Pajak YayasanBaru-baru ini, salah seorang teman bertanya tentang perhitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi bagi pemilik yayasan pendidikan, dalam momen tersebut saya balik bertanya “selama ini penghasilannya dari mana?” Dari penjelasannya diketahui bahwa selama ini penghasilannya adalah hanya bersumber semata-mata dari yayasan pendidikan yang dimilikinya. Dan diinformasikan pula bahwa laporan keuangan Yayasan pendidikan tersebut setiap tahunnya selalu dalam posisi rugi, lah kok bisa?!

Dalam tulisan sebelumnya pernah dibahas tentang pajak atas lembaga nirlaba (yayasan) berjudul “Sekilas tentang pajak organisasi nirlaba” dan kali ini penulis mencoba menjelaskan bagaimana seorang pemilik Yayasan (dalam tulisan ini Yayasan Pendidikan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan judul “PPh OP Bagi Pemilik Yayasan.” Sebagaimana kita ketahui bahwa penghasilan Orang Pribadi atas pemilik perusahaan berbentuk Comanditer Venonscaft (CV) yang diperoleh semata-mata dari bagian laba CV tersebut adalah bukan merupakan objek pajak (Pasal 4 ayat (3) huruf i), lalu apakah pemilik Yayasan pun demikian?

Tulisan ini murni adalah interprestasi penulis semata terkait ketentuan yang ada dan semoga bermanfaat.  

Undang-Undang Yayasan

Seperti kita ketahui bahwa untuk pertama kalinya Indonesia memiliki Undang-undang Yayasan pada tanggal 6 Agustus 2001 yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Lembaran Negara (LN) No. 112 Tahun 2001 Tambahan Lembaran Negara  (TLN 4132) tentang Yayasan. Undang-undang ini telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan LN No. 115 T.L.N. 4430. Sebelum itu, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang Yayasan di Indonesia.

Walaupun Undang-Undang tentang Yayasan ini baru berlaku pada tanggal 6 Agustus 2002, namun jauh sebelum itu Yayasan telah diakui sebagai Badan Hukum (sebagaimana diketahui dalam pasal 2 ayat 1 huruf b UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dikatakan bahwa yayasan adalah merupakan subjek pajak badan).

Terkait Dasar Hukum yayasan dapat di download di sini :

  1. UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
  2. UU Nomor 28 Tahun 2004 Tentang perubahan UU Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
  3. PP Nomor 63 Tahun 2008 pelaksanaan UU tentang Yayasan

Motivasi Pendirian Yayasan

Ada banyak motivasi bagi setiap individu dalam mendirikan suatu lembaga yang berbentuk yayasan diantaranya adalah :

  1. Beramal sesuai dengan tuntutan agama
  2. Melestarikan harta warisan yang berlangsung secara turun temurun
  3. Terpaksa sebab peraturan-perundang-undangan mengharuskan lembaga tersebut berbentuk Yayasan (rumah sakit swasta, poliklinik, dan lembaga pendidikan swasta). Hal ini motivasi berkembang menjadi :
  4. Untuk bisnis dan mendapatkan fasilitas pajak
  5. Untuk mendapatkan bantuan dana demi kepentingan organnya.

Kita akui bahwa banyak motivasi orang untuk mendirikan Yayasan adalah untuk beramal saleh namun tidak sedikit Motivasinya sebagaimana disebutkan pada poin 3 (tiga) yang seringkali melakukan penyimpangan, terutama dalam kegiatannya. Banyak diantaranya melakukan kegiatan bisnis dengan tujuan keuntungan, karena memang motif mereka sesungguhnya bukanlah untuk mendirikan Yayasan. Bahkan dengan sengaja mendirikan Yayasan untuk mengelola kegiatan yang bersifat komersial yang berkedok yayasan agar tidak terkena pajak yang berkaitan dengan usaha tersebut (penghindaran pajak).

Kepemilikan Yayasan

Jika kita telusuri dalam UU tentang yayasan, tidak secara jelas diatur tentang kepemilikan yayasan yang sesungguhnya walaupun selama ini yang diakui sebagai pemilik Yayasan adalah para pendiri Yayasan, sementara yang mengelola perusahaan adalah pengurus Yayasan. Disebutkan bahwa pengurus (organ) yayasan dilarang untuk menerima gaji/imbalan dari yayasan. Hal yang umum bahwa pendiri yayasan adalah donatur sekaligus sebagai pengurus sehingga betul-betul bertanggung jawab atas kelangsungan Yayasan.

Bagaimana dengan aktiva yang ada di dalam yayasan?

Dalam Teori Kekayaan Bertujuan (A. Brintz) disebutkan hanya hanya manusia yang dapat menjadi subjek hukum, Jika yayasan itu adalah Yayasan Pendidikan maka pemiliknya adalah para siswa/mahasiswanya. Dengan demikian kepemilikan dari Yayasan ini merupakan pememilikan bersama yang tidak sempurna, karena pemilik tidak dapat berbuat bebas terhadap harta milik Yayasan. (UU Yayasan tidak mengatur organ yang diberi kewenangan untuk membubarkan Yayasan).

Dalam Pasal 5 UU Yayasan mengatur bahwa kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus, dan pengawas.

Gaji Bagi pengurus Yayasan

Jika pemilik Yayasan adalah para pendiri Yayasan, apakah pendiri yayasan dapat menerima Gaji?

Dalam ketentuan disebutkan bahwa adanya larangan bagi pengurus/pemilik untuk mendapatkan gaji namun pada faktanya selama ini para organ, baik pengurus terlebih pendiri selalu mendapat imbalan/gaji dari yayasan. Motivasi pelarangan pada hakikatnya suatu yayasan adalah untuk tujuan beramal, pengurusnya itu bekerja secara sukarela karena itu merupakan pengabdian.

Memang pada akhirnya banyak yang berpendapat bahwa tidak adil juga jika pengurusnya tidak diperkenankan untuk menerima gaji, sehingga masih perlu pengkajian yang mendalam terkait hal ini.

Dalam Pasal 35 ayat (3) dan Pasal 6 UU No.16 Tahun 2001, yaitu dengan mengangkat pelaksana kegiatan atau Pengurus Harian. Pelaksana kegiatan atau Pengurus Harian Yayasan inilah yang melaksanakan kegiatan Yayasan sehari-hari. Pengurus Harian ini tidak dilarang oleh Undang-Undang untuk menerima imbalan atau kontra prestasi.

Pengecualian Pasal 5 UU Yayasan diberikan kepada pengurus, bahwa seseorang pengurus dapat menerima gaji, upah, atau honorarium dengan syarat :

  1. Bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan Pengawas;
  2. Melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh
  3. Ditetapkan oleh Pembina, dan disesuaikan dengan kemampuan kekayaan Yayasan.

Dapat disimpulkan bahwa yang berhak menerima gaji adalah terbatas pada pengurus harian dan pelaksana kegiatan, jika pendiri yayasan adalah merangkap sebagai kedua itu, saya kira pembaca dapat mengartikannya jauh lebih baik dibandingkan penulis.

Penghasilan OP Pemilik Yayasan adalah Objek Pajak

Bagi pemilik yayasan, atas uang yang dipakai untuk kepentingan pribadi pemilik yayasan (pembina, pengurus, dan pengawas) adalah suatu ketidak-patutan hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 UU Yayasan mengatur bahwa kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus, dan pengawas.

Dalam perpajakan yang dimaksud objek pajak bagi Orang Pribadi adalah penghasilan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 ayat (1) UU PPh yang mengatakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Pengertian ini dapat diartikan bahwa uang yang diperoleh orang pribadi yang bersumber dari ketidakpatutan sebagaimana penggunaan uang bagi pemilik Yayasan pendidikan  adalah juga merupakan objek Pajak Penghasilan.

Sebagai contoh : Sumanto (K/3) adalah pemilik yayasan pendidikan “Trada Lawan” yang sangat terkenal dan eksklusif sepanjang 2014 telah menggunakan dana yang bersumber dari yayasan “trada lawan” sebesar Rp. 680.000.000,-. Maka dalam SPT Tahunan Orang Pribadi Sumanto memiliki penghasilan neto (penghasilan lainnya 1770-I bagian D nomor 6) sebesar Rp. 680.000.000,- dengan pajak terutang sebagai berikut :

Penghasilan neto                Rp. 680.000.000.-

PTKP K/3                          Rp.   32.400.000,-

PPh terutang                     Rp. 139.280.000.-

 

Loading….