SIN dan TINDalam tahun 2013, Pendapatan Negara berdasarkan APBN tahun 2013 (sumber data : Badan Pusat Statistik)  adalah terdiri dari :

  • Pajak Dalam Negeri Rp 1.099,94 T ( 73,23%),
  • Sumber Daya Alam (SDA) Rp 203,73 T (13,56%),
  • Pajak Perdagangan Internasional Rp 48,42 T ( 3,22%),
  • Penerimaan Bukan Pajak (selain SDA) Rp 149,92 T(9,98%).

Berdasarkan data tersebut,  kita melihat bahwa Pendapat Negara terbesar adalah berasal dari Pajak Dalam Negeri.

Dalam tahun 2014, walaupun Pemerintah telah merevisi target penerimaan perpajakan dan PNBP dalam RAPBN-P tahun 2014, yaitu dengan menurunkan target penerimaan dari sektor perpajakan dari Rp 1.280,4 triliun menjadi Rp 1.232,1 Triliun.  namun tetap saja kontribusi pendapatan negara khususnya dari Pajak Dalam Negeri tetap pada porsi yang paling besar.

Dalam tahun 2015, seperti diketahui dalam Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2015 tercatat, besaran pendapatan negara pada tahun depan direncanakan mencapai Rp1.762,3 triliun. Angka ini meningkat sekitar 7,8 persen dari target pendapatan negara pada APBN-P 2014 yang sebesar Rp1.635,4 triliun, dan 77, 79% dari total pendapatan negara yang direncanakan itu adalah bersumber dari Penerimaan sektor perpajakan.

Berdasarkan ingatan tersebut di atas tidak dapat dipungkiri bahwa pajak merupakan sumber pendapatan utama  dalam memenuhi dana pembangunan. Hal ini mengharuskan kita berterima kasih kepada pembayar pajak yang merupakan “pahlawan dalam pembangunan” dengan tidak lupa pula atas peran insan Petugas Pajak dibawah Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas dalam fungsi  :

  1. perumusan kebijakan di bidang perpajakan
  2. pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan;
  3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perpajakan;
  4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan; dan
  5. pelaksanaan administrasi DJP.

Salah satu cara agar pengelolaan pajak dapat dilakukan secara maksimal adalah  adanya pengadministrasian data kependudukan yang baik diantaranya  dalam bentuk Single Identification Number (SIN), hal ini sebagaimana Single Security Number yang dilakukan negara besar Amerika Serikat. Dengan memberlakukan SIN, dapat mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam bidang perpajakan.

SIN sebagai Penangkal Penyimpangan Perpajakan

Banyak terjadinya kasus tindak pidana (Money Loundering) yang sebagian besar merupakan tindak pidana penipuan  yang melibatkan penggunaan  identitas (Kartu Tanda Penduduk/KTP) palsu, dan beberapa diantara kasus tersebut juga berhubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan, penulis terlalu yakin sangat besar potensi perpajakan yang hilang akibat penyimpangan penggunaan identitas tersebut.

Maka, pemberlakuan SIN,  pengelolaan pajak diyakini  menjadi optimal dan penyimpangan di bidang perpajakan akan berkurang seperti penggelapan atau penghindaran pajak  dengan menggunakan berbagai kartu identitas. Hal yang sama apabila  transaksi dilakukan  dengan terpecah-pecah (structuring) untuk menghindari  kewajiban undang-undang akan mudah terdeteksi dan dicegah. Dengan SIN, maka deteksi laporan transaksi keuangan mencurigakan, penyusunan data base dan pembuatan financial analysis menjadi lebih efektif dan efisien. Serta, dengan adanya SIN diharapkan akan membantu tidak saja pengelolaan pajak, sekaligus juga upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Sekilas Tentang Single Identity Number (SIN)

Realita Sistem Informasi & Teknologi (IT) Indonesia

Berdasarkan data kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dan terluas di dunia, dan atas pulau-pulau yang berpenghuni dihubungkan dengan laut. Maka untuk dapat saling terhubung kita memerlukan sarana yang berupa kapal terbang, kapal laut maupun transportasi militer seperti kapal selam.

Sayangnya sistem informasi dan teknologi yang dimiliki Indonesia sama halnya konsep “penghubung” tersebut di atas yang menyebabkan:

  1. Tidak dapat dipantau sehingga memungkinkan setiap individu memiliki lebih dari satu Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan data menunjukan bahwa kasus seperti ini cukup banyak.
  2. Sama seperti poin 1 di atas, banyak orang memiliki lebih dari satu Surat Izin Mengemudi.
  3. Hal yang sama terhadap kartu-kartu seperti; Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Kartu Keluarga, Passport, Kartu Kesehatan, Kartu Asuransi, Akte Kelahiran, Akte Kematian,  dan kartu-kartu lainnya.

Maka, untuk menuju negara Indonesia yang bersih dan efisien, kita harus mulai dari hal-hal yang bersifat prinsip, seperti : Memastikan bahwa satu warga negara Indonesia hanya bisa memiliki satu  identitas saja (atau disebut juga sebagai SIN atau Single Identity Number). Hal ini tentu juga akan berimbas kepada koneksi yang menghubungkan ke hal-hal lainnya seperti nomor sertifikat, nomor IMB, polis asuransi, askes, surat izin usaha perdagangan, surat izin tempat usaha, STNK, nomor BPKB, pelanggan PAM, pelanggan Telkom, PLN, dan sebagainya yang jumlahnya 32 jenis data.

 

Single Identity Number

Hal yang perlu dipahami, SIN ini bukan monopoli manusia karena di dalam dunia networking, SIN sudah diterapkan sejak dahulu kala. Kita menyebutnya sebagai IP Address (alamat protokol internet). IP address bersifat unique, dan untuk memastikannya, ada suatu badan di Internet yang bertanggung jawab mengatur alokasi IP address setiap perangkat yang ingin terhubung ke Internet. Jika ada orang yang menggunakan IP address yang tidak legal, maka orang ini akan menyebabkan kekacauan di Internet dan hukumannya adalah dia akan diputuskan dari sambungan Internet, sampai dia mendapatkan IP address yang benar & legal.

SIN, seperti halnya IP address hanyalah sekedar nomor identitas, dan tidak lebih dari itu. Namun kegunaannya banyak sekali diantaranya sebagai berikut :

  1. Menyederhanakan sistem basis data administrasi kependudukan yang kita miliki (dengan konsolidasi dan virtualisasi storage, server, dan databse).
  2. Memastikan integritas dan akurasi dari data kependudukan (identitas penduduk bisa melalui sidik jari, retina mata, pembuluh darah di telapak tangan, dan lain-lain).
  3. Menjadi nomor referensi untuk segala macam keperluan ( misalnya; Perpajakan, bisnis, pendidikan, kesehatan, fasilitas umum,  dan lain-lain).
  4. Integrasi semua database (termasuk pembayaran pajak, pekerjaan, pendidikan, keahlian dan lain-lain) sehingga kita tahu apa kelebihan dan kekurangan sumber daya manusia yang kita punya, dan kita bisa membuat sistem perpajakan yang lebih baik dan pas untuk meningkatkan dana pembangunan melalui pajak serta lebih luas ekonomi Indonesia di mata dunia.
  5. Dan kegunaan-kegunaan lainnya.

Permasalahan Dalam Pelaksanaan SIN

Berdasarkan manfaat dan kegunaan SIN di atas, sungguhlah tidak ada alasan untuk tidak menerapkannya segera mungkin, tetapi kita harus menyadari bahwa penerapan SIN tidaklah mudah. Beberapa permasalahan yang dapat menghambat dapat bersifat hal-hal teknis dan non teknis.

Tetapi apabila ada keinginan yang kuat dari pemerintah pusat maka bukan hal yang tidak mungkin semuanya akan menjadi sederhana. Apalagi dengan kepemimpinan yang sekarang ini yang konon katanya memiliki visi dan misi yang luar biasa demi kesejahteraan rakyat, yang sudah banyak dibuktikan mengikis birokrasi yang rumit, jika yang non teknis ini dapat dibereskan maka hal yang teknis akan lebih mudah dilaksanakan.

Penyelesaian Teknis

Setelah hal non teknis sebagaimana salah satu permasalahan dalam pelaksanaan SIN dapat diselesaikan, maka penyelesaian teknis merupakan implementasi detail untuk menyukseskan terselenggarakannya aturan pokok SIN yang sudah diputuskan oleh pimpinan pusat. Dibawah ini (diambil dari catatan https://tonyseno.blogspot.com) merupakan hal-hal prinsip dalam menyelsaikan permasalahan teknis yang kiranya wajib dilakukan dalam penerapan SIN, yaitu:

  1. Menerapkan konsep jaringan intelligent : Membangun jaringan informasi yang intelligent. Jaringan ini harus bisa memberikan layanan-layanan canggih keamanan, mobilitas, penyimpanan, komputasi, identitas, virtualisasi, dan lain-lain. Semua badan pemerintah harus terhubung melalui jaringan yang intelligent ini (e-Government)
  2. Menerapkan backbone yang selalu hidup : Memanfaatkan sebanyak mungkin penyedia layanan MPLS, Frame Relay, VSAT, dan sebagainya, untuk meningkatkan availability dari backbone. Jangan sampai bencana alam di suatu tempat mematikan sistem IT yang kita punya. Untuk ini, sistem e-Government yang akan dibangun sebaiknya sudah mengadopsi MPLS, dan nantinya peering ke semua provider tersebut sebagai MPLS peer (menggunakan Inter-AS VPN)
  3. Menerapkan akses jaringan merata : Menyediakan jaringan distribusi dan akses yang merata di setiap kota. Pemerintah dapat meminta supaya semua operator dan penyedia layanan di Indonesia untuk menyediakan layanan Intranet dan Extranet VPN untuk keperluan SIN/e-Government
  4. Menerapkan sistem keamanan yang canggih : Dengan adanya sistem yang terintegrasi, keamanan menjadi hal yang sangat kritis. Gunakan pendekatan Self Defending Network untuk membangun sistem keamanan yang kebal terhadap segala macam serangan.
  5. Menerapkan sistem monitoring dan provisioning yang terpusat : Kita perlu memiliki sistem monitoring dan provisioning terpusat yang ditangani oleh satu departemen saja. Departemen ini nantinya bersifat seperti Service Provider di dalam pemerintahan, yang tugasnya melayani setiap permintaan yang berkaitan dengan SIN ini.
  6. Menerapkan data center yang Selalu Hidup : Di titik ini kita bisa mulai melakukan virtualisasi data center. Secara fisik, kita harus membangun beberapa data center yang tersebar di beberapa pulau utama di Indonesia. Semua data center kemudian dihubungkan secara virtual untuk membentuk sebuah data center virtual yang sangat tinggi availability nya.
  7. Menerapkan konsep virtualisasi di semua hal : Jaringan data yang sangat intelligent ini akan membuat semua layanan di atasnya secara virtual. Sehingga pengembangan, pemeliharaan, dan perubahan dapat dilakukan dengan cepat sekali, dan tanpa adanya perubahan perangkat keras atau jaringan yang berarti. Pada banyak kasus, perubahan-perubahan yang terjadi hanya semata-mata pada konfigurasi perangkat lunaknya saja.

Kesimpulan

Memang sudah sangat lama Direktorat Jenderal Pajak mengusulkan untuk dilakukannya penerapan SIN, karena memang akan luar biasa dampaknya dalam rangka mengumpulkan dana untuk pembiayaan negara disamping manfaat-manfaat lainnya. Dengan pemberlakuan segera mungkin penerapan SIN maka penulis terlalu optimis Direktorat Jenderal Pajak dapat memecahkan kebuntuan selama ini dalam memenuhi target penerimaan pajak yang sudah dimandatkan.

Momentum yang baik adalah era kepemimpinan sekarang ini, karena amat besar keyakinan dan optimisme penulis bahwa tidak akan terjadi lagi masalah-masalah  yang bersifat non teknis yang pada akhirnya menunda-nunda penerapan pelaksanaan  Single Identity Number (SIN) itu sendiri.