhan yang untuk sementara masih diizinkan indekos di tempat lain. Seperti Paulus, Tuhan pernah mengizinkan dia untuk ikut menyetujui tindakan orang Yahudi yang merajam mati Stefanus dengan batu. Namun, ketika waktunya tiba, Tuhan memanggil Paulus pulang kembali.

Orang Reformed harus memiliki pikiran positif, sadar bahwa di antara orang-orang yang melawan Tuhan, bahkan yang sangat fanatik membakar gereja sekalipun bisa ada orang pilihan yang kelak menjadi hamba Tuhan. Pikiran kita harus senantiasa dinamis dan positif, memikirkan adanya banyak kemungkinan di mana Tuhan bekerja. Itu sebabnya saya sangat susah bekerja sama dengan orang yang terus mengatakan ini tidak bisa, itu tidak mungkin. Kalau memang semua tidak mungkin, untuk apa engkau percaya kepada Tuhan? Di manakah imanmu? Kita tidak menganut Positive Thinking dari Norman Vincent Peale atau teori Possibility Thinking dari Robert Schuller, melainkan menemukan: Potential Thinking. Jadi, bukan karena kita berpikir positif maka Tuhan menurunkan dari langit apa yang kita inginkan, melainkan bagaimana kita mengerjakan potensi yang sudah Tuhan berikan, namun selama ini belum digali dan dikembangkan. Pelacur itu mempunyai potensi berbicara, sanggup menggerakkan semua orang di kotanya dengan kesaksiannya. Sekalipun keberadaannya hanya dicatat di Yohanes 4, tetapi Tuhan telah menemukan dia yang dianggap tidak berguna dan sampah masyarakat di mata orang, dan menggali potensi yang ia miliki.

Apakah engkau mengetahui potensi apa yang ada di dalam dirimu? Ketika Abraham Lincoln berusia 10 tahun, dia pernah meminjam buku riwayat hidup George Washington dari temannya. Dia tertidur ketika membaca buku itu. Malam itu hujan dan rumahnya bocor, buku itu hancur karena terkena air. Untuk mengganti buku itu, ia terpaksa harus bekerja berbulan-bulan. Itu membuktikan bahwa dia yang tadinya miskin sekali, tetapi mempunyai potensi menjadi presiden. Demikian juga dengan Thomas Edison. Gurunya menitipkan surat untuk ibunya. Ibunya bergetar membaca surat itu, “Maaf Bu, anak Ibu terlalu bodoh, sehingga tidak bisa dididik. Maka mulai besok dia tidak perlu datang ke sekolah lagi.” Ibunya menangis bercucuran air mata. Namun, segera dia menyekanya, memeluk anaknya sambil berkata, “Anakku, gurumu mengatakan engkau terlalu bodoh sehingga tidak bisa dididik. Tetapi aku berjanji akan mengajarmu sendiri sampai engkau sukses.” Hari ini engkau bisa melihat orang lain dengan jelas karena ada sinar lampu, itu adalah satu dari ribuan penemuan Thomas Edison yang sangat berguna. Maka, bagi saya, potensi bukanlah sesuatu yang fiktif, bukan ilusi, bukan halusinasi atau imajinasi. Potensi itu sudah ada pada dirimu.

Setiap orang memiliki potensi. Masalahnya adalah bagaimana kita mengetahui dan menggalinya. Dengan apa kita menggalinya? Dengan iman. Dengan apa melatihnya? Dengan disiplin. Bagaimana itu semua menjadi sukses? Dengan ketekunan. Orang yang berpotensi mungkin sekali malas belajar, maka orang lain hanya memandang dia sebagai anak malas dan tidak menolongnya untuk menemukan potensinya dan menuntunnya untuk berubah. Di Malaysia ada seorang narapidana yang meminta izin untuk melukis tembok yang mengelilingi penjara sepanjang kira-kira satu kilometer. Akhirnya lukisan itu tercatat di dalam Guinness Book of World Record, sebagai lukisan terbesar di dunia dan di sepanjang sejarah.

Kita bersyukur kepada Tuhan. Yesus memang untuk pertama kali dan terakhir kali ke Samaria. Tetapi Dia telah melakukan hal yang sangat indah. Ia telah menggali potensi perempuan Samaria itu. Dan karena kesaksiannya, orang-orang datang kepada Yesus dan berkata, “Kami pernah mendengar kesaksian tentang Engkau, tetapi sekarang kami percaya bukan karena dia, tetapi karena kami sudah bertemu dengan-Mu.” Saya harap, banyak orang yang kita injili juga akan berkata, “Saya datang kepada Yesus karena khotbahmu. Tetapi kini, saya percaya Tuhan Yesus karena saya telah melihat-Nya secara pribadi.” Sudahkah orang lain melihat Kristus melalui dirimu? Sudahkah engkau bersaksi dan membawa orang datang kepada Tuhan Yesus? Amin.

 

Pengkhotbah : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/yesus-menginjili-perempuan-samaria-bagian-3?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+BuletinPillar+%28Buletin+PILLAR+RSS%29#hal-1