Pdt. Dr. Stephen Tong

Pdt. Dr. Stephen Tong

Sebelumnya

F. Turunnya Roh Kudus dan Penginjilan

Di Yerusalem ada gejala-gejala khusus yang tidak pernah terjadi di tempat lain, yaitu gejala lidah-lidah api yang turun ke atas mereka, lalu ada angin yang bertiup kencang dengan suara yang keras.  Ketika menerima ini, mereka dipenuhi oleh Roh Kudus dan mereka mulai berkhotbah dengan bahasa-bahasa lain. Pengalaman pertama ketika Roh Kudus turun adalah mereka semua berbicara dalam bahasa-bahasa lain, setelah dipenuhi (sekalipun sebelumnya mereka sedemikian ketakutan dan bersembunyi). Ternyata yang mendengar begitu tercengang, karena mereka yang hadir di situ adalah orang-orang Yahudi yang sudah tinggal di 16 daerah berbeda di sekitar Laut Tengah. Kebanyakan mereka sudah tidak terlalu menguasai bahasa Yahudi lagi dan rasul-rasul itu dapat berkhotbah di dalam bahasa-bahasa yang mereka pakai sehari-hari. Inilah mujizat yang terjadi.

Mujizat tidak hanya berhenti pada lidah api yang hinggap di kepala mereka, atau dengan angin keras, tetapi juga menjadikan mereka dapat berkata-kata memberitakan Injil Kristus langsung secara internasional. Inilah permulaan penginjilan yang merupakan tanda bahwa Injil bukan hanya bagi satu bangsa dan Injil bukan hanya bagi orang Yahudi.

Di dalam sejarah, terdapat dua peristiwa penting yang berhubungan dengan bahasa manusia. Yang pertama, ketika manusia mau membesarkan dan mempermuliakan dirinya sendiri, lalu mendirikan menara Babel (Kejadian 11). Maka Allah yang di sorga mengatakan bahwa Allah turun untuk mengacaukan bahasa manusia. Akibatnya satu dengan yang lain di antara mereka sendiri tidak dapat saling mengerti. Tetapi pada peristiwa kedua, di hari Pentakosta, Allah mengirimkan Roh Kudus turun untuk menjadikan semua orang yang tidak dapat mengerti dapat mengerti Injil. Saudara jangan hanya cuma melihat gejala-gejala hurufiahnya saja. Kita perlu mengerti prinsip-prinsip penting yang hendak Alkitab ungkapkan kepada kita.

1. Siapakah Yang Menjadi Mengerti ?

Mengapa Roh Kudus turun pada hari Pentakosta? Ia turun untuk menguduskan semua bangsa dan melahirkan Gereja Tuhan. Pada saat itu, Roh Kudus memberikan karunia berbahasa lain untuk mempermudah penginjilan. Akibatnya: Yang tidak mengerti menjadi mengerti. Inilah tujuan diberikannya karunia lidah bagi gereja Tuhan. Heran sekali, karunia lidah yang sekarang ada di Gereja-gereja justru mengakibatkan orang yang sudah mengerti menjadi tidak mengerti!

Tuhan menginginkan Injil diberitakan ke segala bangsa. Untuk itu Roh Kudus turun membantu kita bersaksi ke seluruh bangsa, mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria sampai ke ujung bumi. Roh Kudus memberkati mereka dengan memberikan karuniua lidah, sehingga mereka dapat memberitakan Injil ke segala bangsa.

2. Siapakah Yang Menerima Roh Kudus

Kedua, ketika mereka menerima Roh Kudus, mereka menjadi pengkhotbah-pengkhotbah dan penginjil-penginjil untuk memberitakan Injil dan kebenaran kepada orang lain. Bukan hanya demikian, para pendengar langsung merasakan kuasa Roh Kudus menyertai pemberitaan Injil yang mereka lakukan. Mereka langsung bereaksi dengan beriman dan dibaptiskan. Jadi orang-orang di Yerusalem itu menerima Roh Kudus, lalu berkhotbah dan membaptiskan orang dengan air. Lalu mereka yang dibaptis dengan air itu menerima Roh Kudus juga.

3. Perlukah Pengesahan Gereja oleh Para Rasul ?

Dalam Kisah Para Rasul pasal 8, di Samaria, orang-orang mendengar Injil dari Filipus. Banyak orang menerima Yesus Kristus dan dibaptiskan dalam nama Yesus Kristus. Tetapi mereka belum menerima Roh Kudus. Perlu Petrus dan Yohanes dikirim ke sana. Tetapi mengapa Filipus tidak cukup, sehingga perlu Petrus dan Yohanes dikirmkan ke sana?

Gereja Pantekosta dan Kharismatik mengartikan ayat ini dengan anggapan bahwa orang yang sudah dibaptiskan dalam nama Yesus, masih perlu penumpangan tangan untuk menerima Roh Kudus. Alkitab tidak mengajarkan demikian. Alkitab menegaskan bahwa mereka mendengar Injil dari Filipus, tetapi Gereja di Yerusalem melihat ini dan menegaskan bahwa itu belum cukup, sehingga harus mengutus Petrus dan Yohanes. Ketika mereka menumpangkan tangan, barulah mereka menerima Roh Kudus. Cara seperti ini sangat berbeda dengan penafsiran banyak Gereja sekarang yang meributkan soal penumpangan tangan. Persoalan yang penting adalah: mengapa Filipus memberitakan Injil belum cukujp, dan mengapa Gereja di Yerusalem menegaskan bahwa itu belum cukup dan perlu mengirimkan Petrus dan Yohanes. Banyak orang Kristen, bahkan pendeta tidak memikirkan hal ini, lalu menafsirkan ayat Alikitab semauanya sendiri.

Filipus mengajar firman dan memberitakan Injil dengan benar. Ketika ia mengajar dengan begitu baik, mereka menerima Injil dan dibaptis dalam nama Tuhan Yesus, mengapa masih belum cukup?  Rasul-rasul di Yerusalem menegaskan: “Tidak bisa! Kita harus segera mengirimkan Petrus dan Yohanes, karena tanah Samaria telah menerima Injil.”  Ketika Petrus dan Yohanes tiba dan mengetahui bahwa mereka belum menerima Roh Kudus, maka mereka menumnpangkan tangan ke atas mereka dan mereka menerimanya. Apakah itu berarti Filipus tidak sah, hanya Petrus yang sah, atau tanpa Yohanes datang Gereja itu tidak jadi berdiri? Semua orang Kristen di seluruh dunia perlu memikirkan soal ini, kalau tidak Gereja akan menyeleweng!

Di dalam deretan para rasul ada seorang yang bernama Filipus. Tetapi Filipus yang mengabarkan Injil di Samaria ini bukanlah rasul Filipus! Memang ia adalah seorang Penginjil yang sangat besar dan sukses. Ia seorang diaken. Tetapi karena bukan rasul;, maka Gereja perlu dikonfirmasikan oleh para rasul baru menjadi sah. Kalau begitu, apakah semua Gereja harus dikonfirmasikan oleh rasul? Konsep ini begitu penting. Di dalam Kisah Para Rasul pasal 2. Roh Kudus turun kepada rasul; di dalam Kisah Para Rasul pasal 8, Roh Kudus turun kepada yang bukan rasul; di dalam Kisah Para Rasul pasal 10, Roh Kudus turun kepada orang kafir. Tetapi pada waktu itu yang memberitakan Injil adalah Petrus, sehingga tidak perlu pengutusan rasul lainnya. Di dalam Kisah Para Rasul pasal 19, Roh Kudus belum turun, karena yang memberitakan adalah Apolos, sehingga Roh Kudus turun melalui pelayanan rasul Paulus.

Filipus di dalam catatan Kisah Para Rasul di sebut sebagai “Phillip the Evangelist” (Filipus Sang Penginjil). Ia bukan rasul. Pada saat itu, Gereja harus didirikan di atas para rasul dan para nabi. Jadi Gereja di seluruh zaman harus merupakan Gereja yang didirikan di atas rasul dan nabi. Tidak ada pengecualian. Tetapi bedanya adalah: kita berada di dalam zaman di mana Kitab Suci sudah lengkap diwahyukan, sedangkan mereka berada di dalam zaman di mana Kitab Suci belum lengkap diwahyukan.

Jika saat mereka belum mempunyai Kitab Suci yang sudah lengkap diwahyukan, lalu mereka mengukuhkan Gereja, maka Gereja itu didirikan di atas pengajaran Filipus, jadi bukan di atas dasar para rasul. Itu bukan Gereja yang sah. Tetapi darimanakah kita dapat memastikan bahwa Gereja harus didirikan di atas dasar para rasul dan para nabi? Prinsip ini ditegaskan dalam Efesus 2:19-20,

“Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.”

Seharusnya secara kronologis, urutannya adalah para nabi dulu baru para rasul, karena nabi di Perjanjian Lama, sedangkan rasul di dalam Perjanjian Baru. Tetapi di dalam pembahasan Perjanjian Baru, khususnya mengenai Roh dan karunianya, urutan ini dibalik. Rasul selalu terlebih dahulu, baru nabi kemudian. Hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam bab-bab berikutnya.

Jadi semua Gereja harus didirikan di atas dasar para rasul dan para nabi. Ayat ini merupakan prinsip di mana Gereja harus didirikan di atas dasar pengajaran Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, di mana iman kepercayaan kita didirikan di atsnya. Kristus sebagai batu penjuru, batu karang yang kekal dan pondasi utama Gereja. Inilah arti bahwa Gereja didirikan di atas dasar para rasul dan para nabi.

Mengapa rasul didahulukan dan nabi diletakkan kemudian? Karena di dalam progressive revelation “wahyu Allah secara progresif”, Allah mulai mewahyuklan kebenaran dan pengajaran-Nya melalui para nabi, baru kemudian digenapkan oleh para rasul. Di tengah nabi dan rasul berdirilah Yesus Kristus. Para nabi menubuatkan Yesus Kristus. Setelah Tuhan Yesus datang, Ia memilih rasul, Ia mati dan bangkit, naik ke sorga. Sekarang ini para rasul yang bertugas untuk mengabarkan Yesus yang telah mereka saksikan ke seluruh dunia. Di sini kesinambungan wahyu Allah dari Perjanjian lama ke Perjanjian Baru menjadikan seluruh Kitab Suci dasar dan pedoman untuk berdirinya Gereja.

Pada saat itu, mererka belum mengetahui ajaran para rasul. Mereka yang di Samaria hanya mengenal seorang pemberita Injil, yaitu Filipus. Memang Filipus adalah seorang yang mengenal Yesus, seorang yang memberitakan Injil dengan sungguh, dan seorang yang dipimpin oleh Roh Kudus.

Baptisan memang harus di dalam nama Tuhan Yesus. Mengapa tidak di dalam nama Allah Tritunggal? Untuk ini kita kembali ke Kisah Para Rasul 2:37-dstnya. Dalam ayat-ayat tersebut dituliskan bahwa ketika banyak orang berespon kepada firman dan mau dibaptis, Petrus mengatakan ”dibaptiskan di dalam nama Yesus.”  Seolah-olah tidak membaptis dalam nama Allah Tritunggal. Akibatnya, di dalam Gereja-gereja Pantekosta di Indonesia sekitar 20 tahun yang lalu muncul perdebatan karena ada orang yang merasa tidak benar dibaptiskan di dalam nama Tritunggal, karena ayat ini mengatakan dibaptiskan di dalam nama Yesus. Maka ada orang-orang yang kemudian dibaptiskan ulang dsengan nama Yesus Kristus. Itu sebabnya, di dalam Gereja Reformed Injili Indonesia, saya membaptis orang dengan menyebutkan: “Saya membaptis engkau ke dalam Gereja Reformed Injili Indonesia, di dalam nama Allah Bapa, Allah Anak, yaitu Yesus Kristus, dan Allah Roh Kudus.”  Kita menjalankan semua hal ini dengan tidak sembarangan, melainkan mengikuti prinsip firman Tuhan dengan teliti.

Ketika dibaptiskan dalam nama Yesus, berarti mereka sudah mengetahui bahwa Yesus adalah Allah. Tetapi sekalipun mereka dibaptiskan dengan benar, tetap tidak sah, karena Gereja di Samaria belum memiliki Kitab Suci yang ditulis oleh para rasul. Mereka hanya mendengar firman dari Filipus yang bukan rasul; padahal Gereja harus didirikan di atas dasar rasul dan nabi. Maka Gereja Yerusalem merasa perlu mengutus Petrus dan Yohanes.

Lalu, mengapa ketika Filipus memberitakan Injil, Roh Kudus tidak turun? Karena Kitab Suci belum selesai ditulis, sehingga setiap Gereja memerlukan konfirmasi dari rasul. Kalau tidak akan sangat berbahaya. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan keadaan sekarang. Saat ini Kitab Suci sudah selesai ditulis. Pengajaran para rasul dan para nabi telah diteguhkan dan diselesaikan secara lengkap. Maka setiap Gereja harus kembali kepada firman Tuhan. Roh Kudus yang mewahyukan kebenaran adalah Roh yang bertanggungjawab atas apa yang diajarkan oleh para rasul dan para nabi, yang menerima inspirasi dari Roh Kudus. Itu sebab Gereja-gereja pada zaman ini tidak lagi memerlukan utusan rasul dari Yerusalem untuk mengkonfirmasikannya. Gereja yang ada di dalam zaman ini adalah gereja-gereja yang ada ketika Alkitab sudah lengkap ditulis.

Kasus ini mirip dengan Kisah Para Rasul 19. Apolos jauh lebih tidak mengerti firman Tuhan dibandingkan dengan Filipus. Ia hanya mengulangi apa yang dikerjakan oleh Yohanes Pembaptis. Yohanes Pembaptis membaptis mereka yang mau bertobat karena menyadari bahwa mereka berdosa. Apolos tidak mengerti bahwa Yohanes Pembaptis hanya membaptis dengan air sebagai lambang pertobatan, yang menuju kepada baptisan Roh Kudus.

Baptisan air ada dua, yaitu sebelum Yesus datang dan sesudah Yesus mati dan naik ke sorga dan memberikan amanat agung untuk membaptiskan orang demi nama Allah Tritunggal. Itulah air turun dari atas melambangkan Roh Kudus turun dari atas.

Kita harus mengerti dengan tepat, bahwa Yohanes Pembaptis membaptis orang dengan pengalaman saebagai anak imam. Itu alasannya mengapa baik Yohanes Pembaptis maupun Tuhan Yesus baru keluar pada usia 30 tahun, karena ia harus menggenapkan tuntutan Taurat. Tuhan Yesus juga dilahirkan di bawah Taurat (Galatia 4:4), sehingga pada usia 12 tahun Ia dibawa ke Bait Allah untuk menjadi Bar Miswah “Anak Taurat”. Di sana ia sempat berdiskusi dengan para “profesor” Taurat di situ dan membuat mereka terkagum-kagum. Sekalipun telah sedemikian luas biasa, Ia tetap tidak boleh melayani dan harus menunggu sampai usia 30 tahun baru boleh keluar melayani, karena setelah usia 30 tahun seseorang baru dapat menjabat sebagai imam.

Yohanes Pembaptis adalah anak seorang imam. Ayahnya, Zakaria, adalah seorang imam. Ia mengetahui dengan pasti apa yang dituntut oleh Alkitab. Itu sebabnya ia tidak keluar sebelum berusia 30 tahun. Menurut apa yang ditulis oleh Alkitab Perjanjian Lama, sebelum seorang iman melayani, ia harus dibaptis (diurapi) terlebih dahulu. Hal ini merupakan upacara pengudusan atau penyucian diri, di mana mereka dibersihkan dengan air yang berada di dalam Bait Allah.

Semua ini merupakan tahapan bagaimana kita beriman kepada Tuhan. Baptisan di dalam Roh Kudus merupakan sesuatu yang terjadi secara status pada hari Pentakosta, tetapi pada pengalaman kita, kita mengalami pengudusan pada waktu kita bertobat dan menjadi orang kudus. Ketika orang berdosa dibaptis, sama dengan upacara pentahbisan imam, yaitu air dikucurkan dari atas kepala, ke telinga, dan sampai ke bawah. Air itu turun dari atas bukan dari bawah, karena mau melambangkan Roh Kudus turun mengurapi orang berdosa dari sorga.

Yohanes Pembaptis sangat mengerti arti upacara penyucian ini, sebab itu ketika ia menjalankan baptisan, ia memakai cara yang sama seperti yang telah dijalankan di sepanjang tradisi Perjanjian Lama, karena yang datang kepadanya bukan hanya sepuluh-dua puluh orang, tetapi begitu banyak orang. Karena ia berkhotbah di padang gurun, maka ia membawa mereka semua ke sungai Yordan dan membaptiskan mereka di sana. Saya percaya Yohanes Pembaptis membaptiskan orang dengan cara menuangkan air dari atas kepala, karena ini merupakan suatu lambang bagaimana Roh Kudus akan turun. Pada waktu Yesus dibaptiskan, Alkitab mencatat bahwa kemudian Yesus keluar dari air. Kalimat ini ditafsirkan bahwa seluruh tubuh Yesus tercelup di dalam air. Tetapi kemungkinan yang terbesar justru Yesus memang berdiri di atas air ketika dibaptis, dan ketika Ia keluar dari air, hanya kaki dan lututnya saja yang keluar dari air, bukan seluruh tubuhnya.

Upacara penuangan air dari atas kepala ini, merupakan lambang pembersihan sebelum seseorang memulai pelayanan. Itu sebab, seseorang dibaptiskan atau dikuduskan terlebih dahulu baru dapat digabungkan ke dalam persekutuan suci untuk melakukan pekerjaan suci. Di sini kita melihat Roh Kudus turun dari atas. Ia tidak pernah berada di bawah, lalu Saudara menginjak ke dalam-Nya.

Inilah perbedaan konsep dalam gereja-gereja yang menjalankan baptisan percik dengan baptisan selam. Kalau Saudara mau merasa bahwa baptisan selam lebih cocok bagi Saudara, silahkan dan tidak ada seorang pun yang melarang Saudara. Tetapi jika kemudian Saudara mengatakan bahwa baptisan percik tidak Alkitabiah, saya perintahkan Saudara berhenti dan tutup mulut Saudara. Karena itu menunjukkan Saudara tidak mengerti Alkitab dan terlalu berani menafsir semau sendiri. Sedangkan terhadap orang yang mengatakan bahwa orang harus dipercik dan tidak boleh diselam, saya akan minta supaya mereka tidak bersikap sedemikian, karena banyak pengertian yang belum sampai pada pengertian Alkitab yang mendalam seperti itu.

Upacara itu sendiri tidak terlalu penting. Yang penting adalah substansi yang diwakili oleh upacara itu. Yohanes Pembaptis sendiri mengatakan bahwa ia membaptis dengan air untuk melambangkan pertobatan. Yang penting adalah pertobatannya, bukan baptisannya. Realitas yang asli adalah Roh Kudus turun ke atas orang itu, itulah yang penting.

Amin.

 

Sumber :
Nama buku        :  Baptisan dan Karunia Roh Kudus
Sub Judul          :  Turunnya Roh Yang Dijanjikan (Bagian-3)
Penulis              :  Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit            :  Momentum, 2011
Halaman            :  64 -83
 
Diambil dari : https://www.facebook.com/notes/sola-scriptura/turunnya-roh-yang-dijanjikan-bagian-2-artikel-pdt-dr-stephen-tong/876497579065363