Perisai 2Sebagai Penelaah Keberatan sering saya memperhatikan bahwa SPT Wajib Pajak yang sebelumnya menyatakan Lebih Bayar menjadi Kurang Bayar, hal ini salah satu penyebab Wajib Pajak mengajukan Keberatan, jika permohonan keberatan ditolak maka Wajib Pajak akan meneruskan dengan Banding dan bila perlu sampai  Peninjauan Kembali.

Sebagai Instruktur brevet, sering saya mendengar bahwa SPT Lebih Bayar  (baik tahunan maupun masa) perusahaan di mana peserta bekerja selalu kembali utuh tanpa ada koreksi yang signifikan, bahkan peserta tersebut menyebutkan nama Pejabat Pemeriksanya beserta nomor HP, Pin BB dan lain-lainnya.

Berdasarkan dua kondisi tersebut di atas, Surat Pemberitahuan (SPT) baik Tahunan maupun masa yang menyatakan Lebih Bayar dan mengajukan restitusi adalah yang menjadi pokok pembahasan kali ini. Kondisi SPT Lebih Bayar yang diajukan restitusi adalah persoalan paling besar dan melelahkan bagi semua lini petugas pajak mulai dari Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak, Account Representative,  petugas pelayanan, petugas Penagihan, bahkan Penelaah Keberatan dan petugas-petugas pelaksana lainnya.  (Inilah dasar penulis pernah “curcol” dengan tulisan Bila Restitusi Pajak Dihapuskan.”)

Pemeriksaan Atas Restitusi Pajak

Berawal dari semangat yang dibangun dalam pasal 17 B UU KUP di mana  ayat (1) menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Seperti kita ketahui Surat ketetapan pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

Dalam poin ini menyatakan bahwa setiap SPT Lebih Bayar yang mengajukan restitusi absolut dilakukan tahapan pemeriksaan terlebih dahulu. Kondisi inilah yang menyebabkan energi Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak lebih banyak menangani pemeriksaan rutin jenis ini, apalagi jika diwilayah kantornya banyak yang mengajukan restitusi.

Pengembalian Pendahuluan Atas Restitusi Pajak

Dengan pertimbangan mengurangi beban Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak dalam rangka pemeriksaan atas SPT Lebih Bayar yang mengajukan restitusi, maka dalam Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007  yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008 dimunculkan Pasal 17D tentang pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi WP dengan persyaratan tertentu yang batasannya diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan. Prosedur penyelesaiannya pun hanya melalui penelitian. Jangka waktu yang diatur juga lebih singkat daripada melalui prosedur pemeriksaan, yakni paling lama 3 bulan untuk Pajak Penghasilan dan 1 bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai.

Wajib Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah:

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;
  3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
  4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.

Dalam pasal 17D ayat (3) UU KUP yang menyatakan “Batasan jumlah peredaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlah lebih bayar  diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.” Adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 198/PMK.03/2013 tanggal 27 Desember 2013 yang berlaku sejak tanggal 1 januari 2014 tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu, tentang apa konten dari Peraturan ini silahkan dibaca dalam tulisan sebelumnya yang berjudul “Sekilas Tentang Pengembalian Kelebihan Pajak.”  Adapun Wajib Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan persyaratan tertentu menurut PMK-198/PMK.03/2013 meliputi :

  1. Wajib Pajak Orang Pribadi tidak menjalankan usaha/ pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT lebih bayar restitusi dengan tidak ada batasan lebih bayar;
  2. Wajib Pajak Orang Pribadi menjalankan usaha atau pekerjaan bebas menyampaikan SPT lebih bayar restitusi, jumlah lebih bayar maksimal 10.000.000;
  3. Wajib Pajak Badan menyampaikan SPT LB Restitusi maksimal 100 juta; atau
  4. PKP menyampaikan SPT Masa PPN LB Restitusi maksimal 100 juta.

tentang tata cara pengajuan permohonan pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dilakukan oleh Wajib Pajak melalui permohonan tertulis baik dengan cara memberi tanda pada SPT yang menyatakan LB restitusi atau dengan cara mengajukan surat tersendiri.

Kebijakan Pemeriksaan Single Tax  atas SPT Tahunan Lebih Bayar Badan

Dalam sesi kelas brevet Pemeriksaan Pajak baru-baru ini, seorang peserta dengan lantang dan mantap menginterupsi bahwa atas SPT Tahunan PPh Badan yang menyatakan Lebih Bayar ruang lingkup pemeriksaannya hanya satu jenis pajak, karena itu yang dialami dan sudah selesai proses pemeriksaannya dengan tidak ada koreksi apapun.

Pernyataan tersebut adalah pembuktian semangat yang dibangun dalam rangka penyederhanaan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013 dan Surat Edaran No. SE-28/PJ/2013, dengan intisari sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Kantor

Semangat yang ada dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013 adalah bahwa pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor apabila permohonan pengembalian kelebihan pembayaran tersebut diajukan oleh Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan:

  1. laporan keuangan Wajib Pajak untuk Tahun Pajak yang diperiksa diaudit oleh akuntan publik atau laporan keuangan salah satu Tahun Pajak dari 2 (dua) Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak yang diperiksa telah diaudit oleh akuntan publik, dengan pendapat wajar tanpa pengecualian; dan
  2. Wajib Pajak tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, atau penuntutan tindak pidana perpajakan, dan/atau Wajib Pajak dalam 5 (lima) tahun terakhir tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Hal ini menyatakan bahwa Wajib Pajak yang mengajukan resitusi pajak tetap dilakukan pemeriksaan namun dengan jenis pemeriksaan kantor. Tidak lagi dengan pemeriksaan lapangan sepanjang memenuhi syarat tersebut di atas.

b. Ruang Lingkup Pemeriksaan menjadi  Satu Jenis Pajak.

Semangat dalam Surat Edaran No. SE-28/PJ/2013 adalah bahwasanya Direktur Jenderal Pajak membuat kebijakan penyederhanaan pemeriksaan Pajak. Terkait dengan pemeriksaan pajak dalam Pasal 17B UU KUP, yaitu pemeriksaan pajak akibat permohonan restitusi, maka ruang lingkup pemeriksaan hanya satu jenis pajak. Jika kelebihan pajak adalah jenis pajak PPh Badan, maka produk pemeriksaan kantor yang dilakukan hanya untuk PPh Badan saja. Jika kelebihan pajak adalah jenis pajak PPN maka produk pemeriksaan kantor yang dilakukan hanya untuk PPN saja.

Pertanyaannya adalah, bagaimana jika ditemukan potensi koreksi pajak yang berhubungan dengan jenis pajak lainnya dan sangat signifikan? Maka dalam hal ini Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak dapat memperluas pemeriksaan, yaitu pemeriksaan khusus.

Kesimpulan

Hal-hal tersebut di atas adalah bertujuan satu, yaitu mengurangi beban pekerjaan khususnya Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak, hal tersebut dapat meliputi waktu, biaya. Sementara bagi Wajib Pajak sendiri dengan adanya kebijakan-kebijakan tersebut akan memberikan dampak psikologis bahwasanya prosedur pengembalian pajak atas SPT Lebih Bayar yang diajukan restitusi lebih mudah dan sederhana dan cepat.

Hal yang perlu kita perhatikan bersama adalah bahwa produk restitusi merupakan pengeluaran uang dari kas negara yang merupakan hak wajib pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan, hal ini merupakan tugas yang sangat berat bagi fiskus dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan bertanggung jawab, demikian juga dengan Wajib Pajak jika ditemukan suatu kesalahan maka Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak, sesuai dengan pasal 17 D ayat 5 bahwa Jika berdasarkan hasil pemeriksaan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah pajak yang kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen).

Adapun implikasi dari ketentuan tersebut di atas setidaknya menghasilkan 2 (dua) kondisi sebagaimana yang penulis alami yaitu 1). SPT Lebih Bayar  mengajukan restitusi setelah diperiksa menjadi Kurang Bayar, dan 2). SPT Lebih Bayar mengajukan restitusi setelah diperiksa tetap menjadi Lebih Bayar. Pertanyaannya, apakah SPT Lebih Bayar mengajukan resitusi setelah diperiksa menjadi Kurang Bayar tanpa adanya usulan pemeriksaan khusus sebagaimana Semangat dalam Surat Edaran No. SE-28/PJ/2013?

 

Dasar Hukum Terkait :

  • UU KUP Pasal 17, 17 B dan 17 D
  • Peraturan Menteri Keuangan nomor 198/PMK.03/2013 tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu.
  • SE-12/PJ/2014 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu.
  • Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013 tentang tata cara pemeriksaan.
  • Surat Edaran No. SE-28/PJ/2013 tentang kebijakan pemeriksaan.

 

Artikel Pajak Menarik Lainnya :