Jasa KateringDalam satu diskusi dengan rekan sesama pengajar setelah selesai perkuliahan, kami berbicara tentang seringnya benturan kepentingan pemajakan atas objek tertentu antara Pajak Daerah dan Pajak Pusat. Perlu saya informasikan bahwa rekan saya ini dahulu adalah pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang cukup handal dibidangnya, namun kini beliau mengabdi di Pemda DKI Jakarta.

Kami sepakat bahwa memang banyak kesimpang siuran tentang ketentuan pengenaan pajak, apakah objek tertentu itu adalah Pajak Daerah atau Pajak Pusat?, yang pada akhirnya akan menyusahkan Wajib Pajak. Obrolan kami mengarah ke segala penjuru termasuk jenis usaha jasa tertentu seperti perhotelan, cafe, Bilyard, Golf dan Bowling yang akhirnya mengarah pada pengenaan perpajakan atas penyerahan Jasa Boga atau Katering, khususnya jenis Pajak Pertambahan Nilai.

Seperti kita ketahui bersama bahwa baru-baru ini Kementerian keuangan telah mempertegas aturan main atas usaha jasa katering atau jasa boga. Adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 18/PMK.010/2015 tanggal 02 Februari 2015 tentang Kriteria Jasa Boga atau Katering yang termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Dengan ketentuan ini Direktorat Jenderal Pajak berharap berbagai pihak mendapatkan penjelasan lebih gamblang mengenai kriteria kesalahpahaman pemungutan PPN dan retribusi daerah tidak terjadi lagi.

Maka kali ini penulis mencoba membahas tentang pajak-pajak atas Jasa Boga atau dikenal dengan nama Jasa Katering dengan judul tulisan kali ini adalah “Pajak atas Jasa Boga atau Katering.” Kiranya tulisan ini memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca setia nusahati.

Dasar Hukum

  1. UU KUP
  2. UU PPh
  3. UU PPN
  4. Peraturan Menteri Keuangan nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain
  5. Peraturan Menteri Keuangan nomor 18/PMK.010/2015 tanggal 02 Februari 2015 tentang Kriteria Jasa Boga atau Katering yang termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Pengertian Jasa Boga Atau Katering

Jasa boga atau katering merupakan jasa penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan penyajian, untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh pemesan.

Penyajian makanan dan/atau minuman di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dapat dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.

Tidak termasuk dalam pengertian jasa boga atau katering yaitu penjualan makanan dan/atau minuman yang dilakukan melalui tempat penjualan berupa toko, kios, dan sejenisnya untuk menjual makanan dan/atau minuman, baik penjualan secara langsung maupun penjualan secara tidak langsung/pesanan.

Aspek Perpajakan

Pengusaha katering dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu pengusaha Orang Pribadi dan Badan Hukum. Atas usaha tersebut pengusaha  memiliki penghasilan yang harus dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. Beberapa aspek perpajakan yang terkandung di dalam usaha jasa katering adalah sebagai berikut :

Pajak Penghasilan

Bagi pengusaha yang bergerak dalam bidang usaha jasa katering atau jasa boga akan memperhitungkan kewajiban perpajakannya di akhir tahun secara self assesment, bagi Wajib Pajak Orang pribadi dengan menyampaikan formulir 1770 paling lama tanggal 31 Maret dan bagi Wajib Pajak Badan dengan meyampaikan formulir 1771 paling lama tanggal 30 April. Dan atas bukti potong entah itu PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23 dapat dikreditkan dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang setiap tahunnya.

Pemotongan PPh Pasal 23

Dalam pasal 23 ayat (1) disebutkan bahwa Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Jenis jasa lain tersebut termasuk Jasa Catering atau Jasa Boga (Pasal 1 ayat (2) huruf aa PMK nomor 244/PMK.03/2008.

Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, (SE-53/PJ/2009) tidak termasuk :

  1. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
  2. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
  3. pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
  4. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.

Sebagai catatan adalah Jumlah bruto tersebut di atas tidak berlaku atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering (jika dapat dipisahkan maka menggunakan nilai jasanya saja); atau dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pemotongan PPh Pasal 21

Dalam pasal 21 ayat (1) disebutkan bahwa Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:

  1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
  2. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
  3. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
  4. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
  5. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

Demikian halnya dengan Jasa Katering atau Jasa boga, apabila pengusaha jasa katering tersebut adalah orang pribadi maka atas jasa tersebut wajib dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif sebesar 2,5% dari jumlah bruto (Jumlah bruto X 50% x 5%).

Bagaimana dengan Pajak Pertambahan Nilai?

Ketentuan sebelumnya yang kini tidak berlaku lagi, yaitu Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan nomor 418/KMK.03/2003 tentang PPN atas penyerahan Jasa Boga atau katering menyatakan bahwa, dalam hal pengusaha hotel, restauran, rumah makan, warung dan sejenisnya, juga melakukan usaha Jasa Boga atau Katering, maka berlaku ketentuan sebagai berikut :

  1. wajib dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dan melakukan pembukuan yang terpisah antara usaha hotel, restauran, rumah makan, warung dan sejenisnya, dengan usaha Jasa Boga atau Katering.
  2. penyerahan makanan dan atau minuman dalam rangka usaha Jasa Boga atau katering dikenakan PPN
  3. terhadap penyediaan makanan dan atau minuman dalam rangka usaha hotel, restauran, rumah makan, warung dan sejenisnya, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Sehingga atas usaha yang diselenggarakan oleh pengusaha/wajib pajak sepanjang tidak melakukan kegiatan usaha Jasa Boga atau Katering tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Sebagai contoh : Apabila kegiatan usaha tidak terdapat tempat untuk menyantap makanan dan atau minuman dengan dipungut bayaran, maka tempat kegiatan usaha tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, melainkan hanya sebagai tempat penjualan makanan dan atau minuman (Barang Kena Pajak), dan atas penyerahan tersebut terutang PPN.

Seperti kita ketahui bahwa dalam UU PPN hanya disebutkan jasa katering atau jasa boga namun tidak dijelaskan secara detai kriteria jasa tersebut yang berakibat salah tafsir contohnya perusahaan kue sebagai bagian dari usaha katering padahal toko kue termasuk ritel dan terutang PPN sementara selama ini pemilik toko kue diharuskan membayar retribusi daerah yang besarannya 10%.

Dengan ketentuan yang baru yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor 18/PMK.010/2015 tanggal 02 Februari 2015 tentang Kriteria Jasa Boga atau Katering yang termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Ditegaskan bahwa yang tidak termasuk dalam pengertian jasa katering adalah penjualan makanan dan minuman yang dilakukan melalui tempat penjualan berupa toko, kios, dan sejenisnya, baik penjualan secara langsung maupun tidak langsung.

Artinya penjualan makanan dan minuman yang dilakukan melalui tempat penjualan berupa toko, kios, dan sejenisnya adalah merupakan barang kena pajak yang atas penyerahannya terutang PPN dengan memperhatikan ketentuan perpajakan yang berlaku tentang batasan pengusaha kecil.

Kesimpulan

Adanya pemahaman yang berbeda diantara petugas pajak baik petugas pajak di Direktorat Jenderal Pajak maupun petugas pajak di Pemerintah Daerah adalah tentang kesimpang siuran pengertian Jasa Katering atau Jasa Boga , sebagian menyatakan terutang Pajak Pertambahan Nilai sebagian lainnya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai.

Dengan keluarnya ketentuan sebagaimana dijelaskan di atas yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor 18/PMK.010/2015 tanggal 02 Februari 2015 tentang Kriteria Jasa Boga atau Katering yang termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, ditegaskan bahwa Jasa boga atau katering termasuk jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Jasa boga atau katering merupakan jasa penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan penyajian, untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh pemesan. Penyajian makanan dan/atau minuman di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dapat dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.

Tidak termasuk dalam pengertian jasa boga atau katering yaitu penjualan makanan dan/atau minuman yang dilakukan melalui tempat penjualan berupa toko, kios, dan sejenisnya untuk menjual makanan dan/atau minuman, baik penjualan secara langsung maupun penjualan secara tidak langsung/pesanan.

Dan ketentuan ini tidak mengubah ketentuan yang ada tentang pemotongan Pajak Pernghasilan atas usaha Jasa Boga atau Katering, bagi pengguna jasa katering atau jasa boga wajib memotong Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 (jika penyedia jasanya adalah orang pribadi), Pajak Penghasilan Pasal 23 (jika penyedia jasanya adalah badan), dan perlu diketahui transaksi dengan pengusaha jasa katering atau jasa boga adalah termasuk aktifitas jasa dan bukan penyediaan barang yang harus dipotong Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh bendaharawan pemerintah.

Ketentuan tentang Jasa Boga atau Jasa Katering dapat didownload di sini :

  1. Peraturan Menteri Keuangan nomor 18/PMK.010/2015
  2. SE-53/PJ/2009 Tentang Jumlah Bruto & Lampiran

 

Loading…