John 14  6Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang kembali kepada Bapa kalau tidak melalui Aku.” Yohanes 14 : 6

Ayat ini adalah perkataan Yesus yang paling tajam dan paling dibenci oleh orang dunia. Kalimat ini bersifat kontroversial. Yesus Kristus mengumumkan bahwa Ia adalah satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup, Dia sedang mengumumkan suatu satus unik, yang tidak ada pada orang lain, status yang tidak ada bandingannya!. Akulah jalan, Akulah kebenaran, Akulah Hidup. Ketiga kalimat ini mempunyai suatu keunikan, Yesus memakai kalimat ini dengan memakai bentuk jamak, tetapi bentuk tunggal. Artinya : Akulah satu-satunya jalan, Akulah satu-satunya kebenaran, Akulah satu-satunya hidup.

Perkataan-Perkataan Ilahi

Pada bagian terdahulu kita telah membahas tentang Kristus yang adalah logos. Kristus yang adalah faktor dan Oknum Pencipta, serta bijaksana di dalam seluruh ciptaan Allah, standard moral yang mutlak di dalam sejarah melalui inkarnasi. Fokus penginjilan adalah memberitakan Yesus sebagai Juruselamat yang mengampuni dosa. Ini benar, ini penting. Namun kita perlu memiliki wawasan lebih besar lagi dan mengenal Kristus lebih lengkap, kalau kita mau mengerti siapakah Yesus Kristus sebenarnya.

Waktu Ia bertemu dengan musuh-Nya, Ia berkata-kata dengan perkataan yang paling tajam; waktu berkata-kata dengan murid-murid-Nya, Ia mengatakan kalimat-kalimat yang paling terbuka. Yesus memberikan pewahyuan yang begitu tajam, tepat, mendalam dan penting kepada murid-muridNya. Ia menjawab pertanyaan dari murid-Nya  yang berkata : “Di manakah jalan itu, ya Rabi?” yang menanyakan ini adalah murid-murid yang paling dekat dengan Tuhan, yang dipilih sebagai kelompok inti, tetapi yang inti pun ternyata belum mengenal di mana jalan itu berada.

Yesus tahu bahwa orang-orang banyak mengikut Dia karena roti, karena kesembuhan, karena motivasi yang tidak baik. Sampai saat sebelum Yesus naik ke kayu salib, didapati-Nya bahwa murid-murid yang paling dekat dengan Dia masih saja tidak mengerti diri-Nya. Berapa sedih yang dialami dan berapa besar kesabaran Yesus menunggu zaman yang demikian, murid yang demikian? Tapi ternyata Yesus tidak terlalu cepat menjadi marah, tapi Ia mendidik dengan sabar. Yesus tidak mencela mereka, tapi mengatakan : “Akulah jalan, kebenaran dan hidup, tidak ada seorangpun kembali kepada Bapa, kecuali melalui Aku.” Kebenaran dan mengenal Allah bukan melalui Taurat, tetapi melalui Kristus. Hidup sejati bukan di dalam tokoh-tokoh sejarah dan orang-orang yang hebat yang mempunyai kelakuan serta watak yang menjadi contoh, tapi melalui Kristus. Siapakah Kristus?

Kepada orang-orang yang paling dekat dengan-Nya, Yesus mengatakan hal itu. Sekarang berapa banyak orang Kristen di Indonesia yang sudah mengerti dengan benar tentang Kristus?

Kalau Anda baru mengerti sedikit lalu menganggap diri hebat, maafkan jika saya berkata bahwa Anda terlalu jauh dari Tuhan. Jika Anda merasa diri terlalu dekat dengan Tuhan dan mengerti Tuhan Yesus, ingatlah bahwa pada hari terakhir sebelum disalibkan, Dia menemukan bahwa murid-Nya yang paling dekat masih tidak tahu apa-apa tentang Dia. Mereka tahu Dia adalah Kristus, Anak Allah yang kekal, itu hebat. Tapi mereka belum dapat mengetahui di mana keunikan dari Sifat dan Karya Kristus. Yesus harus mengatakan dengan terus terang dan langsung kepada murid-Nya : “I am the way, I am the truth, I am the life.” Inilah pertama kalinya dalam sejarah manusia, di mana satu Orang berani menggabungkan diri-Nya dengan kebenaran.

Hal ini adalah hal yang istimewa, karena sebelum dan sesudah Yesus, tak pernah ada seorangpun berani mengatakan bahwa diri-nya adalah kebenaran walau bagaimanapun agungnya dia. Musa tidak menyebut dirinya sebagai kebenaran, Yesaya juga tidak, Yohanes Pembabtis juga tidak, meskipun Yohanes adalah satu-satunya orang yang dipenuhi Roh Kudus sebelum lahir. Selain dari itu, baik para rasul, nabi, maupun pendiri agama yang lain juga tidak. Tak ada seorangpun berani mengatakan kalimat seperti Tuhan Yesus. Zacheomones mau mencari kebenaran, Muhammad tidak mengatakan bahwa dirinya adalah kebenaran dan Shintoisme, Budhisme, Tagore, Tolstoy dan orang-orang yang paling hebat di dalam sejarah manusia, tidak ada satupun yang pernah mengatakan bahwa dirinya itu kebenaran. Ingatlah keunikan yang pertama ini sebagai orang Kristen, itulah Yesus Tuhan kita.

Tujuan Utama Manusia

Tuhan Yesus mengaitkan tiga topik yang besar, yaitu jalan, kebenaran dan hidup ke dalam diri-Nya. Apakah manusia mempunyai hidup? Ya. Apakah manusia mempunyai jalan? Belum menemukannya. Apakah manusia ingin kebenaran? Ingin sekali. Bagaimanakah hidup yang dimiliki manusia? Hidup yang sudah terlepas dari Sumber hidupnya. Kita adalah satu-satunya makhluk yang sedang mencari jalan ke luar dan mencari isi ke dalam. “Jalan” ke luar, berarti hidup perlu pergi. “Isi” ke dalam berarti hidup itu perlu inti. Kalau di dalam hidup manusia tidak memiliki inti, maka hidupnya tidak berarti. Kalau dalam hidup manusia tidak pergi, maka hidup manusia tidak menjadi puas. Kita belajar di SD, SMP, SMA, Universitas, paska sarjana sampai menjadi orang-orang terpelajar yang diakui seluruh dunia. Apakah alasan bagi manusia untuk melakukan hal itu? Karena manusia tidak bisa hidup tanpa kebenaran.

Hewan cukup hanya mengetahui di mana mencari pasangan dan di mana tempat mencari makan, tempat tidur; tiga hal itu cukup. Berbeda dengan binatang, manusia perlu pengertian, kita perlu membaca surat kabar, majalah, jurnal, buku-buku yang paling baru maupun yang kuno, mengetahui sejarah, ilmiah, teknologi, pengetahuan yang paling baru. Semua ini membuktikan bahwa manusia perlu mengisi ke dalam dirinya dan arah ke luar. Ini merupakan tiga hal yang berkaitan yang paling diperlukan seluruh umat manusia: jalan, kebenaran, hidup.

Waktu mengisi ke dalam, kita mencari ke sana-sini, dari ilmu, teknik, moral, buku, sistem dalam akademis, agama-agama yang besar untuk mengisi kebenaran yang seharusnya, sebagai inti hidup. Sesudah mendapatkan itu, manusia mencari jalan untuk menembus dari keterbatasan menuju kepada ketidakterbatasan. Sasaran manusia adalah ketidakterbatasan-kita yang mempunyai sesuatu yang sedikit, menginginkan yang banyak,  jika kita sudah memiliki banyak, kita mau lebih banyak, demikianlah seterusnya. Ini bukan hanya soal uang ataupun harta, tetapi segala sesuatu yang berada antara keterbatasan dan ketidakterbatasan. Seorang yang berusia dua puluh tahun, mungkin menganggap hidupnya cukup panjang jika sampai pada usia lima puluh. Setelah berumur lima puluh kurang sehari, ia mengharap agar umurnya lebih panjang dua puluh tahun lagi, setelah Tuhan memperpanjang umurnya dua puluh tahun lagi, semua keadaan demikian adalah usaha untuk menerobos dari keterbatasan menuju ketidakterbatasan. Inilah motivasi agama, yaitu mau melepaskan diri dari yang terbatas dan berkonflik menuju kepada yang tidak terbatas dan harmonis. Pada waktu kita pergi menuju ke sana, mengakibatkan kita bergumul dan berkontemplasi menuju ketidakterbatasan – Manusia berusaha beramal dan berbuat baik supaya bisa pergi ke sana.

Konsep “pergi” adalah konsep yang besar. Anak kecil yang ditinggal pergi oleh ibunya akan menangis. Ibunya mungkin berpikir bahwa anak itu menangis karena sayang padanya, tapi sebenarnya ia menangis karena ia sendiri belum pergi. Janganlah Anda salah paham dengan sikap anak, karena ia menangis bukan karena kita, tapi karena anakpun tidak terbatas. Konsep “pergi” adalah konsep dasar agama, konsep yang mau lepas daripada keterbatasan menuju ketidakterbatasan, itu satu naluri manusia yang paling hakiki, karena manusia dicipta dengan konsep ketidakterbatasan.

Dalam menggabungkan seluruh sistem yang besar ini, Yesus Kristus mengatakan kalimat ini: “Akulah jalan, untuk jalan keluar, di sinilah jalannya. Akulah kebenaran, untuk kebenaran hidup, isinya ada pada-Ku.” Kalimat ini adalah kalimat yang paling besar, bersangkut-paut dengan seluruh kebutuhan isi manusia dan kebutuhan jalan ke luar manusia. Kita mau pergi, seluruh sejarah mau pergi: kemana mereka hendak pergi? Yesus mempunyai jawaban:”Pergi menuju kepada Bapa, dan melalui Aku.”

Agama Budha mengatakan bahwa setelah mati, manusia pergi ke Barat, di langit Barat ada Nirwana. Agama lain mengatakan bahwa setelah mati, manusia pergi dan mudah-mudahan diterima dengan baik oleh Allah. Mereka pergi bukan dengan kepastian, tapi dengan satu tanda tanya – tidak ada jawaban tepat, tidak ada pegangan tepat dan tidak ada kepastian perginya ke mana, namun hanya ada tanda tanya. Yesus Kristus mengatakan: “Di mana Aku berada, di sana kamu akan ada bersama-sama dengan Aku.” Kalimat Tuhan Yesus ini menimbulkan reaksi besar, sengit, kontroversial dan sangat tidak adil dalam sejarah agama, teologi, dan kebudayaan.

Tantangan Atas Pernyataan Yesus

Teolog-teolog Liberal yang tidak bertanggung-jawab, yang sudah mempunyai pra-anggapan yang mereka buat sendiri, mengatakan bahwa perkataan ini tidak keluar dari mulut Tuhan Yesus, tetapi ditambah-tambah oleh Yohanes supaya orang percaya pada apa yang dia tulis. Mereka tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah, mereka berani menantang kekristenan dan Injil. Teolog-teolog demikian masih mempengaruhi pendeta-pendeta yang berani berdiri di atas mimbar, yang tidak pernah berani berdiri untuk mengkhotbahkan kalimat Tuhan ini! Bukankah kita berada dalam satu zaman di mana kita mendengar bahwa semua agama sama dan semua jalan menuju sorga? Bukankah kita terbiasa mendengar ajakan memelihara kerukunan beragama? Saya setuju bahwa antara agama yang berbeda, kita harus hidup rukun, tapi saya tidak setuju jika orang menganggap bahwa semua agama itu sama! Orang yang mengatakan semua agama itu sama hanya ada dua macam : pertama adalah mereka yang  dengan sengaja mau merusak keunikan agama-agama, yang kedua adalah orang-orang yang tak pernah belajar agama.

Tanyakanlah kepada orang Islam yang ketat, apakah semua agama itu sama, maka ia akan menjawab bahwa semua agama tidak sama. Tanyakanlah pada orang Kristen, Budha, maka Anda akan tahu bahwa semua agama tidak sama. Mari kita jujur mengakui adanya ketidak-samaan, tapi meskipun tidak sama, dengan kasih Kristus kita bisa mencintai orang yang beragama lain, hidup rukun dengan mereka, berdamai dengan orang yang yang agamanya berbeda dan menghormati agama, karena agama-agama merupakan reaksi manusia terhadap wahyu Allah yang bersifat umum. Di dalam sistem agama mereka, mereka sendiri mengaku tidak menyodorkan keselamatan. Keselamatan hanya ada di dalam Kristus saja; Kristus berkata: “Aku datang untuk mencari dan menyelamatkan yang sesat.” Dia datang untuk memberi hidup kepada manusia.

Karl Jaspers, seorang filsuf dari Switzerland menulis satu buku untuk memuji empat orang, orang yang dipujinya antara lain Yesus dan Sokrates dan dua yang lain di Timur. Di dalam tesisnya, Karl Jaspers menulis tentang riwayat dan keagungan Yesus. Tetapi Karl Jaspers menulis bahwa Yesus tak pernah mengatakan bahwa Dia adalah jalan, kebenaran, dan hidup. Mengapa ada orang-orang seperti teolog-teolog liberal dan filsuf-filsuf yang mengatakan kata-kata yang sama? Paulus menulis bahwa otak manusia tidak mengerti hal rohani. Bagi penilaian akal mereka, suatu kejadian yang supra akal itu tidak bisa diterima; ini hanya membuktikan bahwa mereka tetap berada dalam lingkaran keterbatasan, mereka belum menikmati kategori supra rasionil – keadaan pengertian Jaspers mengenai Kristus masih dangkal sekali.

Dalam buku lainnya ada penyataan  yang paling tajam, paling bahaya dan paling menakutkan yang ditulis oleh seorang Budhisme yang paling terkemuka yang sudah meninggal dunia. Sebelum meninggal, dia mendapat reputasi tertinggi di dalam Zen Budhisme. Ia mendapat penghargaan tertinggi  dari seluruh dunia, sehingga di dalam bidang filsafat, para filsuf terkemuka mengakuinya. Demikian pula dalam bidang agama, pemimpin-pemimpin agama-agama besar di dunia mengaguminya. Dia adalah seorang Jepang bernama Suzuki. Zen Budhisme yang berkembang secara pesat di Jepang mengakibatkan perdebatan yang besar antara Suzuki dengan filsuf Tionghoa bernama Hu Tse Tse. Bagi Suzuki, pemikiran Hu Tse Tze terlalu dangkal.

Suzuki menafsirkan Yoh 14 : 6; ia mengaku  bahwa Yesus betul betul sudah mengatakan hal itu (“Akulah jalan, kebenaran dan hidup”). Seorang Budhis sekaligus filsuf yang dikagumi di seluruh dunia berani mengatakan secara umum dan dengan tulisan resmi membuktikan bahwa Yesus memang mengatakan kalimat itu. Suzuki mengatakan ia tidak heran mendengar Yesus betul-betul mengatakan kalimat tersebut, itu merupakan suatu keheranan; tapi ditambah lagi dengan mengatakan bahwa ia tidak heran akan perkataan Yesus itu, maka hal itu menyebabkan kita semakin heran.

Suzuki menafsirkan bahwa Yesus sudah melatih diri sampai pada taraf tertentu. Kalau Yesus melatih diri dengan meditasi dan pembersihan, sampai mempunyai moral yang begitu tinggi, suci dan memuncak sampai taraf seperti Nirwana sehingga kontemplasi dan pemurnian diri-Nya telah sampai pada taraf puncak, maka Dia boleh mengatakan: “Aku sudah sampai; sekarang Aku sudah sampai puncak, Aku adalah jalan, Aku adalah kebenaran, dan Aku adalah hidup.” Suzuki menambahkan lagi bahwa jikalau kita bisa melatih diri seperti Yesus hidup suci, bisa bermeditasi seperti Yesus bermeditasi, bisa berkontemplasi seperti Yesus melatih dan mengkontemplasikan diri dan memurnikan diri sampai puncak, maka Andapun boleh mengatakan bahwa diri Anda adalah jalan, kebenaran dan hidup. Benarkah itu?

Kekacauan epistemologi seperti ini sesungguhnya sudah dimulai sejak kitab Kejadian 3. Di dalam Kejadian 3, hal-hal yang pasti ditafsirkan menjadi tidak pasti, sedangkan yang tidak pasti menjadi pasti. Setan mengatakan kepada Hawa bahwa jika ia memakan buah yang dilarang itu, matanya pasti menjadi lebih besar, lebih cantik dan dapat melihat lebih jelas. Tetapi setan tidak memberitahu tentang apa yang akan dilihat oleh Hawa! Setelah Hawa menurut akan perkataan setan dan matanya terbuka, maka ia melihat. Bukan Allah yang dilihatnya, bukan pula siasat dari setan, tapi yang dilihatnya adalah dirinya yang telanjang. Kitab Suci mengandung semua prinsip yang paling dasar dan paling sulit dimengerti oleh manusia di dalam agama dan kebudayaan, pendidikan dan dalam segala sesuatu penuntutan ilmu yang digali oleh manusia.

Kalau benar Yesus mengatakan: “Akulah jalan, kebenaran dan hidup”, sebagai pengumuman atas kesuksesan dan keberhasilanNya, maka timbul pertanyaan pertama: Apakah berarti Yesus sendiri berada dalam sifat perubahan? Menurut Suzuki, di dalam keadaan proses ini, Yesus makin maju, makin unggul, makin melatih diri untuk makin sempurna, akhirnya Ia mengatakan : “Akulah jalan, kebenaran dan hidup.” Pertanyaan kedua yang muncul adalah Apakah Yesus sendiri berada di dalam sifat perubahan?

Sumber : Buku seri pembinaan Iman Kristen, Siapakah Kristus? Sifat dan Karya Kristus (Oleh Pdt. Dr. Stephen Tong).

 

Artikel Terkait :

  1. Kristus Titik Pusat Alam Semesta (Part I)
  2. Siapakah Kristus?
  3. Mengenal Kristus