questionBerawal dari pertanyaan tentang perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) terkait  penjualan saham atas Perusahaan yang berada di dalam negeri (Wajib Pajak Dalam Negeri) yang  salah satu pemegang sahamnya  adalah Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN). Atas kondisi tersebut WPLN melakukan penjualan atas saham yang dimilikinya kepada WPLN lainnya dengan kata lain terjadi transaksi penjualan saham di luar negeri.

Hal tersebut adalah salah satu pertanyaan dari sekian banyak pertanyaan terkait penjualan saham yang melibatkan transaksi penjualan di luar negeri, maka kali ini penulis mencoba menginterprestasikan semangat yang dibangun dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor 434/KMK.04/1999 tentang pemotongan pajak penghasilan pasal 26 atas penghasilan  yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap atas penghasilan berupa keuntungan dari penjualan saham.

Kali ini penulis memberi judul “Sekilas Tentang PPh Atas Keuntungan Penjualan Saham WPLN Non BUT”, semoga tulisan ini memberi informasi yang bermanfaat bagi pembaca yang kebetulan memiliki kasus yang mirip-mirip, selamat membaca.

Dasar Hukum :

  1. Pasal 26 ayat (2), (3) UU PPh “terhadap penghasilan dari penjualan harta di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) dipotong Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan netto yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan”;
  2. Keputusan Menteri Keuangan nomor 434/KMK.04/1999 tentang pemotongan pajak penghasilan pasal 26 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap atas penghasilan berupa keuntungan dari penjualan saham.
  3. Peraturan Menteri Keuangan nomor 82/PMK.03/2009 tentang Peraturan Menteri Keuangan tentang pemotongan pajak penghasilan pasal 26 atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, Kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap.
  4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-61/PJ/2009 stdtd PER-24/PJ/2010 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

Pengantar

Untuk memberikan kepastian mengenai pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN selain BUT dari penjualan saham, dipandang perlu mengatur pemotongan PPh atas penghasilan tersebut dengan Keputusan Menteri Keuangan. Sehingga dikeluarkan suatu aturan Keputusan Menteri Keuangan yaitu Keputusan Menteri Keuangan nomor 434/KMK.04/1999 tentang pemotongan pajak penghasilan pasal 26 atas penghasilan  yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap atas penghasilan berupa keuntungan dari penjualan saham.

Bagi Wajib Pajak berbentuk Perseroan yaitu Perseroan Terbatas Dalam Negeri yang sahamnya diperjualbelikan oleh pemegang saham Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dan tidak berstatus sebagai Emiten atau Perusahaan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka Atas penghasilan dari penjualan saham Perseroan yang diperoleh WPLN selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan netto.

Dalam Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan nomor 434/KMK.04/1999 mengatur bahwa, terhadap WPLN yang berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia maka, pemotongan pajak hanya dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, dimana hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia.

P3B ini dikenal juga dengan istilah Tax Treaty, Tax Convention, Double Tax Agreement atau Double Tax Treaty. P3B ini pada umumnya merupakan kesepakatan bilateral dua negara tentang bagaimana mengatur pengenaan pajak yang memiliki dimensi internasional dari dua negara yang melakukan kesepakatan itu agar tidak terjadi pengenaan pajak berganda.

Tarif Dan Tata Cara Pemotongan

Besarnya perkiraan penghasilan netto adalah 25 % (dua puluh lima persen) dari harga jual, sehingga besarnya PPh Pasal 26 adalah 20 % x 25 % atau 5 % (lima persen) dari harga jual, dan atas Pembayaran Pajak penghasilan tersebut bersifat Final.

Penghasilan dari penjualan saham di dalam negeri yang diperoleh atau diterima WPLN dipotong pajak oleh pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak dan kepadanya diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 26. Pemotongan pajak wajib memotong dan menyetorkan PPh Pasal 26 yang terutang selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak di Bank Persepsi atau Kantor Pos, dan melaporkannya kepada Direktur Jenderal Pajak selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Pada pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan nomor 434/KMK.04/1999 dinyatakan tentang pemungut pajak yaitu dalam hal pembelinya adalah WPLN, maka yang ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah Perseroan. Pelaksanaan pemungutan dan penyetoran pajak dilakukan oleh Perseroan dengan menggunakan nama WPLN pemegang saham selambat-labatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak di Bank Persepsi atau Kantor Pos, dan melaporkannya kepada Direktur Jenderal Pajak selambat- lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Pemotong/pemungut pajak yang tidak memenuhi ketentuan dikenakan sanksi sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.

Pencatatan Pemindahan Atas Saham

Perseroan hanya mencatat akta pemindahan hak atas saham yang dijual apabila kepadanya dibuktikan oleh WPLN bahwa PPh Pasal 26 yang terutang telah dibayar lunas dengan menyerahkan fotokopi bukti pemotongan PPh Pasal 26 dengan menunjukkan aslinya.

Dalam hal penjualan saham Wajib Pajak Dalam Negeri yang dilakukan oleh WPLN, prosedur pemindahan hak atas sahamnya tunduk pada ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT) dan peraturan terkait pajak hasil penjualan saham Wajib Pajak Dalam Negeri oleh WPLN yaitu Keputusan Menteri Keuangan nomor 434/KMK.04/1999 ini.

Pembelian saham Perseroan dilakukan dengan akta pemindahan hak, baik dengan akta notaril maupun berupa akta bawah tangan. Menurut Pasal 56 ayat (2) dan (3) UUPT, akta pemindahan hak tersebut atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada Perseroan. Kemudian, Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut ke dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus.

Namun, karena Pasal (3) ayat (2) Kepmenkeu No. 434/KMK.04/1999 mengatur khusus mengenai pencatatan akta pemindahan hak atas saham PTDN yang dilakukan dengan oleh WPLN, maka ditentukan pemindahan hak atas saham PTDN belum dapat dicatatkan ke dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus sebelum WPLN tersebut membayar lunas PPh sebesar 20% dari perkiraan penghasilan netto dengan menyerahkan fotokopi bukti pemotongan PPh tersebut dengan menunjukkan aslinya. Pasal 3 ayat (3) Kepmenkeu No. 434/KMK.04/1999 mengatur jika, pembeliannya adalah WPLN, maka yang ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah Perseroan.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut, bahwa Pengalihan harta di Indonesia yang diterima atau diperoleh WPLN selain BUT di Indonesia dikenakan pajak 20% dari perkiraan netto (20 % x 25 % atau 5 % (lima persen) dari harga jual), hal ini sejalan dengan Pasal 26 ayat (2) UU PPh, KMK-434/KMK.04/199 dan PMK-82/PMK.03/2009.

Dalam hal terdapat P3B, maka hak pemajakannya berdasarkan ketentuan P3B yang berlaku, dan tata cara penerapan P3B diatur dalam Perdirjen PER-61/PJ./2009 sebagaimana telah diubah dengan PER-24/PJ./2010.

Indonesia dapat mengenakan pajak atas penghasilan dari penjualan saham perseroan yang diperoleh WPLN selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) hanya apabila berdasarkan ketentuan P3B yang berlaku Indonesia mempunyai hak pemajakan atas capital gain dari pengalihan saham.

Pajak atas penghasilan dari penjualan saham perseroan yang diperoleh WPLN ini dikenakan di Indonesia dalam hal WPLN yang mengalihkan saham berasal dari:

  1. negara yang tidak mempunyai P3B dengan Indonesia; atau
  2. dari negara mitra P3B tetapi WPLN tersebut tidak dapat memberikan SKD kepada pemotong/ pemungut pajak; atau
  3. dari negara mitra P3B yang ketentuannya tidak membatasi hak pemajakan Indonesia atas capital gain dari pengalihan saham.

loading…