Pembetulan SPT-IISeperti kita pahami bersama bahwa dalam penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan (baik untuk Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi) Indonesia menggunakan sistem pemungutan pajak yang dinamakan Self Assessment System yaitu sistem pemungutan pajak di mana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak terletak pada pihak Wajib Pajak bersangkutan.

Dengan kondisi ini bila lewat dalam waktu 5 (lima) tahun tidak ada tindakan apapun dari institusi Direktorat Jenderal Pajak maka pelaporan tadi akan menjadi suatu keputusan hukum yang pasti (inkracht). Namun adakalanya bila rentang waktu sebelum 5 (lima) tahun ditemukan bahwa pelaporan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak benar maka Wajib Pajak diminta untuk melakukan pembetulan atau dilakukan tindakan pemeriksaan pajak yang berujung pada terbitnya suatu ketetapan pajak bahkan lebih jauh lagi akan dilakukan tindakan penyidikan.

Dalam suasana tahun pembinaan Wajib Pajak 2015 ini, penulis mencoba mengangkat topik tentang pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan dengan judul “Bila Pembetulan SPT Dilakukan?.”  Karena yang umum terjadi dan ketentuan perpajakan mengatur adalah sebagai berikut :

  1. Wajib Pajak dengan kemauan sendiri membetulkan SPT, pembetulan dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan.
  2. Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri mengungkapkan ketidakbenaran SPT, hal ini dilakukan oleh Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan (belum diterbitkan ketetapan).
  3. Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidak benaran SPT, hal ini dilakukan oleh Wajib Pajak yang telah dilakukan pemeriksaan namun belum dilakukan tindakan penyidikan.

Semoga tulisan berikut memberi informasi dan pencerahan yang bermanfaat yang didedikasikan bagi pembaca setia nusahati.  

Sistem Pemungutan Pajak : Self Assessment

Dalam penjelasan UU KUP disebutkan bahwa ciri dan corak sistem pemungutan pajak. Self assessment merupakan suatu sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk :

  1. berinisiatif mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (Pasal 2 ayat 1);
  2. menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang.
  3. mengungkapkan ketidak benaran pengisian STP

Bagian kepastian hukum dari  sistem self assessment adalah Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan kepada institusi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dianggap benar setelah 5 (lima) tahun. Dan adanya daluwarsa penagihan yang ditetapkan 5 (lima) tahun artinya DJP tidak memiliki hak untuk menagih atau memungut pajak setelah lewat waktu 5 (lima) tahun tersebut (Pasal 22 UU KUP).

Berdasarkan hal tersebut maka aspek hukum antara self assessment akan berbeda apabila DJP menemukan penyimpangan dalam hal pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, oleh karena itu Wajib Pajak sebaiknya melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan  benar, lengkap, jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak terkait Surat Pemberitahuan-nya sebagaimana dijelaskan di atas yaitu :

1. Pembetulan SPT Sebelum Diperiksa

Dalam pasal 8 ayat (1) UU KUP disebutkan “Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.”

Adakalanya Wajib Pajak baru menyadari bahwa terdapat kekeliruan dalam SPT-nya maka terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat Pemberitahuan yang dibuat oleh Wajib Pajak, Wajib Pajak masih berhak untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. Yang dimaksud dengan “mulai melakukan tindakan pemeriksaan” adalah pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.

Dengan adanya pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan atas kemauan sendiri membawa akibat penghitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran pajak menjadi berubah dari jumlah semula. Atas kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan tersebut dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan.

Bunga yang terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Yang dimaksud dengan “1 (satu) bulan” adalah Jumlah hari dalam bulan kalender yang bersangkutan, misalnya mulai dari tanggal 22 Juni sampai dengan 21 Juli, sedangkan yang dimaksud dengan “bagian dari bulan” adalah jumlah hari yang tidak mencapai 1 (satu) bulan penuh, misalnya 22 Juni sampai dengan 5 Juli.

2. Pembetulan SPT dan Dalam Proses Pemeriksaan

Dalam pasal 8 ayat (4) UU KUP menyatakan “Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan: 

  1. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;
  2. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;
  3. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
  4. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil

dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.

Adakalanya Wajib Pajak menyadari bahwa terdapat data yang belum dilaporkan  dalam SPT yang sedang diperiksa oleh Pemeriksa Pajak, Wajib Pajak masih mempunyai kesempatan dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran tersebut sesuai Pasal 8 ayat 4 UU KUP tersebut di atas. Pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan tersebut dilakukan dalam laporan tersendiri dan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya sehingga dapat diketahui jumlah pajak yang sesungguhnya terutang. Namun, untuk membuktikan kebenaran laporan Wajib Pajak tersebut, proses pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai selesai.

Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.

3. Pembetulan SPT Setelah Pemeriksaan

Dalam pasal 8 ayat (3) UU KUP menyatakan “Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.”

Tatkala Wajib Pajak telah dilakukan pemeriksaan atau sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana perpajakan sehubungan Wajib Pajak belum mau mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT pada waktu pemeriksaan, Wajib Pajak masih diberi kesempatan untuk menggunakan haknya mengungkapkan ketidakbenaran tersebut disertai sanksi administrasi sesuai Pasal 8 ayat (3) UU KUP.

Namun apabila kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT ini tetap tidak digunakan oleh Wajib Pajak sedangkan data sudah ditemukan dan dimiliki oleh DJP maka akan menerima konsekuensi hukum sebagai berikut :

  1. Bila Wajib Pajak belum melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dan data baru (novum) ditemukan oleh DJP maka akan dilakukan pemeriksaan ulang sehingga terbit Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) sesuai Pasal 15 ayat (1) UU KUP. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
  2. Bila Wajib Pajak belum melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti permulaan, maka sanksi yang akan diterima oleh Wajib Pajak minimal karena unsur kealpaan pertama kali adalah sesuai Pasal 13A UU KUP. Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
  3. Bila ketidakbenaran pengisian SPT tersebut merupakan tindak pidana karena unsur kealpaan yang kedua kali, maka akan dilakukan tindakan penyidikan yang akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 38 UU KUP. Setiap orang yang karena kealpaannya: sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
  4. Apabila ketidakbenaran pengisian SPT tersebut merupakan tindak pidana karena unsur kesengajaan termasuk konsekuensi atas tidak mendaftarkan NPWP dan/atau PKP, maka akan dilakukan tindakan penyidikan yang akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 39 UU KUP. Setiap orang yang dengan sengaja sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Memang masih terdapat pembetulan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 8 ayat (6) UU KUP yang menyatakan  “Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

Dalam hal Wajib Pajak membetulkan Surat Pemberitahuan lewat Jangka waktu 3 (tiga) bulan atau Wajib Pajak tidak mengajukan pembetulan sebagai akibat adanya surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, Direktur Jenderal Pajak akan memperhitungkannya dalam menetapkan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

Penutup

Hal terbaik yang sebaiknya dilakukan Wajib Pajak bila terdapat kekeliruan dalam penyampaian SPT adalah dengan menggunakan haknya untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT karena tentunya hal ini memiliki konsekuensi sanksi yang lebih ringan dibandingkan diungkapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Terlebih dimomen tahun pembinaan Wajib Pajak 2015 ini, apabila Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT untuk tahun 2014 dan sebelumnya maka atas konsekuensi sanksi yang ada akan dihapuskan oleh DJP.

Memang sedikit unik (jika tahun ini bertujuan untuk pembinaan) bahwa terkait pengungkapan ketidakbenaran atas SPT yang dilakukan dengan kesadaran sendiri sementara Wajib Pajak sedang dalam proses pemeriksaan atau sudah dilakukan pemeriksaan tidak termasuk dalam kategori Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015 sehingga atas sanksinya tetap harus diselesaikan oleh Wajib Pajak melalui pembayaran atau pelunasan terlebih dahulu.

Artikel Terkait :